Laporkan Masalah

PERGESERAN MAKNA BAWON: STUDI TENTANG UPAH BAWON DALAM SISTEM PERTANIAN TERBUKA DI DUSUN SAWANGAN WONOSOBO

ESTI FATIMAH, Drs. Suharman, M.Si

2022 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Di sebagian besar daerah di Jawa, tenaga kerja tani mulai terbatas, namun sistem pengelolaan tanaman padi secara tradisional dengan menggunakan tenaga manusia masih banyak dipertahankan. Hal ini menunjukkan bahwa konsep penerapan sistem padi tradisional berakar dari sistem pengetahuan lokal atau tradisional. Teknologi telah berkembang sedemikian rupa hingga menciptakan alat-alat untuk tujuan efisiensi pertanian seperti alat penanam padi hingga alat pemanen padi. Namun demikian, di sebagian daerah di Jawa tetap dengan menggunakan sistem terdahulu yakni dengan menggunakan tenaga manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa sistem bawon masih dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Sawangan dan bagaimana penerapan sistem pengupahan bawon yang dilakukan masyarakat serta pola pertukaran sosial apa yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengambilan data secara purposif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk melihat bagaimana penerapan bawon di Dusun Sawangan. Unit analisis penelitian ini adalah individu, yaitu petani pemilik lahan padi dan buruh tani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pemanenan dengan sistem bawon merupakan syarat petani pemilik lahan untuk mendapatkan tenaga buruh menanam padi dalam usaha menjaga hubungan baik antara petani dan buruh tani dan dianggap sebagai cara panen yang paling sesuai untuk diterapkan saat ini. Sistem bawon dianggap sepadan dengan usaha yang dikeluarkan oleh buruh daripada nominal upah harian yang terlalu kecil. Proses derep yang merupakan pemanenan dengan upah bawon bagi buruh yang ikut memanen dilakukan secara terbuka yang berarti siapa saja boleh ikut. Bagi hasil bagi pemilik lahan dan buruh berkisar antara 8:1 atau 9:1 tergantung keputusan pemilik lahan.

In most areas in Java, farm labor is starting to be limited, but the traditional rice crop management system using human labor is still widely maintained. This shows that the concept of implementing the traditional rice system is rooted in local or traditional knowledge systems. Technology has developed in such a way as to create tools for agricultural efficiency purposes such as rice planters to rice harvesters. However, in some areas in Java still using the previous system, namely by using human power. This study aims to find out why the Bawon system is still implemented by the Sawangan Hamlet community and how the Bawon wage system is implemented by the community and what social exchange patterns occur. This study uses a descriptive qualitative method with purposive data collection techniques. The method used in data collection is by observation, interviews, and documentation to see how the implementation of bawon in Sawangan Hamlet. The unit of analysis of this research is the individual, namely the farmers who own the rice fields and farm laborers. The results of this study indicate that the application of harvesting with the bawon system is a requirement for land-owning farmers to get laborers to plant rice in an effort to maintain good relations between farmers and farm workers and is considered the most appropriate harvest method to be applied today. The bawon system is considered commensurate with the effort expended by the workers rather than the nominal daily wage which is too small. The derep process, which is harvesting with bawon wages for workers who participate in harvesting, is carried out openly, which means that anyone can participate. Profit sharing for landowners and laborers ranges from 8:1 or 9:1 depending on the land owner's decision.

Kata Kunci : bawon, derep, petani pemilik lahan, buruh tani, bagi hasil

  1. S1-2022-399453-abstract.pdf  
  2. S1-2022-399453-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-399453-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-399453-title.pdf