Laporkan Masalah

Pengisian Jabatan Kepala Daerah oleh Penjabat pada Masa Transisi Pra Pilkada Serentak Nasional 2024 dan Implikasinya Terhadap Demokrasi

RAHMAZANI, Andy Omara, S.H., M.Pub&Int.Law., Ph.D.

2023 | Tesis | MAGISTER HUKUM BISNIS DAN KENEGARAAN

Penelitian ini mengkaji tentang pengisian jabatan kepala daerah oleh penjabat pasa masa transisi pra Pilkada serentak nasional 2024 dan implikasinya terhadap demokrasi. Kajian ini dilatarbelakangi oleh penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada tahun 2022 dan 2023 yang akan dilaksanakan serentak pada tahun 2024 sehingga mengakibatkan masa transisi yang cukup panjang dan terjadi kekosongan jabatan kepala daerah di lebih dari separuh daerah otonom Republik Indonesia. Tulisan ini berfokus pada dua hal, pertama, kajian dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaturan pengisian jabatan kepala daerah oleh penjabat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kedua, menganalisis bagaimana implikasi pengisian jabatan kepala daerah oleh penjabat pada masa transisi pra Pilkada serentak nasional 2024 terhadap demokrasi, khususnya terhadap prinsip transparansi dan partisipasi dalam sistem demokrasi di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) jenis pendekatan, yakni: pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Cara pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menelusuri bahan pustaka dan studi atas dokumen-dokumen hukum resmi yang relevan dengan kajian yang dilakukan. Hasil penelitian yang ditemukan antara lain: Pertama, peraturan perundang-undangan yang digunakan pemerintah sebagai dasar pengangkatan penjabat kepala daerah tidak cukup memadai dan tidak memenuhi kondisi kekosongan kepala daerah yang disebabkan adanya transisi pra pilkada. Pengaturannya secara sekilas hanya terdapat dalam UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur tentang kualifikasi penjabat yang diangkat, sedangkan mekanisme pengangkatannya tidak diatur dalam regulasi ini. Aturan tentang mekanisme pengangkatan tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan seperti UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah, PP No. 6/2005 dan PP No. 49/2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah, serta Permendagri No.74/2016 jo Permendagri No.1/2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur, Bupati, dan Walikota. Namun aturan yang terdapat dalam beberapa regulasi tersebut diatur untuk kondisi tertentu dan tidak relevan dengan perkembangan rezim pilkada serentak. Kedua, ketiadaan aturan yang mengatur khusus tentang mekanisme ini mengakibatkan pengangkatan penjabat jauh dari prinsip transparansi dan partisipasi yang berpotensi membuat indeks demokrasi Indonesia semakin tergerus. Implikasi atas lemahnya aspek transparansi ialah potensi politisasi birokrasi dan berpotensi mendapatkan penjabat yang tidak mengenal daerah yang akan dipimpinnya dan membawa kerugian bagi daerah tersebut. Sementara implikasi atas lemahnya aspek partisipasi ialah legitimasi lemah, potensi ketidakharmonisan hubungan penjabat kepala daerah dengan DPRD, serta berpotensi terjadinya stagnasi pelayanan publik karena kewenangan penjabat yang terbatas. Oleh karena itu jika pengangkatan penjabat tidak dilandaskan pada aturan yang cukup, dikhawatirkan akan berpotensi dipersoalkan legalitas pengangkatannya serta keputusan pengangkatan yang rawan digugat.

This study examines the filling of regional head positions by officials during the pre-simultaneous national election transition period of 2024 and its implications for democracy. The background of this study is the postponement of regional head elections in 2022 and 2023 which will be held simultaneously in 2024 resulting in a fairly long transition period and vacancies for regional head positions in more than half of the autonomous regions of the Republic of Indonesia. This study focuses on two things, first, the study is intended to find out how the arrangements for filling the position of regional head by officials in the laws and regulations in Indonesia. Second, analyzing the implications of filling the post of regional head by officials during the 2024 national simultaneous pre-election transition period for democracy, especially for the principles of transparency and participation in the democratic system in Indonesia. This research is a normative legal research conducted using 3 types of approaches, namely: statutory approach, conceptual approach, and case approach. The way to collect legal material is done by browsing literature and studying official legal documents that are relevant to the research. The results of the research found: First, the laws and regulations used by the government as the basis for appointing acting regional heads are inadequate and do not fulfill the vacant conditions for regional heads due to the pre-election transition. The settings at a glance are only found in Law no. 10/2016 concerning the Election of Governors, Regents and Mayors which regulates the qualifications of appointed officials, while the mechanism for their appointment is not regulated in this regulation. Rules regarding the appointment mechanism are scattered in several laws and regulations such as Law no. 23/2014 concerning regional government, PP No. 6/2005 and PP No. 49/2008 concerning Elections, Ratification of the Appointment and Dismissal of Regional Heads, as well as Permendagri No.74/2016 in conjunction with Permendagri No.1/2018 concerning Unpaid Leave for Governors, Regents and Mayors. However, the rules contained in these regulations are regulated for certain conditions and are not relevant to the development of the simultaneous Pilkada regime. Second, the absence of specific rules governing this mechanism has resulted the appointment of officials far from the principles of transparency and participation, which has the potential to erode Indonesia's democracy index. The implication of the weak aspect of transparency is the potential for bureaucratic politicization and the potential to get officials who do not know the area they will lead and bring losses to the region. While the implications for the weak aspect of participation are weak legitimacy, the potential for disharmony in the relationship between the acting regional head and the representative councils, and the potential for stagnation in public services due to the limited authority of officials. Therefore, if the appointment of an official is not based on sufficient rules, it is feared that the legality of his appointment will potentially be questioned and the appointment decision will be prone to being challenged.

Kata Kunci : Pilkada Serentak, Penjabat Kepala Daerah, Demokrasi/ Simultaneous Local Elections, Acting Regional Heads, Democracy

  1. S2-2023-465618-abstract.pdf  
  2. S2-2023-465618-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-465618-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-465618-title.pdf