Tongkonan Arsitektur Rumah Adat Toraja :: Tata Ruang dan Tata Letak Bangunan
CONSTANTINUS, Adrianus David, Prof.Ir. A. Djunaedi, MUP.,Ph.D
2003 | Tesis | S2 Teknik ArsitekturPada abad ke-XIII nama Toraja mulai dikenal, tetapi nama Toraja sendiri mulai diperkenalkan secara luas pada abad ke-XIX oleh penulis zendeling dalam tulisan-tulisan ilmiahnya. Perkembangan yang terjadi saat ini telah membuat Toraja menjadi salah satu tujuan utama wisatawan baik dalam dan luar negeri yang pada akhirnya terjadi pererubahan hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk keberadaan, fungsi dan peranan rumah adat Toraja atau Tongkonan. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menemukan tata ruang dan tata letak bangunan Tongkonan serta faktor- faktor apa saja yang diduga mendasari tata ruang dan tata letak bangunan tersebut. Penelitian yang dilakukan ini akan berusaha untuk dapat menemukan tata ruang dan tata letak bangunan Tongkonan serta faktor- faktor yang mendasarinya dari dua wilayah yang berbeda di Toraja. Sehingga penelitian ini mengambil sampel di enam desa yaitu desa Sillanan satu-satunya desa di Toraja bagian selatan, dan lima desa di bagian utara yaitu desa Persiapan Kesu’, Nanggala, Palawa’, Bori Parinding dan Mattllo (Lempo). Kajian yang diutamakan terletak pada tata ruang dan tata letak bangunan Tongkonan serta faktor- faktor yang mendasarinya melalui pengukuran, pengamatan, wawancara, pengumpulan dokumen dan studi literatur. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan, rekaman wawancara, rekaman foto, dan sketsa gambar serta pembuatan diagram. Penelitian ditujukan untuk menemukan tata ruang dan tata letak bangunan Tongkonan serta faktor- faktor yang diduga mendasarinya. Beberapa hasil temuan dari penelitian ini yaitu adanya tiga tata ruang bangunan yang masih ada dan dikembangkan dalam masyarakat untuk membangun Tongkonan dan dua tata letak bangunan yang mendominasi di Toraja. Sedangkan faktor- faktor yang diduga mendasarinya adalah ajaran Aluk Todolo dengan seluruh ritus-ritus upacaranya yang masih tetap bertahan hingga saat ini.
Although the name had come into existence in the 13th. century, only in the 19th. century that Toraja was widely introduced by the Dutch missionaries (zendeling) in their scientific writings. As the place has become a tourist destination for domestic and foreign visitors, it has also changed every aspect of life of the people and of Tongkonan, the Toraja traditional house, and its existence, function and role. This research aims at observing the spatial pattern and the layout of the Tongkonan and the factors that are assumed the basis of the spatial pattern and the layout of the building. This research tries to identify the spatial pattern and the layout of the Tongkonan and their underlying factors in two different areas in Toraja. Sampling was conducted in six villages in Toraja: Sillanan, the only village in southern Toraja, and five other villages in the north: Persiapan Kesu’, Nanggala, Palawa’, Bori Parinding, and Mattallo (Lempo). This research focuses on the spatial pattern and the layout of the Tongkonan and their underlying factors through measurement, observation, interviews, documents, and literary study. Data collected through fieldwork, interviews, photos, sketches, and diagram are used to identify the spatial pattern and the layout of the Tongkonan and their underlying factors. The results show that the people of Toraja still use three spatial patterns to build the Tongkonan and two layouts dominate the traditional houses. The underlying factors are Aluk Todolo philosophy and all its rituals that are still practiced by the people to this day.
Kata Kunci : Arsitektur Ruang Adat,Tipologi dan Tata Bangunan Toraja