AGREGASI UMBI DAN PRODUKTIVITAS BAWANG MERAH (Allium cepa L. Aggregatum group) ASAL BIJI

RETNO PANGESTUTI, Dr. Ir. Endang Sulistyaningsih, M.Sc; Ir. Budiastuti Kurniasih, M.Sc, Ph.D ;Dr. Rudi Hari Murti, S.P., MP

2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU PERTANIAN

Benih biji bawang merah (true seed of shallot/TSS) merupakan teknologi baru dan informasi dasarnya sangat terbatas. Umur panen panjang dan kemampuan agregasi yang rendah menghasilkan umbi tunggal berukuran besar yang kurang diminati konsumen sebagai umbi konsumsi maupun umbi benih. Disertasi ini berfokus pada fenologi, kemampuan agregasi TSS dan produktivitasnya hingga generasi kedua asal biji (G1). Penelitian terdiri dari 4 tahap 1) fenologi TSS menggunakan skala BBCH (Biologische Bundesanstalt, Bundessortenamnt and Chemische Industrie) dengan menggunakan sembilan kultivar TSS yaitu Tuk Tuk,Lokananta,Sanren, Maserati, Tropix, Bima,Pancasona,Biru Lancor dan Trisula, 2) kemampuan agregasi kesembilan kultivar TSS, produktivitas dan perbedaan morfologi, anatomi dan biokimianya, 3) kemampuan agregasi dan produktivitas pada generasi vegetatif berikutnya (G1). 4). Menguji kombinasi ZPT dan waktu perendaman terbaik untuk meningkatkan kemampuan agregasi umbi TSS. Hasil penelitian: 1) Fenologi TSS dengan BBCH menghasilkan informasi spesifik tentang fenologi TSS di dataran rendah tropis (fase perkecambahan, pembentukan daun sejati, pembentukan tiller, agregasi umbi dan tidak ditemukannya fase generatif. 2) Bawang merah dari TSS dengan kemampuan agregasi rendah: Tuk Tuk, Maserati,Tropix; kemampuan agregasi sedang:Lokananta,Trisula,Bima, Pancasona; kemampuan agregasi tinggi: Biru Lancor, Sanren. 3). Kemampuan agregasi pada umbi asal TSS (G0) dapat diwariskan pada generasi vegetatif berikutnya (G1). 4). Perlakuan benih terbaik yang dapat meningkatkan agregasi umbi pada TSS Tuk Tuk adalah perendaman dengan ZPT GA3 100 ppm + NAA 50 ppm dan waktu perendaman ZPT terbaik adalah 12 jam.

True seed of shallot (TSS) is a revolutionary technique, and basic science about TSS is inadequate. Long harvest time and low aggregation ability result in big single bulbs, making them unsuitable for seeds bulb and consumer preferences for consumption. This dissertation focused on phenology, TSS aggregation ability, and its yield until second generation from seed (G1). This study was carried out in three parts of study: 1) The first study involves examining the phenology of TSS cultivars using the BBCH scale (Biologische Bundesanstalt, Bundessortenamnt, and Chemische Industrie) on nine TSS cultivars: Tuk Tuk, Lokananta, Sanren, Maserati, Tropix, Bima, Pancasona, Biru Lancor, and Trisula; 2) cultivar classification based on the aggregation ability of the nine TSS cultivars; 3) the next vegetative generation's aggregation ability and yield potential (G1). 4) Investigated the optimal Plant Growth Regulator (PGR) and soaking PGR duration for increasing the aggregation ability of bulbs fromTSS. The result showed that: 1) TSS phenology with BBCH scale with specific information about TSS phenology in tropical lowlands (germination phase, development first leaf, tiller formation, bulb aggregation, without generative phase identified). 2) TSS cultivars with low aggregation ability: Tuk Tuk, Maserati, and Tropix; moderate aggregation ability: Lokananta, Trisula, Bima, Pancasona; high aggregation ability: Biru Lancor and Sanren. 3). Aggregation ability in TSS bulbs (G0) can be inherited by the next vegetative generation (G1). 4). Soaking with GA3 100 ppm + NAA 50 ppm for 12 hours was the optimal seed treatment for increasing bulb aggregation in Tuk Tuk.

Kata Kunci : biji bawang merah, agregasi umbi, fenologi, tropis