Connective Action and Collective Action: Kajian Respon Warganet Terhadap Gerakan #BupatiKlatenMemalukan dalam Pilkada Klaten 2020

THOMAS TATAG YANA K, Amalinda Savirani, S.IP., MA.,PhD

2022 | Skripsi | S1 POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Artikel ini membahas gerakan #BupatiKlatenMemalukan dalam konstelasi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Klaten 2020. Peneliti ingin melihat korelasi antara "connective action" di satu sisi dan "collective action" di sisi lain dalam memahami protes masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Klaten di media sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis big data dan metode wawancara untuk pengambilan data dan analisis. Metode tersebut digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan polarisasi isu, substansi wacana, hingga aktor yang berperan sebagai opinion leader. Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa pertama, gerakan media sosial tidak sepenuhnya efektif dalam dalam membingkai gerakan protes, karena gerakan #BupatiKlatenMemalukan ini sebatas clicktivism, yaitu gerakan yang hanya sebatas "click" tanpa adanya gerakan fisik, yang cenderung tidak progresif; kedua, gerakan berbasis media membutuhkan penopang yakni gerakan kolektif secara fisik (offline) dari masyarakat untuk mengubah suatu kebijakan; ketiga clicktivism #BupatiKlatenMemalukan secara garis besar tidak serta merta mengubah preferensi politik seseorang; keempat, gerakan berbasis media sosial memiliki keterbatasan dalam mendorong perubahan rezim lokal.

This article discusses the #BupatiKlatenMemalukan movement in the constellation of the 2020 Klaten Regency Regional Head Election. Researchers want to see the correlation between "connective action" on the one hand and "collective action" on the other hand in understanding public protests in the Klaten Regency Regional Head Election on social media. In this study, researchers used the "big data" analysis method and the interview method for data collection and analysis. This method is used to identify and map the polarization of issues, the substance of the discourse, to actors who act as opinion leaders. In this study, we find that first, the social media movement is not fully effective in framing the protest movement, because the #BupatiKlatenMemalukan movement is limited to clicktivism, which is a movement that only "clicks" without any physical movement, which tends not to be progressive; second, media-based movements need support, namely physical collective movements (offline) from the community to change a policy; Third, the #BupatiKlatenMemalukan clicktivism does not necessarily change a person's political preferences; fourth, social media-based movements have limitations in encouraging local regime change.

Kata Kunci : Connective Action, Collective Action, Hastivism, Pilkada, Gerakan Sosial, Big Data Analysis