REORIENTASI TATA AIR DAERAH IRIGASI RAWA UNIT TAMBAN UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PENCUCIAN TANAH SULFAT MASAM
Debby Mayang Sari, Karlina, ST., M.Eng., Ph.D.;Ir. Rachmad Jayadi, M.Eng., Ph.D.
2023 | Tesis | MAGISTER TEKNIK PENGELOLAAN BENCANA ALAMLahan sulfat masam memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Zat sulfat masam atau pirit terdapat pada tanah di lahan rawa pasang surut pada beberapa lapisan kedalaman tanah. Daerah Irigasi Rawa (DIR) Unit Tamban terletak pada wilayah eks-PLG Sejuta Hektar di blok D Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sumber air irigasi pada DIR Unit Tamban berasal dari Sungai Kapuas Murung. Tipe tata air jaringan irigasi di DIR Unit Tamban adalah garpu, dimana terdapat kolam pasang pada masing-masing hulu saluran primer. Sistem jaringan irigasi DIR Unit Tamban tidak berjalan dengan baik menyebabkan produktivitas sangat rendah hanya 1 kali masa tanam setiap tahun. Sedimentasi pada saluran dan kolam pasang menyebabkan aliran air tidak lancar berdampak pada kualitas air yang rendah. Volume freshwater yang mengalir ke saluran pada saat pasang belum mampu memenuhi kebutuhan air irigasi dan pencucian tanah sulfat masam. Unit Tamban memiliki hidrotopografi dominan tipe B dan C sehingga sebagian lahan pertanian memanfaatkan air hujan sebagai sumber suplai air irigasi. Perbaikan kualitas tanah sulfat masam tidak terbatas menggunakan ameliorant dan pemupukan saja, tetapi juga dibutuhkan tata kelola air yang baik. Pemanfaatan air hujan sebagai suplai air irigasi dan sumber air untuk pencucian tanah sulfat masam dapat membantu mengairi daerah-daerah yang tidak terluapi pasang seperti pada hidro-topografi tipe C dan D. Penelitian ini menggunakan dependable rainfall untuk menghitung debit akibat hujan dan melakukan simulasi hidraulika satu dimensi menggunakan HEC-RAS dengan 3 skenario. Skenario pertama dengan merehabilitasi sluice gate, skenario kedua dengan merevitalisasi kolam pasang, dan skenario ketiga adalah kombinasi dari skenario sluice gate dan kolam pasang. Adanya tambahan air hujan sebesar 3.6 mm/hari dapat mengurangi kebutuhan leaching sebesar 7%. Hasil simulasi menunjukkan kebutuhan leaching pada kondisi eksisting saat spring tide dapat terpenuhi bahkan terjadi kelebihan air sebesar 55% sedangkan saat neap tide terjadi defisit sebesar -47%. Dilakukan 3 skenario pengelolaan tata air untuk memperkecil defisit kebutuhan leaching saat neap tide. Skenario ketiga mampu mengurangi defisit paling baik diantara skenario lainnya menjadi -28%. Sedangkan pada skenario pertama dan kedua mengalami defisit sebesar -57% dan -39%. Skenario pertama tidak mampu mengeluarkan air asam dari saluran hanya sejauh 0,2 km sedangkan skenario kedua dan ketiga mampu mengeluarkan air asam sejauh 6,5 km dan 9,4 km dari total panjang saluran �±5,8 km, sehingga air asam tidak terdorong kembali masuk ke saluran. Proses reklamasi dapat berjalan dengan baik jika kebutuhan air untuk pencucian tanah sulfat masam terpenuhi yang berdampak pada perbaikan kualitas tanah, sehingga meningkatkan produktivitas pertanian.
Acid sulphate land has the potential to be developed into agricultural land. Acid sulphate or pyrite is found in the soil in tidal swamp land in several layers of soil depth. The tidal irrigation area of Unit Tamban is located in the former Million Hectare PLG area in block D of Kapuas Regency, Central Kalimantan. The source of irrigation water in Unit Tamban comes from the Kapuas Murung River. The type of water management for the irrigation network in Unit Tamban is a fork, with a settling pond at each upstream of the primary canal. The irrigation network system of Unit Tamban is not running well, causing very low productivity, with only one planting season per year. Sedimentation in canals and settling ponds causes the water flow not to run smoothly, resulting in low water quality. The volume of freshwater flowing into the canal during high tide has not been able to meet the demand for irrigation water and the leaching of acid sulphate soil. Unit Tamban has dominant hydro-topography of types B and C, so some agricultural lands utilize rainwater as a source of irrigation water supply. Improving the quality of acid sulphate soils is not limited to ameliorant and fertilization but also requires good water management. Using rainwater as a supply of irrigation water and as a source of water for leaching of acid sulfate soils can help irrigate areas that are not overflowing with tides, such as type C and D hydro-topography. This study used dependable rainfall to calculate discharge due to rain and performed one hydraulic simulation dimension using HEC-RAS with three scenarios. The first scenario is by rehabilitating the sluice gate, the second is by revitalizing the settling pond, and the third is a combination of the sluice gate and settling pond scenario. The addition of rainwater of 3.6 mm/day can reduce the need for leaching by 7%. The simulation results show that the leaching requirement under existing conditions during spring tide can be met, and there is even an excess of water of 55%, while during a neap tide, there is a deficit of -47%. Three water management scenarios were implemented to minimize the deficit in leaching needs during the neap tide. The third scenario can reduce the deficit the best among other scenarios to 28%. In the first and second scenarios, there is a deficit of -57% and -39%. The first scenario cannot remove acid water from the canal for only 0.2 km, while the second and third scenarios can emit acid water for 6.5 km and 9.4 km of the total channel length of �±5.8 km so that the acidic water is not pushed back into the channel. The reclamation process can run well if the water requirement for the leaching of acid sulphate soil is met, which impacts improving soil quality, thereby increasing agricultural productivity.
Kata Kunci : irigasi rawa pasang surut, leaching, lahan sulfat masam, simulasi hidraulika, produktivitas pertanian