Laporkan Masalah

Studi potensi alat penyuling kapasitas 25 Kg terhadap peningkatan pendapatan petani di kawasan hutan kayu putih di Gunungkidul

SWASTIYONO, Bachrun, Ir. Supranto, M.Sc.,Ph.D

2005 | Tesis | S2 Teknik Mesin (Mag. Sistem Teknik-Tek. Industri

Indonesia masih termasuk negara pengimpor minyak kayu putih (Melaleuca cajuputi sub sp. cajuputi), karena produksi sangat rendah, jauh di bawah kebutuhan dalam negeri baik untuk rumah tangga maupun kebutuhan industri farmasi dan kosmetik. Di Gunungkidul hutan kayu putih tersebar di dua Kecamatan yaitu Playen dan Karangmojo luas areal ± 4.000 hektar menghasilkan minyak kayu putih ± 40 ton. Keterlibatan petani dalam proses penyulingan pada saat ini belum maksimal. Dengan memiliki alat penyuling sendiri petani akan mempunyai pengalaman dan pengetahuan serta meningkatkan kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi alat penyuling kapasitas 25 kg dilihat dari aspek ketersediaan bahan baku, aspek pasar, dan aspek ekonomi, yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan petani di sekitar kawasan hutan kayu putih di Gunungkidul. Hasil dari penelitian ini didapat bahwa alat penyuling kapasitas 25 kg dengan bahan stainless steel, menghasilkan rendemen 1,43%. Kadar cineol 60% - 70%. Kebutuhan bahan baku daun kayu putih dalam satu tahun dengan tiga kali proses perhari (12 jam) yaitu 24.750 kg. Analisa ekonomi pada alat penyuling kapasitas 25 kg menyatakan bahwa petani dalam satu bulan memperoleh keuntungan Rp 4.855.706 dan rasio penerimaan atas biaya produksi per tahun (B/C ratio) = 1,18. Kemandirian petani untuk melakukan penyulingan dengan mengelola hutan kayu putih seluas 0,62 % dari lahan yang ada 4.000 hektar, akan mempercepat program Pemerintah Daerah dalam pengembangan social forestry.

Indonesia is including in the (Melaleuca cajuputi sub sp. Cajuputi) importer countries, because of a very low production, it’s far under the state needs both for household and for pharmaceutical and for cosmetic needs. In Gunungkidul, this cajuputi forests are widespread in two sub districts that are in Playen and Karangmojo with the area width are about 4.000 hectares, produced about 40 tons of cajuput. The farmers involvement in a distiling process presently are not maximum yet. By owning their own refiner, they would have experiences and knowledge and also the willingness increase to be better. This research aimed to find out the magnitude of the potential of the 25kgs distiling equipment viewed of the materials availability, market aspects, and economic markets, which is furthermore it will increase the farmers earnings around the cajuput forest area in Gunungkidul. The research results, could be obtained that the 25 kgs distiling equipment with a stainless steel materials, are produced a 1,43%. The cineol contents are 60%- 70% per day (12 hours) that are 24.750kgs. The economic analysis on this 25 kgs distiling equipment stated that the farmers have profit RP. 4.855.706 per year and the earnings ratio of the production cost per year (B/C ratio) = 1,18. The farmers’ independence to carry out the distiling by processing the cajuput forest for 0.62% in width from the 4.000 hectares terrain, it will speedup the Local Government Program in developing the social forestry.

Kata Kunci : Teknologi Penyulingan,Minyak Kayu Putih,Pendapatan Petani, 25kgs distiling equipment, cajuput, farmers earnings


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.