Dinamika Diskursus Gender, Seks, dan Seksualitas dalam Gerakan Sosial LGBTQ: Studi pada GAYa Nusantara
HAFIZA DINA ISLAMY, Milda Longgeita Br. Pinem, S.Sos., M.A., Ph.D
2022 | Skripsi | S1 PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAANGerakan sosial selalu menjadi medium bagi kelompok marginal untuk menuntut pemenuhan hak sebagaimana kelompok lain. Gerakan sosial ini membutuhkan sebuah identitas bersama oleh para anggota gerakan sehingga mampu menampung pluralitas identitas di dalamnya. Saat suatu gerakan sosial ingin memperluas cakupan keanggotaannya, perlu diciptakan suatu identitas bersama yang baru. Fenomena tersebut dapat diamati dalam gerakan LGBTQ. Karena diskursus gender, seks, dan seksualitas sangat cair, identitas bersama yang dibawa dalam gerakan LGBTQ terus mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu. Baik di tingkat global maupun nasional, gerakan sosial terbuka kelompok LGBTQ pada awalnya cenderung dimotori kelompok homoseksual (gay atau lesbian) dan transpuan. Lama-kelamaan, gerakan ini mulai diikuti oleh kelompok minoritas keberagaman gender, seks, dan seksualitas lainnya, seperti kelompok lesbian, transgender, interseks, dan aseksual. Fenomena tersebut dialami langsung oleh GAYa Nusantara selaku gerakan sosial LGBTQ tertua yang masih bertahan hingga saat ini di Indonesia. Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha melihat dinamika gerakan sosial dari GAYa Nusantara dalam merespons kecairan diskursus gender, seks, dan seksualitas. Secara spesifik, penelitian ini mendiskusikan pergeseran pengetahuan dan perubahan aktivisme gerakan dalam GAYa Nusantara. Untuk mengkaji fenomena perkembangan gerakan sosial dalam GAYa Nusantara, penelitian ini menggunakan kontekstualisasi Teori Queer dalam Teori Gerakan Sosial Baru. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara bersama lima informan, studi dokumentasi, dan studi media lainnya. Penelitian ini memiliki dua temuan: (1) GAYa Nusantara terus mengadopsi pengetahuan baru terkait diskursus gender, seks, dan seksualitas ke dalam konteks Indonesia; dan (2) Aktivisme gerakan GAYa Nusantara turut dipengaruhi oleh perkembangan diskursus gender, seks, dan seksualitas, selain oleh penambahan kebutuhan kelompok LGBTQ, kondisi global, dan perkembangan teknologi. Penelitian ini menarik kesimpulan bahwa kecairan diskursus gender, seks, dan seksualitas membuka kesempatan bagi GAYa Nusantara untuk terus mendefinisikan ulang identitas bersamanya, dan lantas mampu mengikutkan kelompok keragaman gender, seks, dan seksualitas yang lebih luas dalam gerakannya.
Social movements have always been a medium for marginal groups to demand the fulfillment of rights like other groups. Social movement requires a shared identity by the members of the movement so that it can accommodate the plurality of identities within it. When a social movement wants to expand the scope of its membership, it needs to create a new common identity. This phenomenon can be observed in the LGBTQ movement. Because the discourse on gender, sex, and sexuality is very fluid, the shared identity that is carried in LGBTQ continues to change from time to time. Both at the global and national levels, open social movements for the LGBTQ group initially tended to be driven by homosexuals (gays or lesbians) and trans women. Over time, this movement began to be followed by minority groups of gender, sex, and other sexualities, such as lesbian, transgender, intersex, and asexual groups. This phenomenon was experienced directly by GAYa Nusantara as the oldest LGBTQ social movement that still survives today in Indonesia. Departing from this background, this study tries to see the dynamics of the social movement of GAYa Nusantara in response to the fluidity of discourse on gender, sex, and sexuality. Specifically, this study focuses on changes in knowledge and changes in movement activism in GAYa Nusantara. To examine the phenomenon of the development of social movements in GAYa Nusantara, this study uses the contextualization of Queer Theory in New Social Movement Theory. This research was conducted using the case study method. Data were collected by interviewing five informants, documentation studies, and other media studies. This study has two findings: (1) GAYa Nusantara continues to adopt new knowledge related to gender, sex, and sexuality discourses into the Indonesian context; and (2) the activism of the GAYa Nusantara movement is also influenced by the development of discourse on gender, sex, and sexuality, in addition to the increasing needs of the LGBTQ group, global conditions, and technological developments. This study concludes that the fluidity of discourse on gender, sex, and sexuality opens up opportunities for GAYa Nusantara to continue to redefine its shared identity, and then be able to include the wider group of gender, sex, and sexuality diversity in its movement.
Kata Kunci : Gerakan sosial, LGBTQ, Seksualitas, GAYa Nusantara, Social movement, Queer