Laporkan Masalah

Konflik Etnisitas :: Studi kasus Dinamika Konflik antar Nusak di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao Propinsi Nusa Tenggara Timur

MESSAKH, Thobias A, Dr. I Ketut Putra Erawan, MA

2006 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Sebuah konflik yang terjadi di pulau Rote (paling selatan dari gugusan kepulauan Indonesia) pada bulan Oktober 2000 dengan korban manusia sebanyak 3 orang dan korban harta benda lainnya. Issu yang mencuat bahwa konflik ini hanyalah sebuah pengulangan dari konflik-konflik sebelumnya yang pernah terjadi antara nusak (sebuah pengelompokan asli masyarakat pulau Rote dengan dasar kesamaan genealogis dan mempunyai klaim teritorial; sebuah sistem pemerintahan monarkhi dengan fungsi utama adalah pengadilan; sebuah kerajaan kecil), oleh karena itu pada kesempatan ini dikemukakan pertanyaan, “Mengapa konflik antar nusak di pulau Rote cenderung berulang?” Penelitian dilakukan dengan model studi kasus dengan berupaya mengobservasi konflik-konflik yang pernah terjadi di pulau Rote dengan pengambilan data dilakukan secara snow ball pada beberapa responden kunci selain upaya pengamatan. Dimanapun dan kapanpun ada sesuatu yang terdistribusi tidak seimbang dalam masyarakat karena tidak tersedia banyak, sehingga jika memakai pernyataan ini maka dimanapun pasti ada konflik. Namun apa yang bisa menjelaskan kenapa ada daerahdaerah yang relatif aman dan ada daerah-daerah yang relatif selalu mengalami kekacauan. Menurut teori konflik realist, konflik berulang karena tidak ada upaya redistribusi scarce resources, yang dipulau Rote diketemukan adalah air, ternak, ruang yang pada dasarnya adalah sumber-sumber ekonomi. Menyangkut sumberdaya ekonomi ini dijelaskan dengan memulainya dari hilangnya rasa aman. Awal konflik di pulau Rote zaman kemerdekaan kebanyakan dipicu oleh pencurian ternak, namu data berbicara bahwa penegakan hukum seperti penangkapan dan proses pengadilan ’tidak benar’. Walaupun ada upaya berapologi dari aparat, tetapi masyarakat sudah terlanjur apriori dan apatis. Sehingga masyarakat berupaya sendiri untuk mengadakan rasa aman itu. Upaya ini logis ketika mereka berkelompok berdasarkan identitas nusak, karena identitas ini yang mampu mempersatukan. Juga logis ketika mereka membeli dan menyebunyikan senjata rakitan, karena hal ini adalah semacam garansi bagi keamanan mereka. Juga wajar ketika masyarakat berupaya sendiri mencari hewan mereka yang hilang, karena aparat sendiri sudah ’tidak bisa dipercaya’. Sejarah konflik yang panjang dan reproduksi ceitera-ceritera konflik membuat tingkat kecurigaan antara nusak begitu tinggi. Ketika Kabupaten Rote Ndao terbentukpun, keadaan ini sangat baik untuk menjadi kendaraan posisi tawar para politisi. Issu yang disebarkan adalah adanya upaya elit-elit dari bagian timur dan bagian barat (dua-duanya adalah koalisi beberapa nusak), untuk saling menguasai. Namun faktanya adalah upaya beberapa tokoh politik agar kekuasaannya tetap langgeng. Penyelesaian yang pernah dilakukan oleh multystakeholder di pulau Rote hanyalah menghilangkan efek lethal konflik semata. Namun struktur distribusi yang timpang masih tetap saja ada, dan dapat muncul sewaktu-waktu. Konflik memperebutakan ruang tersembunyi dalam issu-issu konflik batas. Persoalan langkanya rasa aman tersembunyi dalam persoalan penegakan hukum atas pencurian hewan. Persoalan keterbatasan air tersembunyi dalam perkara-perkara perdata penghinaan dengan instrumen penganiyaan manusia atau melukai hewan yang sering berbuntut kekerasan dan kerusuhan. Semua kondisi struktural ini haruslah terlebih dahulu diatasi bila menginginkan pulau Rote yang lebih bersatu dan bebas dari prasangka negatif antara nusak.

A conflict hit Rote island (the most southern part of Indonesian archipelago) in October 2000 with three human victims and other material loss. The issue arisen involved that such a conflict was a recurrence of previous conflicts among nusaks (genealogic similarity-based traditional units among Rote people with specific claimed territories; a monarch administration system with tribunal as main function; a small kingdom). The present research, therefore, raises question "Why have conflicts among nusaks in Rote island tended to recur?" The research was conducted using a case-study model attempting to observe available conflicts in Rote island. Data were collected through snowball method from main respondents, and observations. Wherever and whenever uneven distribution take place among community due to scarce availability, it triggers a conflict. However, what presumably explains that some regions are relatively safe, and some others are full with chaos. According to realist theory, conflict tends to recur due to no effort is conducted on scarce resources, and in the case of Rote island it involves water, stock, space as economic resources. In terms of economic resource, lost security explains this. Initial conflicts in Rote Island during independent era have been mostly triggered by stock theft. However, data indicated that law enforcement, such as arrest and tribunal proceeding processes, was performed “incorrectly” yet. Even official apologies were performed, people tended to be distrustful and apathetic. Therefore, people attempted to establish security for themselves. This was logical when they developed nusak identity–based groups since this identity presumably unite them. In addition, it was commonsense when they purchased and hide assembled-weapons to keep their security assured. It was also rational when people independently searched for their lost stocks since they did not ‘trust’ officers anymore. The long history of conflicts and the reproduction of conflicts have created higher suspiciousness among nusak. When Rote Ndao district was established, this position was regarded as the best vehicle for bargaining position for politicians. Issues distributed had to do with efforts of elites from eastern and western area (both were allied nusaks) to dominate each other. However, in fact, it was efforts of few political figures to maintain their established power. Solutions that multi-stakeholders conducted in Rote island were merely to eliminate lethal conflict. However, uneven structural distribution has still persisted yet, and it presumably recurs any time. Disputes fought for hidden spaces in border conflict issues. Problem on lack of being secure was covered in legal enforcement issue on stock theft case. Problem of water scarcity was wrapped in civil cases of contempt with human or animal ill treatment cases and frequently leading to violence and chaos. This structural condition should be previously solved when Rote island is expected to be more united and free from negative prejudices among nusaks.

Kata Kunci : Konflik,Etnisitas,Sumberdaya,Rasa Aman,scarce resource, nusak, security, conflict


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.