Laporkan Masalah

Analasis Perizinan Sumber Daya Alam di Indonesia (Studi Kasus Omnibus Law)

MYESHA ZARA HELMI, Herlambang P. Wiratraman, S.H., M.A., Ph.D.

2023 | Tesis | MAGISTER HUKUM BISNIS DAN KENEGARAAN

Terdapat 3 (tiga) tujuan dari penelitian ini yaitu, pertama, untuk mengetahui perubahan ketentuan perizinan sebelum dan sesudah berlakunya omnibus law di Indonesia. Kedua, untuk mengetahui implikasi perizinan yang ada di omnibus law menurut prinsip-prinsip otonomi daerah dan tata kelola Pemerintahan yang baik dan Ketiga, untuk mengetahui konsep yang seharusnya diterapkan dalam upaya mengatur ketentuan perizinan sumber daya alam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (concept approach), dan pendekatan interdisipliner Hasil dari penelitian ini yakni, pertama, terjadi perubahan ketentuan perizinan sebelum dan sesudah berlakunya omnibus law di Indonesia pada sektor perizinan sumber daya alam yang terdiri atas tiga (3) undang-undang, yaitu: Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara; Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan dan; Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, muncul implikasi perizinan yang ada di omnibus law. Menurut prinsip-prinsip otonomi daerah dan tata kelola Pemerintahan yang baik, yaitu: (1) Adanya kekeliruan konsep diskresi kebebasan Kepala Daerah, dalam mengeluarkan diskresi. Malah dibatasi oleh Undang-Undang; (2) Pembagian pengawasan tata ruang tidak proporsional, Pemerintah Pusat diberi ruang begitu luas tidak berbanding lurus dengan Pemerintah Daerah yang lebih memahami kondisi tata ruang daerah; (3) Penghapusan izin lingkungan sebagai syarat memperoleh izin; (4) Pelemahan status AMDAL yang tidak wajib dimiliki dalam memperoleh izin usaha; (5) Sentralisasi kekuasaan sumber daya alam; (6) Potensi penyerobotan kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Dan yang Ketiga, menyadari problematika sebagaimana telah diuraikan sub bab sebelumnya, maka perlu dilakukan konsep pengaturan ketentuan perizinan sumber daya alam, yang meliputi: (1) Reposisi Pemerintah daerah sebagai pemberi izin, dengan begitu maka otonomi daerah atas kekayaan sumber daya alam dapat dirasakan secara langsung; (2) Pemerintah pusat sebagai pengawas sumber daya alam, sehingga akan terbangun pengawasan dari atas kebawah (Pemerintah Pusat mengawasi Pemerintah Daerah) ; (3) Perizinan dengan landasan keselamatan rakyat, kepentingan bisnis tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kepentingan masyarakat yang akan terdampak akibat suatu perizinan; (4) Reposisi AMDAL sebagai syarat memperoleh izin sumber daya alam, AMDAL harus diletakan sebagai syarat wajib demi menjamin kelangsung alam; dan (5) Pembagian kewenangan pengaturan tata ruang dengan proporsional, Pemerintah Pusat tidak bisa begitu saja melakukan kooptasi terhadap tata ruang. Harusnya kewenangan pembagian atas pengaturan tata ruang dapat dibagi antara pusat dan daerah.

There are 3 (three) objectives of this research, first, to find out changes in licensing provisions before and after the entry into force of the omnibus law in Indonesia. Second, to find out the licensing implications in the omnibus law according to the principles of regional autonomy and good governance, and third, to find out the concepts that should be applied to regulate natural resource licensing provisions. This research is a normative legal research using 3 (three) approaches, those are the statutory approach, the concept approach, and the interdisciplinary approach There are 3 (three) results of this study, first, there were changes. In licensing provisions before and after the entry into force of the omnibus law in Indonesia in various sectors of the law, which include: Law No. 4 of 2009 concerning Minerals and Coal; Law No. 39 of 2014 concerning Plantations, and; Law No. 30 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. Second, there are licensing implications in the omnibus law. According to the principles of regional autonomy and good governance, which include: (1) There is a mistake in the concept of discretion; the freedom of the Regional Head in issuing discretion. Even limited by law; (2) The distribution of spatial control oversight is disproportionate to the Central Government is given such a large area of space that is not directly proportional to the Regional Government, which has a better understanding of regional spatial planning conditions; (3) Elimination of environmental permits as a condition for obtaining permits; (4) Weakening of AMDAL status that is not mandatory, in obtaining business licenses; (5) Centralization of power over natural resources; and (6) The potential for expropriation of forest areas to become plantation land. Third, realizing the problems as described in the previous sub-chapter. It is necessary to carry out the concept of regulating. Natural resource licensing provisions, which include: (1) Repositioning the regional government, as a permit provider. In this way regional autonomy over natural resource wealth can be felt directly and makes it easier to obtain permits; (2) The central government is the supervisor of natural resources so the supervision from the top down will be built (the central government supervises the regional governments); (3) Licensing based on people's safety, business interests may not ignore the values of community interests that will be affected by a permit; (4) Repositioning the AMDAL as a condition for obtaining natural resource permits, AMDAL must be placed as a mandatory requirement in order to guarantee the continuity of nature; and (5) Proportional distribution of spatial management authority, the Central Government cannot simply co-opt spatial planning. The division of authority over spatial planning arrangements should be shared between the center and the regions

Kata Kunci : Perizinan, Omnibus Law, Sumber Daya Alam

  1. S2-2023-465614-abstract.pdf  
  2. S2-2023-465614-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-465614-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-465614-title.pdf