Laporkan Masalah

INOVASI KEBIJAKAN PANGANKU DI KABUPATEN KULON PROGO

ADITYA KUSUMA N, Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA.; Dr. Dewi Haryani Susilastuti, M.Sc.,; Dr. soc. pol. Agus Heruanto Hadna, M.Sc.

2022 | Disertasi | DOKTOR KEPEMIMPINAN DAN INOVASI KEBIJAKAN

Program Panganku merupakan kebijakan modifikasi dari Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) (sekarang bernama Program Sembako) dengan menggunakan produk dan pemasok lokal Kulon Progo. Produk tersebut terdiri atas komoditas beras, telur, sayur, dan buah. Studi mengenai program bantuan pangan untuk masyarakat miskin telah banyak dilakukan, tetapi sedikit yang melihat dari sisi proses inovasi suatu kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk membedah keinovasian program Panganku di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Studi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan campuran. Pendekatan kualitatif untuk mengidentifikasi keinovasian program panganku dengan melihat proses inovasi menggunakan teori proses inovasi Roger (2003) dan Osborne-Brown (2005) yaitu tahap inisiasi, implementasi dan difusi. Pendekatan kuantitatif yang menggunakan data Susenas Bulan Maret 2019 dan Maret 2020, untuk melihat ketahanan pangan rumah tangga penerima manfaat inovasi panganku. Analisis ketahanan pangan tingkat rumah tangga dengan metode Johnson dan Toole yang kemudian melihat keberhasilannya dengan menggunakan metode Difference-in-Difference (DiD). Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga di Kulon Progo berdasarkan dengan metode Johnson and Toole menyebutkan sebanyak 47,6% rumah tangga di Kulon Progo berkategori tahan pangan. Terdapat 59,8% rumah tangga dengan proporsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran <60% dan sebanyak 79,3% telah terpenuhi kecukupan kalorinya yaitu proporsi kalori per kapita terhadap angka kecukupan energi >80%. Berdasarkan metode Difference-in-Difference (DiD), rumah tangga penerima inovasi Panganku memiliki probabilitas ketahanan pangan lebih tinggi 15% hingga 16% dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak menerima program. Berdasarkan proses inovasinya, pada tahap inisiasi, agenda setting atau permasalahan yang ingin dijawab adalah tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo dan memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal yang berlimpah. Inovasi panganku dilaunching tanggal 10 Agustus 2018 yaitu memberikan bantuan pangan kepada penduduk miskin dengan menggunakan produk lokal kulon progo. Tahap implementasi dilakukan dengan banyak penyesuaian di dalam dan luar organisasi dalam rangka memastikan pemasok dan produk lokal Kulon Progo dapat digunakan. Tahap difusi dilakukan dengan melihat karakteristik inovasi dan saluran inovasi yang memungkinkan Panganku direplikasi. Namun terdapat beberapa kelemahan pada setiap tahapan proses inovasi yang bisa diperbaiki untuk mengatasi permasalahan.

The Panganku Program is a modified policy of the Non-Cash Food Assistance Program (BPNT) (now called the Sembako Program) using local Kulon Progo products and suppliers. These products consist of rice, eggs, vegetables and fruit commodities. Many studies on food aid programs for the poor have been carried out, but few have looked at the innovation process of a policy. This study aims to dissect the innovation of the Panganku program in Kulon Progo Regency, Yogyakarta Special Region (DIY). This study was conducted using a mixed approach. A qualitative approach to identify the innovation of my food program by looking at the innovation process using the innovation process theory of Roger (2003) and Osborne-Brown (2005), namely the initiation, implementation and diffusion stages. A quantitative approach that uses Susenas data for March 2019 and March 2020, to see the food security of households that are beneficiaries of my food innovation. Analysis of household food security using the Johnson and Toole method which then saw its success using the Difference-in-Difference (DiD) method. Food security at the household level in Kulon Progo based on the Johnson and Toole method states that 47.6% of households in Kulon Progo are categorized as food insecure. There were 59.8% of households with the proportion of food expenditure to total expenditure <60% and as many as 79.3% having fulfilled their calorie adequacy, namely the proportion of calories per capita to the energy adequacy rate >80%. Based on the Difference-in-Difference (DiD) method, households that receive Panganku innovation have a 15% to 16% higher probability of food security compared to households that do not receive the program. Based on the innovation process, at the initiation stage, the agenda setting or problem to be answered is the high poverty rate in Kulon Progo Regency and utilizing the potential of abundant local natural resources. My food innovation was launched on 10 August 2018 which is to provide food assistance to the poor using local Kulon Progo products. The implementation phase was carried out with many adjustments inside and outside the organization in order to ensure that local Kulon Progo suppliers and products could be used. The diffusion stage is carried out by looking at the characteristics of the innovation and the innovation channel that allows Panganku to be replicated. However, there are some weaknesses at each stage of the innovation process that can be improved to overcome the problems.

Kata Kunci : Inovasi, Kebijakan, Panganku, BPNT, Sembako, Ketahanan Pangan, Kulon Progo. Innovation, Policy, My Food, BPNT, Sembako, Food Security, Kulon Progo.

  1. S3-2022-405861-abstract-Eng.pdf  
  2. S3-2022-405861-bibliography.pdf  
  3. S3-2022-405861-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2022-405861-title.pdf