Laporkan Masalah

Javanese Affixes Interference in The Indonesian Language by University Students in Malang

ROSALINA TSALIS R, Dr. B.R. Suryo Baskoro, M.S.

2022 | Tesis | MAGISTER LINGUISTIK

Pada saat ini, kehadiran bahasa asing dan bahasa daerah dapat mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang mengakibatkan banyaknya varian Bahasa Indonesia informal. Hal ini juga ditemukan dalam media sosial terutama Twitter. Penggunaan afiks Bahasa Jawa ini terjadi pada percakapan mahasiswa di Malang. Dari fenomena ini, peneliti tertarik untuk menguak bentuk, fungsi serta faktor penggunaan afiksasi Bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia yang digunakan oleh mahasiswa Malang. Teori Weinreich (1979) dianggap sejalan dan dapat memberikan penjelasan tentang faktor penggunaan afiks Bahasa Jawa sebagai bentuk interferensi morfologi. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan data verbal yang diperoleh dari berbagai sumber data. Sumber data yang pertama adalah ujaran atau tweets yang diketik oleh akun Twitter @mahasiswamlg dan pengikutnya. Kedua, peneliti menyebarkan open-ended kuisioner pada 30 mahasiswa Malang yang dapat berbicara Bahasa Jawa dan Indonesia. Untuk penyempurnaan, terakhir peneliti memilih 8 partisipan untuk melakukan interview mendalam tentang faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi morfologi akibat penggunaan afiks Bahasa Jawa pada Bahasa Indonesia. Afiks bahasa Jawa yang pertama berbentuk prefiks, terdapat prefiks tak-, ke-, dan N-yang berfungsi sebagai afiks pembentuk verba. Bentuk selanjutnya yaitu suffiks, suffiks adalah yang paling banyak ditemukan yaitu berjumlah 63 penggunaan. Suffiks yang ditemukan yaitu -e, -ne, -a, -en, dan -na. Sufiks -e berfungsi sebagai pembentuk noun. Sedangkan sisanya adalah sufiks pembentuk kata kerja terutama kata kerja perintah. Bentuk afiks yang terakhir yaitu konfiks, terdapat 20 konfiks atau afiks gabungan. Konfiks Bahasa Jawa yang ditemukan adalah tak- + e-, di + -i, tak- + -i, di- + -na, tak- + -na, kok- + -na, N- + -na. Temuan yang baru dan belum ditemukan dalam penelitian sebelumnya adalah hybrid afiks. Hybrid afiks adalah campuran dari prefiks bahasa Jawa yang digabung dengan sufiks Bahasa Indonesia. Dalam data ditemukan prefiks tak- yang diikuti dengan sufiks -in dan -kan. Fungsi dari semua konfiks yang ditemukan adalah pembentuk kata kerja. Setelah melakukan observasi dan interview yang mendalam, peneliti merumuskan dua faktor yaitu faktor dari dalam dan dari luar partisipan. Faktor dari dalam yaitu kebiasaan, bahasa ibu, penguasaan dua bahasa, keluarga, lingkungan, dan intensitas waktu lama tinggal di Malang. Sedangkan faktor dari luar yaitu preferensi kecenderungan memakai Bahasa Jawa, tidak adanya padanan dalam Bahasa Indonesia, media yang digunakan, dan identitas lawan tutur. Dari semua faktor yang paling menonjol adalah faktor kebiasaan, para partisipan mengaku tidak sengaja menggunakan afiksasi Bahasa Jawa selama berbicara Bahasa Indonesia. Selain itu, partisipan adalah penutur bilingual dan minimal salah satu orang tua berasal dari Jawa. Hal ini mendukung tejadinya faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi menurut Weinreich (1979).

Presently, the presence of foreign languages and regional languages can have an impact on the usage of Indonesian, resulting in a variety of informal variants. In daily conversation, Javanese affixation is often used in Indonesian dialogue. It also exists in social media, particularly Twitter. Malang students employ Javanese affixation in their interactions. From this phenomenon, researchers are engrossed in uncovering the form, function, and factors of the use of Javanese affixation in Indonesian by Malang university students. Weinreich's (1979) theory is considered in line and can provide an explanation of the factors of using Javanese language affixation as a form of morphological interference. This study use descriptive qualitative research to explicate verbal data acquired from several data sources. The first data source consists of the tweets sent by the Twitter account @mahasiswamlg and its followers. Second, the researcher gave open-ended questionnaires to thirty Malang students who are bilingual in Javanese and Indonesian in order to collect dialogues and the reasons for the usage of Javanese affixes. The researcher ultimately decided to conduct in-depth interviews with eight participants on the factors in developing morphological interference owing to the usage of Javanese affixes in Indonesian. The first Javanese affixes are in the form of prefixes; there are tak-, ke-, N- prefixes that function as verb-forming affixes. The following form is suffix, which occurs the most frequently (61 times). There are suffixes -e, -ne, -a, -en, and -na. The suffix -e, which is an allomorph with the suffix -ne functions as a noun former. While, the rest are verb-forming suffixes, especially command verbs. The last form of affix is confix or combination of affixes. The Javanese confixes found were tak- + e-, di + -i, tak- + -i, di- + -na, tak- + -na, kok- + -na, N- + -na. A new finding that has not been revealed in previous studies is hybrid affixes. Hybrid affixes consist of a combination of Javanese prefixes and Indonesian suffixes. The data found the prefix tak- followed by the suffixes -in and -kan. The function of all the confixes found is to form a verb. After undertaking in-depth observations and interviews, the researcher identified two factors: influences from inside individuals and factors from outside. Habits, mother tongue, knowledge of two languages, family, surroundings, and duration of residence in Malang are internal influences. Meanwhile, external influences include the desire for the inclination to use Javanese, the lack of an equivalent in Indonesian, the media utilized, and the interlocutor's identity. The most important of all the components is the habit factor; participants acknowledged using Javanese affixation when speaking Indonesian by unintentionally. In addition, the completed questionnaire reveals that the individuals are bilingual, and at least one of their parents is Javanese. This validates Weinreich's (1979) assertion that interference occurs in bilingual speakers.

Kata Kunci : interference, javanese affixes, morphological interference, language variation.

  1. S2-2022-467101-abstract.pdf  
  2. S2-2022-467101-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-467101-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-467101-title.pdf