Laporkan Masalah

Kewajiban ayah terhadap hak alimentasi anak yang belum dewasa akibat perceraian di Kabupaten Sleman

SUSILOWATI, Sularto, SH.,CN.,CN

2004 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menentukan kewajiban ayah terhadap hak alimentasi anak yang belum dewasa akibat perceraian di Kabupaten Sleman serta untuk mengetahui apakah ayah sudah melaksanakan kewajiban alimentasi sesuai dengan putusan hakim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normative yang dilengkapi dengan penelitian lapangan. Sehingga data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dengan alat studi dokumen dengan cara penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden yaitu pasangan yang bercerai dan nara sumber yaitu Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memutus perkara yang berkaitan dengan pemberian kewajiban ayah terhadap hak alimentasi anak yang belum dewasa akibat perceraian, pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri didasarkan pada hukum yang berlaku di Indonesia yaitu Pasal 41 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Sedangkan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama berdasarkan pada Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam. Sebaiknya Hakim juga mempertimbangkan Pasal 41 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Bertolak dari pasal-pasal tersebut hakim juga mempertimbangkan hal-hal lain yaitu isi gugatan dari ibu atau mantan istri dan juga hakim mempertimbangkan kemampuan dan kemauan seorang ayah dalam melaksanakan kewajibannya terhadap hak alimentasi anaknya tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat diketahui bahwa tidak semua ayah atau bekas suami melaksanakan kewajibannya terhadap hak alimentasi anak yang belum dewasa walaupun kewajiban tersebut telah ditetapkan oleh hakim. Dengan kata lain hanya sebagian kecil ayah yang telah melaksanakan kewajibannya terhadap hak alimentasi anaknya. Hal ini terjadi karena ayah memang tidak mampu melaksanakan kewajibannya dikarenakan telah menikah lagi sehingga tidak punya cukup penghasilan selain itu juga disebabkan karena ayah tidak mau melaksanakan kewajibannya karena ayah tidak peduli pada kepentingan dan masa depan anaknya

This research aims to investigate what the Judges use as bases in deciding father’s obligation for underage child’s alimentation rights arising from a divorce in Sleman regency and to find out whether the father has carried out his obligation for alimentation according to the Judge’s decision. The research relied on a juridical normative research supported with a field research. Therefore, it used both secondary and primary data. Secondary data were obtained from library research using document study as its data collecting instrument by tracing primary, secondary, and tertiary legal materials. Primary data were obtained from interview with respondents (couples who once divorced) and resource persons (the Judges of the Court of Religious Affairs and the District Court of Sleman Regency). The data were then analysed qualitatively. The research results reveal that in deciding a case related to the giving of father’s obligation for his underage child’s alimentation rights, the Judges of the District Court use, as a base, the existing law in Indonesia, namely Article 41 of the Act no. 1/1974 while the Judges of the Court of Religious Affairs use Article 156 letter (a) of the Islamic Law Compilation. They also consider other things beside the aforementioned bases, namely the content of the mother’s or former wife’s claim as well as the father’s or former husband’s capability and readiness to carry out the alimentation rights. From the research results is revealed that not every father or former husband carries out his underage child’s alimentation rights even tough this obligation has been decided by the Judges. In other words, there are only few fathers who have carried out their obligation for the child’s alimentation rights. The reason is that they are incapable of doing it due to their inadequate income, or they are unwilling to do it due to their ignorance toward the child’s future and needs.

Kata Kunci : Hukum Perkawinan,Perceraian,Hak Alimentasi Anak, Alimentation rights, underage child, divorce.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.