Laporkan Masalah

INTENSITAS PENYAKIT MOLER (Fusarium spp.) PADA BAWANG MERAH DI DUA KETINGGIAN BERBEDA DI LUAR MUSIM TANAM

MUH ANWAR MAULANA, Prof. Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc., Ph.D.

2022 | Skripsi | S1 PROTEKSI TANAMAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang diminati oleh petani di Indonesia. Pada masyarakat Indonesia bawang merah merupakan komoditas yang mempunyai peranan penting seperti sebagai bumbu masakan, obat tradisional, dan bahan baku kosmetik. Sehingga produksi bawang merah dituntut untuk dapat memenuhi permintaan bawang merah sepanjang tahun. Pada bulan Oktober/Desember sampai bulan Maret/April merupakan off-season/luar musim. Curah hujan disaat off-season cenderung meningkat dan umumnya terjadi di musim penghujan. Pada saat off-season produktivitas bawang merah cenderung rendah. Penurunan produktivitas ini dikarenakan meningkatnya intensitas penyakit dan sedikitnya petani yang berani untuk menanam bawang merah. Salah satu penyakit yang merugikan tanaman bawang merah ialah penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium spp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketinggian dan cuaca terhadap insidensi dan intensitas penyakit moler di luar musim. Penelitian dilakukan di dua lahan pengamatan yang berbeda, yaitu di daerah Berbah (94 mdpl) dan Nawungan (258 mdpl). Pada tiap lahan dilakukan pengamatan intensitas dan insidensi penyakit moler. Data cuaca yang digunakan ialah suhu, kelembaban dan intensitas yang diambil dari data BMKG dan dengan menggunakan alat HOBO meter. Kemudian dilakukan wawancara seputar pengelolaan penyakit yang dilakukan tiap petani. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis jalur atau path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat off-season di lahan Nawungan dan Berbah, curah hujan dapat mempengaruhi kejadian penyakit moler secara langsung, sedangkan suhu hanya berpengaruh secara langsung di daerah Nawungan. Perbedaan ketinggian tiap lahan tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap kejadian dan keparah penyakit moler.

Shallots are one of the commodities that are in demand by farmers in Indonesia. In Indonesian society, shallot is a commodity that has an important role such as cooking spices, traditional medicines, and cosmetic raw materials. So that the production of shallots can meet the demand for shallots throughout the year. October/December to March/April are off-season. Rainfall during the off-season increases and generally occurs in the rainy season. During the off-season, shallot productivity tends to be low. This decline in productivity is due to assessing the disease and the lack of farmers who dare to plant shallots. One of the diseases that harm shallots is a disease caused by Fusarium spp. This study aims to determine the effect of altitude and weather on the incidence and intensity of disease out of season. The study was conducted in two different observations, namely in the Berbah area (94 masl) and Nawungan (258 masl). In each field, observations and the incidence of twisted disease were carried out. The weather data used are temperature, humidity and intensity taken from BMKG data and using a HOBO meter. Then interviews was conducted about the management of the disease carried out every farmer. Then the data were analyzed using path analysis or path analysis. The results showed that during the off-season in Nawungan and Berbah land, rainfall could directly affect disease incidence, while temperature only had a direct effect on Nawungan areas. The differences in each field did not cause a significant difference in the incidence and severity of twisted disease

Kata Kunci : Bawang merah, moler, curah hujan, ketinggian, insidensi

  1. S1-2022-427885-abstract.pdf  
  2. S1-2022-427885-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-427885-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-427885-title.pdf