Laporkan Masalah

Upaya penanganan Wanita Tuna Susila (WTS) jalanan di Kabupaten Ngawi

ROHMATUL H., Titik, Dr. Susetiawan

2005 | Tesis | S2 Sosiologi

Masalah prostitusi adalah masalah yang kompleks bukan saja kita berhadapan masalah ekonomi perempuan, pengutukkan masyarakat, gaya hidup materialistik tetapi berhadapan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang disatu pihak menentang praktek prostitusi dilain pihak merestui dengan adanya lokalisasi. Upaya penghapusan lokalisasi di Kabupaten Ngawi justru membuat kantong-kantong prostitusi baru makin menyebar dan tidak terpantau termasuk resiko terkena HIV/AIDS. Sehingga WTS melakukan kegiatan secara liar dan menyebar di jalanan yang sering kali disebut sebagai WTS jalanan. Para WTS yang dimaksud di sini bukanlah wanita penghibur seperti di kota-kota besar. Mereka cenderung untuk berpenampilan menyolok dan norak. Sedangkan pengguna jasa mereka antara lain sopir truk, becak, petani, dan pedagang. Penelitian ini ingin melihat program-program apa yang dilaksanakan untuk mengatasi masalah WTS dalam kaitannya keberhasilan program sehingga mendorong WTS yang telah mendapat pembinaan lebih lanjut kembali kepada profesi semula sebagai pelacur. Kajian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan bentuk penulisan deskriptif analistis, dengan argumen bahwa dengan metoda kualitatif bisa mendiskripsikan latar dan individu secara holistik serta menerima kenyataan ganda/variatif. Sedangkan dalam pengumpulan data digunakan teknik pengumpulan data yang didapat dari hasil wawancara untuk mendapatkan data primer. Sedangkan penggunaan dokumen sebagai penguat dalam analisis data seperti buku-buku, koran-koran, dan bentuk-bentuk tulisan lainnya. Berdasarkan temuan data di lapangan meskipun WTS telah mendapatkan pembinaan dan pelatihan ketrampilan ternyata tetap kembali melacurkan diri. Hal ini disebabkan karena stigmatisasi dari masyarakat yang terlanjur memberikan cap,julukan atau label yang tidak baik pada WTS. Meskipun setelah mendapat bimbingan dan pelatihan ketrampilan, WTS tersebut telah berusaha meninggalkan profesinya dengan mempraktekkan ketrampilan yang diperolehnya. Akan tetapi usaha itu tidak dapt berjalan dengan baik karena adanya stigma,cap dan label yang tidak baik tersebut. Namun terdapat sedikit perbedaan alasan diantara dua kategori WTS yang dirazia dan mendapatkan bimbingan latihan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi dan WTS yang dirazia dan mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Wanita (PRW). Perbedaan tersebut terdapat pada lamanya waktunya pelatihan yang sangat singkat yang berpengaruh pada tingkat penguasaan ketrampilan tertentu sebagai modal usaha agar WTS tidak kembali lagi sebagai WTS jalanan. Pola kecenderungan untuk merahasiakan aktivitasnya dari keluarga dan masyarakat juga dilakukan oleh WTS. Hal ini diupayakan untuk menghindari sangsi yang akan diterima apabila diketahui aktivitasnya sebagai pelacur. Selanjut terdapat kesadaran terhadap perilakunya yang menyimpang dan terkalahkan oleh tuntutan untuk tetap melakukan perbuatan, karena adanya persepsi dan penerimaan yang tidak baik dari keluarga maupun masyarakat, dan faktor ekonomi serta faktor pencetus lainnya

Prostitution problems is a complex problem not only to be faced with woman’s economic problem, the society curse, materialistic style, but faced with government prudence who one side challenge the prostitution practice. In the other side give blessing with the localization. The expedient of localization abolishment in Ngawi residence makes new prostitution more disseminate and uncontrolled like the risk to struck the HIV/AIDS. So WTS was done the illegally activity and spread in the street who often called as WTS of the road. The meaning of WTS here is not immoral like the big city. They inclined to striking appear and bad-performance. Whereas the user of their service among other truck driver, tricycle, farmer, and stranger. This research wants to see what are the program who carried to solve the WTS problem which related the successful of program to excite. The WTS who was getting the erection come back to their profession as street-worker. This research using Qualitative research with the analytic descriptive, by the argument that with qualitative method can be description the background and holistically individual and accept the double fact or variation. Whereas in data collecting used technique of data collecting whom was gathering by interview to get the primer data. Then, documentation as strength in analysis data such as books, newspaper, etc. Based on the data in the field the WTS was gathering the stigmatization from the society was giving bad brand, label to the WTS. Although, after get the guidance and counseling of skin, this WTS was trying to stay away their profession by practice their skill that they get. But, the they’re striving unsuccessful because any stigma, bad brand, and label. In spite of, there are different reasons between two categories WTS who get the guidance and counseling by Social Department and Worker in Ngawi residence and they get the services and rehabilitation in the PRW (Panti Rehabilitasi Wanita). This differences can be identity by a ling time to get the counseling who influential of mastering level in the certain skill as the invest of effort in order to WTS does not come back again as street-worker. The inclination to keep society their activity from family and society was done by WTS. This is an effort to avoid the doubt that will accept if their activity as street-worker knows. Then, there are consciousness of their behavior deviate and defeated by persecution to this act, because there any perception and acceptance is not good from family and society, economic factor and the other factor.

Kata Kunci : Prostitusi, WTS Jalanan, Street-worker.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.