Laporkan Masalah

Efek labetalol oral terhadap respon hemodinamik pada tindakan laringoskopi dan intubasi

JULIANTO, Eko, Dr. Med.dr. Untung Widodo, Sp.An.KIC

2003 | Tesis | PPDSI Anestesiologi dan Reanimasi

Tujuan Untuk mengetahui efektifitas pemberian labetalol 100 mg secara oral dalam menumpulkan respon hemodinamik terhadap tindakan laringsokopi dan intubasi pada operasi elektif. Desain: Randomized controlled clinical trial dengan pembutaan ganda. Subyek 70 oranghttp://10.14.1.201/validasi_abstrak/index.php?act=download&ftyp=pdf&id=23889 dewasa laki-laki dan wanita (status fisik ASA I) dengan usia 18-40 tahun dengan berat badan relatif antara 80-110%. Ruang lingkup Penderita yang menjalani pembedahan elektif dengan anestesi umum di Gedung Bedah Sentral Terpadu RSUP DR. Sardjito. Intervensi Subyek dibagi 2 kelompok secara acak masing-masing 35 pasien. Kelompok A diberi labetalol 100 mg dan kelompok B diberi saccharum lactis plasebo secara oral 1 jam sebelum induksi. Satu menit sebelum dilakukan laringoskopi dan intubasi dilakukan preoksigenasi, kemudian pasien diinduksi dengan thiopental 5 mg/kg dan fasilitas intubasi menggunakan rocuronium 0,6 mg/kg. Pemeliharaan anestesi selama 7 menit menggunakan N2O 60% dalam oksigen dan isoflurane 1,5-2%. Pengukuran utama Semua subyek dicatat status hemodinamiknya (tekanan darah, laju nadi, MAP, RPP) sebelum pemberian labetalol/plasebo, 1 jam setelah pemberian, 1 menit setelah induksi, serta 1, 3, 5, dan 7 menit setelah intubasi. Hasil Tujuh sampel dikeluarkan dari penelitan karena terjadi reaksi alergi sesaat setelah induksi thiopental (4 pada kelompok kontrol dan 3 pada kelompok labetalol). Tidak terdapat perbedaan bermakna diantara 2 kelompok pada pengambilan data dasar hemodinamik, umur, berat badan relatif, rasio jenis kelamin, jenis operasi, mallampati dan jarak thyromental. Rerata RPP pada kelompok kontrol meningkat 1 menit setelah intubasi menjadi 21107,0±720,1 (rerata ± SE), sedangkan pada kelompok labetalol, rerata RPP 17.402,6±557,6 dan perbedaan ini sangat bermakna (p<0,001). Hal ini disebabkan terjadi perbedaan yang bermakna pada rerata laju nadi (120,5±2,9 vs 109,6±2,4 X/mnt; p<0,01) maupun tekanan sistolik (175,6±4,6 vs 158,9±3,9 mmHg; p<0.01). Tekanan diastolik pada waktu yang sama adalah 108,5±3,4 pada kelompok kontrol dan 100,3±3,0 mmHg pada kelompok labetalol (p>0,05), sedangkan rerata MAP adalah 138,7±3,6 mmHg pada kelompok kontrol dan 124,0±3,0 mmHg pada kelompok labetalol (p<0,01). Kesimpulan Pemberian labetalol 100 mg secara oral 1 jam sebelum intubasi secara bermakna menumpulkan respon hemodinamik pada tindakan laringoskopi dan intubasi oral dibanding plasebo.

Purpose To assess the effectiveness of 100 mg labetalol PO in attenuating hemodynamic responses to laryngoscopy and intubation for elective surgery. Design Double-blind randomized controlled clinical trial. Subject 70 adult male and female patients (ASA physical status I), aged between 18-40 years with a relative body weight 80-110%. Setting Patients undergoing elective surgery with general anesthesia in the Central Operating Theatre of Sardjito General Hospital, Yogyakarta. Intervention Subjects were divided randomly into two groups. Group A (n=35) received labetalol 100 mg PO and group B (n=35) received saccharum lactis placebo one hour prior to induction. One minute before laryngoscopy and intubation, pre-oxygenation was performed and induction was given with penthotal 5 mg/kg and rocuronium 0.6 mg/kg. Anesthesia was maintained with N2O 60% in oxygen plus isoflurane 1.5-2%. Main outcomes Of all subjects, hemodynamic status (blood pressure, heart rate, MAP and RPP) were recorded before ingestion of labetalol or placebo, 1 hour after ingestion, 1 minute after induction, as well as 1, 3, 5 and 7 minutes after intubation. Results Seven sample drop-out in this study because allergic reaction immediately after iduction with thiopental (4 control group and 3 labetalol group). There were no differences between the groups at baseline with regard to hemodynamic status, age, body weight, sex ratio, type of operation, mallampati or thyromental distance. Mean RPP in the control group peaked at 1 minute postintubation (mean±SE: 21107,0±720,1), which was significantly higher (p<0.001) than in the labetalol group (17402,6±557,6). This was due both to the difference in heart rate (120,5±2,9 vs 109,6±2,4 times/min; p<0.05) and in systolic pressure (175,6±4,6 vs 158,9±3,9 mmHg; p<0.01). Diastolic pressure at the same time was 108,5±3,4 in the control group and 100,3±3,0 mmHg in the labetalol group (p>0.05), while MAP was 138,7±3,6 mmHg in the control group and 124,0±3,0 mmHg in the labetalol group (p<0,01). No side effects of importance occurred in either group. Conclusion These results indicate that oral labetalol given 1 hour before intubation significantly attenuates hemodynamic responses after laryngoscopy and oral intubation.

Kata Kunci : Labetalol, layingoscopy, intubation, hemodynamic responses, Anestesi,Respon Hemodinamik,Laringoskopi dan Intubasi,Operasi Elektif


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.