Laporkan Masalah

Konflik Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Lahan Pertambangan di Desa Jangrana, Kabupaten Cilacap

RAMADHAN SURYA I, Prof. Susetiawan, S.U

2022 | Tesis | MAGISTER PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Isu seputar pembebasan tanah selalu menarik untuk dibahas karena dalam prosesnya kerap kali memunculkan konflik kepentingan, baik konflik yang bersifat laten maupun konflik yang bersifat manifes. Konflik tanah dalam penelitian ini terjadi di Clay Quarry PT. Solusi Bangun Indonesia (SBI) Plant Cilacap atas pembebasan tanah yang dilakukan pada tahun 2000 dan 2001. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perkembangan konflik yang berlangsung di Desa Jangrana. Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus karena konflik laten dan manifes yang terjadi di Desa Jangrana masih terus berlangsung dan berbeda dengan yang terjadi di daerah lain. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi, dokumentasi, dan wawancara terhadap 20 informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembebasan tanah pada tahun 2000 dan 2001 tidak langsung menghadirkan konflik secara terbuka. Awal perkembangan konflik terjadi secara laten karena meningkatnya kesadaran masyarakat pemilik tanah dan ahli warisnya tentang ketidakadilan yang dulu terjadi. Kesadaran tersebut semakin berkembang seiring habisnya lahan garapan mereka yang digusur untuk keperluan tambang. Buah dari ketidakadilan yang dialami petani penggarap tanah tambang dan ahli warisnya tersebut akhirnya memunculkan sikap distrust terhadap kepemimpinan Kepala Desa dan PT. SBI Plant Cilacap. Petani penggarap tanah tambang memang berdalih bahwa mereka legawa ketika lahannya digusur untuk kepentingan tambang, tetapi dibalik itu sebenarnya mereka menyesalkan sikapnya dulu untuk menjual tanahnya. Implikasinya, riwayat tentang pembebasan tanah tersebut kini tumbuh menjadi luka batin masyarakat yang belum tersembuhkan. Luka batin ini akhirnya dilampiaskan dalam beberapa momentum konflik terbuka, yaitu konflik kebisingan tambang, adanya paksaan dalam proses penggusuran tanaman dan adanya indikasi monopoli program CSR dari Pemerintah Desa. Selain itu, kegagalan perusahaan untuk menjalankan program alih profesi juga memperparah kondisi ketidakberdayaan petani penggarap tanah tambang untuk melangsungkan hidupnya dimasa mendatang. Penelitian ini menunjukkan bahwa resolusi konflik dan transformasi konflik sangat diperlukan untuk menyelesaikan akar persoalan sehingga seluruh pihak yang berkonflik dapat menciptakan sistem sosial yang lebih adil.

Land acquisition is always an interesting issue to be discussed because there are many conflicts of interest, both latent and manifes along the process. The location of this research is Clay Quarry PT. Solusi Bangun Indonesia (SBI) Plant Cilacap focuses on the issue of land acquisitions that happened in 2000 and 2001. This research aims to understand the conflict development in Jangrana Village. This research uses a qualitative method, specifically using a case study approach due to the latent and manifest conflicts that happen in Jangrana Village. Additionally, those conflicts do not happen in other regions. The researcher uses observation, documentation, and deep interview with 20 informants as the data collection methods. The result of this research shows that the land acquisition in 2000 and 2001 did not reveal open conflict. The early stage of conflict appeared latently due to the rising awareness of landowners and their heirs toward the injustice of past land acquisitions. As the result, there are many of their agricultural land-based is evicted to be mining land-based. That injustice phenomenon triggers more awareness of society and they turn to have a distrust toward the leaderships of the Head of Village and PT. SBI Plant Cilacap. The farmers who cultivate mining land admit that they are compliant when their lands are evicted for mining use. However, they actually regret their past decision to sell their lands. The implication, the history of land acquisition turns out to be an inner wound for society. Finally, the inner wounds are expressed in a manifest conflict, such as mining noise conflicts, coercion in the eviction process, and indications of a CSR program is being monopolized by the village government. In addition, the company's failure to carry out a professional transfer program also exacerbates the condition of the powerlessness of the mining land cultivators to live their life in the future. This research shows conflict resolution and conflict transformation are necessary to solve the root cause to build a fais social system for both conflict parties.

Kata Kunci : Pembebasan Tanah, Konflik, CSR

  1. S2-2022-449231-abstract.pdf  
  2. S2-2022-449231-bibliography.pdf  
  3. S2-2022-449231-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-449231-title.pdf