Pengelolaan keuangan Nagari di Nagari Painan Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan
HARITA, Silfi, Dr. Samsubar Saleh, MA
2005 | Tesis | Magister Administrasi PublikLahirnya UU Nomor 22 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada masyarakat Sumatera Barat untuk kembali menerapkan sistem pemerintahan nagari, yang ditandai dengan dikeluarkannya Perda Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Perubahan Pemerintahan Desa di Sumatera Barat Kembali Menjadi Pemerintahan Nagari. Khusus untuk Kabupaten Pesisir Selatan diatur dengan Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 17 s/d 24 tahun 2001. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Nagari (APBPN) di nagari Painan Kecamatan IV Jurai.yang diwarnai 3 (tiga) aspek yaitu: 1. Aspek prilaku kepemimpinan formal dan informal nagari dalam membuat keputusan sebagai dasar pengelolaan keuangan nagari, 2. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah nagari di nagari Painan Kecamatan IV Jurai dalam menggali potensi daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, 3. Pengawasan pengelolaan keuangan di Nagari Painan Kecamatan IV Jurai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah secara berdayaguna dan berhasilguna (Baridwan, 1991). Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Penyusunan APBPN merupakan pemberdayaan Pemerintahan Nagari sebagai satuan pemerintahan otonom dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan dengan mengacu pada prinsip-prinsip musyawarah untuk mencapai kemufakatan, aspiratif, transparan, dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, perhitungan yang logis dan rasional dari segenap kemampuan potensi Nagari dan sumber-sumber penerimaan dari pemerintah. Dari hasil analisis disimpulkan pelaksanaan proses penyusunan APBPN Painan cukup memadai, walaupun masih diwarnai perbedaan pemahaman konsep pemikiran pengelolaan keuangan dengan Pemerintah Kabupaten. Dalam mensosialisasikan program pemerintah kepada masyarakat, ada dua faktor utama yang mempengaruhinya, yaitu kepemimpinan informal nagari (ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai) yang dikenal dengan sebutan tigo tungku sajarangan dan kepemimpinan formal nagari yaitu Wali Nagari dan DPN. Pemerintah Nagari Painan masih kesulitan dalam menggali potensi Nagarinya disebabkan kecilnya potensi nagari dan kurangnya studi potensi nagari. Masyarakat sudah secara aktif mengawasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Nagari walaupun ada sedikit penyimpangan, dan hal ini didukung oleh aparat pemerintah nagari dengan memberikan media kepada masyarakat untuk menyampaikan pertanyaan/usulan dan sarannya kepada Pemerintah Nagari. Untuk meningkatkan potensi Nagari dan aparaturnya dalam memahami kebijakan pengelolaan keuangan Pemerintah Nagari, maka perlu diadakan sosialisasi yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten maupun oleh Pemerintah Nagari itu sendiri. Dalam pengawasan secara fungsional dari Pemerintah Kabupaten sebaiknya yang dilaporkan Nagari adalah laporan yang menganut prinsip substantive over form, yaitu lebih menitik beratkan pada substansinya apakah benar-benar terjadi atau tidak, bukan hanya menganut asas legal formal saja atau hanya sekedar memenuhi aturan yang berlaku saja.
The Birth of Regulation Number 22 in 1999, revised into Regulation Number 32 in 2004 about Local Government gave an opportunity to The West Sumatra society to reapply Nagari Governmental system, marked by the application of Perda West Sumatera Province Number 9 in 2000 about the Main Act Changes of Village Government in West Sumatera back into Nagari Government. Special for South Pesisir Regency, it was managed by Perda South Pesisir Regency Number 17 up to 24 in 2001. This study was aimed to find out how to process The Arrangement of Budget of Revenue and Expenditure (APBPN) Nagari Painan which is coloured by 3 aspects, they are: 1. The attitude of formal and informal Nagari’s leadership to make decision as a based to manage Nagari’s financial, 2. The efforts of Nagari Painan to increase it’s potency and pure revenue, 3. The monitoring toward Nagari’s financial Management. This study was a descriptive study using qualitative method with a descriptive approachment. The data collection tecniques used interview, observation, and documentation One of the most important thing in governing and social change is the system or the way to manage the district financial be more unuseless (Baridwan, 1991). It hopes fitting with the social change aspiration and society’s claim which more develop. Nagari’s Budget arrangement was made to deceive Nagari as Autonomy Government in doing governmental function, social change, and social society that threathen with conference principles to make agreement, aspirative, tranparant, accountable in law, rational and logical thinking from all the Nagari’s potency and the revenue from Government. From the result of analisys, it was concluded that actuating of Nagari’s budget arrangement process was good enough, although still coloured by the different thinking concept about financial management with the Regency. In socializing Government’s program to the society, there were two main factors affected, they were informal nagari’s leadership (niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai) known as tigo tungku sajarangan and formal nagari’s leadership (Wali Nagari and DPN). Nagari Painan still hard to increase nagari’s potencial because it didn’t have many potency to grow and study about potency. The society already had controlled nagari’s budget actively, although there were a little bit deviation, and it was supported by giving a chance to society so they could make questions and suggestions to Nagari’s Government. To increase nagari’s potencial and their personal in understanding the wisdom of nagari’s financial management, it has to make more exercise or sosialization which made by Regency or Nagari by it’s self. In functional controlling to the Regency, Nagari should has to make a report which has subtantif over form principle, that really happen in reality, not a report which has legal formal principle, just obey the rule.
Kata Kunci : Otonomi Daerah, Keuangan Daerah, Pesisir Selatan