Laporkan Masalah

Pengelolaan Air Dan Pemberian Biochar-Kompos Pada Tanah Bertekstur Kontras Di Lahan Padi Sawah Sebagai Strategi Mitigasi Gas Rumah Kaca

MIRANTI ARIANI, Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si.

2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU LINGKUNGAN

Pengelolaan air secara pengairan basah-kering (PBK) adalah sebuah pilihan yang menjanjikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari lahan sawah. Namun, dari sekian banyak hasil penelitian, hasil panen sangat bervariasi. Penambahan biochar yang dicampurkan dengan kompos (biocharkompos) mempunyai fungsi yang saling melengkapi untuk meningkatkan hasil panen dan kualitas tanah. Selain faktor praktik budidaya, faktor edafik seperti tekstur tanah juga memegang peran penting dalam emisi GRK. Oleh karena itu, percobaan lapangan ini dilakukan di dua lokasi yang mewakili tanah bertekstur kasar (geluh debuan/silt loam) dan tanah bertekstur lebih halus (lempung debuan/silty clay) untuk mengkaji pengaruh interaksi penerapan pengairan PBK dan penambahan biochar-kompos terhadap emisi GRK, hasil panen, potensi pemanasan global (GWP), intensitas GRK, faktor tanah yang mempengaruhinya dan analisis spasial untuk mendapatkan lokasi yang sesuai untuk penerapan pengairan PBK. Percobaan dilakukan pada musim kemarau 2020 di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan pengairan tergenang terus-menerus (T) dan PBK sebagai petak utama, dan penambahan biochar-kompos (0, 5 dan 10 t/ha) sebagai anak petak. Emisi CH4 dari tanah geluh debuan dan lempung debuan pada semua plot masing-masing berkisar antara 8,42 hingga 255,96 mg CH4/m2/hari dan dari 4,84 hingga 26,09 mg CH4/m2/hari. Emisi CH4 musiman dari kedua tekstur tanah dipengaruhi secara signifikan oleh pengairan PBK dan perbedaan tekstur tanah tetapi tidak oleh penambahan biochar-kompos. Emisi N2O musiman pada tanah geluh debuan tidak terpengaruh oleh PBK atau biocharkompos. Namun, interaksi penerapan PBK dan penambahan biochar-kompos secara signifikan (p<0,05) meningkatkan emisi N2O musiman pada tanah lempung debuan. Tidak ada pengaruh yang nyata dari interaksi penerapan PBK dan biochar-kompos terhadap hasil panen. Penerapan PBK secara nyata (p<0,05) menurunkan total GWP sebesar 39,6% tanpa mengurangi hasil panen dan intensitas GRK sebesar 38,4% dibandingkan dengan tergenang terus menerus pada tanah geluh debuan. Sedangkan pada tanah lempung debuan, penurunan GWP dan intensitas GRK bersifat marjinal (hanya sekitar 4%). Fluks harian CH4 dari tanah geluh debuan dengan perlakuan tergenang berkorelasi positif dan signifikan dengan C BMT tanah dan berkorelasi negatif dengan Eh tanah, sedangkan dengan pengairan PBK berkorelasi positif dan signifikan dengan C Min tanah dan berkorelasi negatif dengan Eh tanah. Fluksxxii harian N2O dari tanah geluh debuan dengan pengairan tergenang dan PBK berkorelasi positif dan signifikan dengan total N tanah. Fluks harian CH4 dari tanah geluh debuan dengan pengairan tergenang berkorelasi negatif dan signifikan dengan NH4+, total Mn dan total Fe, sedangkan dengan pengairan PBK berkorelasi positif dan signifikan dengan total N tanah dan berkorelasi negatif dengan NH4+. Fluks harian N2O dari tanah geluh debuan dengan pengairan tergenang berkorelasi positif dan signifikan dengan NH4+, sedangkan dengan pengairan PBK berkorelasi positif dan signifikan dengan NO3-. Berdasarkan analisis spasial, 95% luas areal padi sawah di Provinsi Jawa Tengah sangat sesuai untuk penerapan PBK di musim kemarau, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PBK pada tanah bertekstur kasar akan lebih menguntungkan daripada pada tanah yang bertekstur halus, sementara penambahan biocharkompos perlu penelitian lebih lanjut. Untuk mencapai target penurunan emisi, penerapan pengairan PBK sebagai strategi mitigasi GRK harus difokuskan pada tanah bertekstur kasar, karena emisinya jauh lebih tinggi dengan penurunan emisi yang nyata dibandingkan tanah bertekstur halus yang emisinya sudah jauh lebih kecil.

Alternate wetting and drying (AWD) irrigation is a promising option for reducing greenhouse gas emissions (GHG) from rice fields. However, the result of yield varies. The mixture of biochar and compost application complements each other to improve soil quality and yield. Besides field management practices, edaphic factors such as soil texture also play an essential role in GHG emissions. Therefore, we conducted field experiment at two sites represent coarse-texture soil (silt loam) and finer-texture soil (silty clay) to evaluate the effect of AWD and bio-compost application on GHG emission, yield, global warming potential (GWP), and greenhouse gas intensity (GHGI). The experiments were conducted during dry season 2020 at Pati District, Central Java province, Indonesia, evaluated continuous flooding (CF) and AWD as main plot, and biochar-compost (0, 5 and 10 t ha-1) as sub-plot. The emissions from silt loam and silty clay soil under all treatments ranged from 8.42 to 255.96 mg CH4 m-2 day-1 and from 4.84 to 26.09 mg CH4 m-2 day-1, respectively. The cumulative CH4 emissions from both soil textures were significantly affected by AWD but not by biochar-compost application. Cumulative N2O emissions on silt loam soil were not affected by AWD or biochar-compost application. However, AWD and biochar-compost applications were significantly (p<0.05) increase the cumulative N2O emission on silty clay soil. There are no significant effects of AWD and biochar-compost application on rice yield. AWD implementation significantly (p<0.05) reduced the total GWP by 39.6% without yield penalty and GHGI by 38.4% compared to CF on silt loam soil. While on silty clay soil, the GWP and GHGI reduction is marginal (only around 4%). CH4 daily fluxes from silt loam soil under CF were positively and significantly correlated with soil MBC and negatively correlated with soil Eh, while under AWD were positively and significantly correlated with soil C Min and negatively correlated with soil Eh. N2O daily fluxes from silt loam soil under CF and AWD were positively and significantly correlated with total N soil. CH4 daily fluxes from silty clay soil under CF were negatively and significantly correlated with NH4+, total Mn and total Fe, while under AWD were positively and significantly correlated with total N soil and negatively correlated with NH4+. N2O daily fluxes from silt loam soil under CF were positively and significantly correlated with NH4+, while under AWD were positively and significantly correlated with NO3-. Based on spatial analysis, 95% rice field in Central Java Province were highly suitable for implementation of AWD in dry season, butxxiv results demonstrated that AWD's implementation on coarse-textured soil would benefit more than on finer soil and the application of biochar-compost needs further investigation. In order to reach the target of emission reductions, the implementation of AWD as a GHG mitigation strategy should focus on a coarser texture soil, as its emissions were much higher than in finer-texture soils

Kata Kunci : pertanian, tanah bertekstur kasar, tanah bertekstur halus, emisi GRK, penambahan bahan organik, pengelolaan air,agriculture, coarse texture soil, finer texture soil, GHG emission, organic matter amendment, water management

  1. S3-2022-435532-abstract.pdf  
  2. S3-2022-435532-bibliography.pdf  
  3. S3-2022-435532-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2022-435532-title.pdf