Laporkan Masalah

Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) Desa :: Penelitian di desa Bringin dan Tegalrandu

WIBOWO, R. Andi, Prof.Dr. Sunyoto Usman

2005 | Tesis | S2 Sosiologi

Desentralisasi dan otonomi desa pada hakikatnya merupakan desentraliasi kekuasaan antara pemerintah kabupaten dan desa membawa konsekuensi pendistribusian kewenangan dan urusan dari pemerintah kabupaten kepada desa. Berdasarkan azas subsidiaritas maka kewenangan dan urusan yang lebih efektif dilaksanakan oleh desa maka kewenangan dan urusan tersebut tidak dilaksanakan oleh pemerintahan supradesa. Konsekuensi dari pelimpahan sebagian kewenangan berdasarkan azas subsidiaritas adalah desentralisasi keuangan antara pemerintah kabupaten dan desa, yang dimanifestasikan dalam kebijakan perimbangan keuangan kabupaten dan desa atau yang dikenal dengan Dana Alokasi Umum Desa (DAU Desa). Kebijakan DAU desa didesain dengan mengakomodasi nilainilai demokratisasi, partisipatif, transparansi dan akuntabilitas tersebut untuk mengintervensi dan memberikan lingkungan dan iklim politik untuk mewujudkan kemandirian desa. Sentralisasi pemerintahan dan hegemoni negara atas desa di masa lalu telah mengakibatkan hancurnya kemandirian sosial masyarakat desa yang dimanifestasikan hancur / lunturnya kebajikan sosial seperti partisipasi, tanggung jawab sosial, toleransi dan kepercayaan masyarakat desa. Kebijakan DAU desa ini telah diimplementasikan di Kabupaten Magelang sejak tahun 2002 namun belum pernah dilakukan evaluasi mendalam atas keberhasilan atau kegagalan kebijakan ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi implementasi kebijakan DAU desa (mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan desa) bagi fenomena dan realitas kebajikan sosial masyarakat desa di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif. Teknik pengambilan sampel adalah sampel bertujuan. Jumlah sampel tidak ditentukan terlebih dahulu dan penarikan sampel diakhiri pada saat ada pengulangan / tidak ada lagi informasi yang dijaring. Selain itu dalam sampel bertujuan, sampel dipilih secara cermat hingga relevan dengan desain penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi serta dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan DAU desa pada tahap perencanaan membuka ruang publik didasarkan prinsip demokratisasi dan partisipatif. Keterlibatan publik lokal dalam tahap perencanaan mampu memperkuat kebajikan sosial berupa sikap tanggung jawab sosial dan partisipasi masyarakat, walaupun terdapat hambatan pada masyarakat yang institutional capital nya lemah dalam penentuan prioritas pembangunan sebagai keputusan politik. Imlementasi kebijakan DAU desa pada tahap pelaksanaan adalah kewenangan dan hak desa untuk mengelola sendiri kegiatan pembangunan atau yang dikenal dengan swakelola. Swakelola merangsang tanggung jawab sosial dan partisipasi masyarakat / swadaya, walaupun terdapat hambatan yaitu masalah waktu pencairan dan penegasan mengenai konsep partisipasi masyarakat itu sendiri. Implementasi kebijakan DAU desa pada tahap pengawasan dan pertanggungjawaban adalah memberikan hak dan kewenangan masyarakat melalui Badan Perwakilan Desa (BPD) untuk mengawasi dan meminta pertanggungjawaban pelaksanaan keuangan desa. Prinsip penggunaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel memungkinkan pemerintah hati-hati dan tidak korup sehingga tingkat kepercayaan masyarakat pun menguat, walaupun masih terdapat hambatan yaitu adanya kapabilitas BPD yang kurang dan budaya paternalistik. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar dilakukan kebijakan atau program pendamping bagi kebijakan DAU desa yaitu kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan desa dan kegiatan sosialisasi secara intensif atas kebijakan DAU desa ini. Selain itu penulis menyarankan dilakukan penelitian sejenis setelah digantinya UU Nomor 22 tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, dimana terdapat nilai-nilai dalam UU Nomor 32 tahun 2004 yang dimungkinkan dapat diinterpretasikan kembalinya hegemoni negara atas desa. i

Decentralization and autonomy of village is really a decentralization of power between regency and village government that leads consequence of the distribution of authority and concern from the regency to the village government. Based on the subsidiarity principle the authority and the concern that are more effective is implemented by the village so both the authority and the concern will not be performed by higher government in village. Consequence of distribution of authority and concern is decentralization at financial between the government of regency and village that is manifested in the policy of equal financial at regency and village or known as village fund allocation (DAU Desa). Policy at DAU Desa is designed by accommodating the value of democracy, participation, transparency, and accountability to intervene and provide the society in a political atmosphere to create the village independence. Centralization of government and hegemony at the country upon the village in the past caused the break of social independence at village society that appeared the social wisdom like participation, social responsibility, tolerance, and trust at village community. The policy at DAU Desa has been implemented in Magelang Regency since 2002 but it has never been evaluated deeply about the success or the failure. Based on the fact above, this research is aimed at obtaining the description of implementation about village DAU policy from the planning, application, controlling, and the responsibility at DAU Desa for the phenomena and the reality of the social wisdom in the district of Srumbung Magelang Regency. This kind of research applies descriptive that is done to draw a description of situation objectively. The technique of sampling is purposive sampling. The samples quantity is not decided previously. Samples are ended when there is repetition or there is no more information got. Collecting data uses technique of interview, observation, and documentation and analyzed qualitative. The product of the research shows that the implementation of the DAU Desa policy in the step of planning open the public space based on the principle of democracy and participation. The involvement of local public in the step of planning enables strengthening social wisdom like social responsibility, community participation, although there are barriers in the community in which the institutional capital is weak in deciding priority of development. Implementation of the DAU Desa policy in the step of application is the authority of development itself or known as swakelola. Swakelola encourages social responsibility and participation, although there is obstacle which decision about the concept of community participation. Implementation of the DAU Desa policy in the step of controlling and responsibility is giving the right and authority of community through BPD (Badan Perwakilan Desa) as the village representative body to supervise and asking the responsibility of the implementation of village financial. Principle use of village financial which is transparent and accountable enables the village government does carefully and free from corruption. Although there are other obstacles like paternalistic culture and the weakness of BPD capability. Based on the result of the research the writer suggest to do the policy of equal program for the village DAU that is the strengthen capacity building and socializing intensively about the DAU Desa policy. Besides that the writer suggest to do the kind of this research after being changed the Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 becoming Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, where there are some values in Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 that enable to interpreted the coming back of higher government’s hegemony upon the village.

Kata Kunci : Keuangan Desa,Kebijakan Dana Alokasi Umum


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.