Modernisasi Sistem Irigasi di Karesidenan Surakarta, 1870-1930an
RIZKY ADITYA S, Dr. Sri Margana, M.Hum.
2022 | Skripsi | S1 SEJARAHPenelitian ini mengkaji mengenai modernisasi sistem irigasi di wilayah Karesidenan Surakarta pada periode 1870-1930an. Wilayah Karesidenan Surakarta dipilih karena berdekatan dengan sungai terpanjang di Pulau Jawa, yaitu Bengawan Solo. Selain itu, wilayah tersebut juga dekat dengan Gunung Merapi, yang menyebabkan suburnya lahan-lahan pertanian. Lahan-lahan tersebut tentunya membutuhkan sarana irigasi dalam pemanfaatannya. Modernisasi irigasi tidak lepas dari peran insinyur-insinyur Belanda yang datang ke Hindia Belanda pada abad ke-19. Pada awalnya, insinyur-insinyur tersebut merupakan insinyur militer dan memiliki sedikit pengalaman dalam pembangunan infrastruktur sipil/publik. Seiring waktu berjalan, insinyur-insinyur tersebut diberikan tanggung jawab oleh pemerintah kolonial untuk membangun infrastruktur publik, salah satunya adalah sarana irigasi. Sistem irigasi, sebenarnya telah lama hadir di Nusantara. Akan tetapi, dengan konstruksi yang masih sangat sederhana, sistem irigasi tersebut bersifat sementara karena hampir selalu hancur ketika hujan deras atau arus alirang sungai yang deras. Salah satu peran utama insinyur irigasi adalah mengubah sistem irigasi yang telah ada menjadi bersifat permanen. Politik Etis dan Reorganisasi Agraria kemudian memegang peranan penting dalam penerapan sistem irigasi yang lebih modern di awal abad ke-20. Namun, penerapan sistem irigasi yang lebih modern tersebut juga menimbulkan kritik dan permasalahan baru, terutama mengenai petani dan pemilik perkebunan. Modernisasi irigasi yang diterapkan di wilayah Surakarta bertujuan untuk mengatasi konflik yang kerap terjadi, terutama mengenai pembagian air, antara pemilik perkebunan dan petani, dengan fokus untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. Akan tetapi, meskipun terdapat peningkatan produksi tanaman pangan, tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber-sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsip memori serah terima jabatan, terbitan resmi, dan koran. Sedangkan sumber-sumber sekunder menggunakan buku, artikel dan jurnal ilmiah, serta sumber-sumber yang dapat diakses menggunakan internet.
This study examines the modernization of the irrigation system in the Surakarta Residency in the period 1870-1930s. The Surakarta Residency area was chosen because it is close to the longest river on the island of Java, namely the Bengawan Solo. In addition, the area is also close to Mount Merapi, which causes fertile agricultural land. These lands certainly require irrigation facilities in their utilization. The modernization of irrigation cannot be separated from the role of Dutch engineers who came to the Dutch East Indies in the 19th century. Initially, the engineers were military engineers and had little experience in civil/public infrastructure development. Over time, these engineers were given the responsibility by the colonial government to build public infrastructure, one of which was irrigation facilities. The irrigation system has actually been around for a long time in the archipelago. However, with a construction that is still very simple, the irrigation system is temporary because it is almost always destroyed during heavy rains or heavy river flows. One of the main roles of irrigation engineers is to convert existing irrigation systems into permanent ones. Ethical Politics and Agrarian Reorganization then played an important role in the implementation of a more modern irrigation system in the early 20th century. However, the implementation of a more modern irrigation system also raises new criticisms and problems, especially regarding farmers and plantation owners. Irrigation modernization implemented in the Surakarta area aims to overcome conflicts that often occured, especially regarding the distribution of water, between plantation owners and farmers, with a focus on improving people's lives. However, although there was an increase in food crop production, it was not directly proportional to the level of community welfare. The method used in this research is the historical method using primary and secondary sources. The primary sources used in this research are the handover memory archives, official publications, and newspapers. While secondary sources use books, articles and scientific journals, as well as sources that can be accessed using the internet.
Kata Kunci : Modernisasi, Irigasi, Karesidenan Surakarta, Politik Etis, Insinyur.