Laporkan Masalah

Gaung Perjuangan Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP): Refleksi Atas Kebijakan Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Era Neoliberal

BERNADETA KARUNA LALITA ANINDYAJATI, Fuji Riang Prastowo, S.Sos., M.Sc

2022 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Paradigma pembangunan hingga saat ini masih diyakini oleh Pemerintah Indonesia sebagai dasar pelaksanaan negara. Maka kemudian, penyusunan sejumlah agenda pemerintahan merujuk pada kebijakan-kebijakan terkait. Salah satunya rencana pembangunan infrastruktur yang terus digencarkan untuk mendukung iklim investasi demi keberhasilan reformasi perekonomian Indonesia. Glorifikasi akan rencana pembangunan infrastruktur telah dimulai sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diteruskan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo menjadi salah satu rencana pendukung agenda pembangunan infrastruktur tersebut. Akan tetapi, di dalam pelaksanannya, proyek tambang pasir besi menemukan sejumlah persoalan, seperti pada proses pengadaan tanah untuk penambangan. Sebab, lahan yang akan digunakan merupakan ruang penghidupan bagi masyarakat setempat pesisir Kulon Progo. Lahan tersebut tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga menjadi tempat mata pencaharian. Pada poin inilah terjadi tabrakan kepentingan antara pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya berupaya keras untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Terkait situasi ini, masyarakat pesisir Kulon Progo meresponnya dengan membentuk sebuah organisasi akar rumput yang bernama Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), sebagai wadah perjuangan untuk mempertahankan hak penghidupannya. Terdapat berjuta dinamika di dalam proses panjang perjuangan tersebut. Realita ini kemudian mengantarkan pada pertanyaan bagi studi ini: Bagaimana strategi resistensi Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) sebagai sebuah organisasi akar rumput dalam menghadapi persoalan proyek tambang pasir besi di wilayah pesisir Kulon Progo? Melalui metode kualitatif deskriptif, studi ini menemukan beberapa hal, diantaranya 1) Pemetaan para aktor dibalik agenda penambangan pasir besi di Kulon Progo; 2) Pemantik konflik yang terjadi antara pihak penyelenggara penambangan dengan masyarakat setempat; 3) Narasi perjuangan petani pesisir Kulon Progo yang tergabung di dalam PPLP-KP dengan berdasar pada pembagian periode waktu � dulu (sebelum terlembaga), kini (setelah terlembaga), dan esok (dalam situasi ketidakpastian yang menyelimuti). Studi ini dilakukan pada era Pemerintahan Joko Widodo, tepatnya saat pelaksanaan proyek tambang pasir besi sedang hiatus. Pembacaan konteks saat sedang hiatus kemudian berpengaruh bagi perolehan data. Maka kemudian, hal ini menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya supaya dilakukan pada waktu yang berbeda.

The Indonesian government continues to believe in the development paradigm as the foundation for state implementation. Thus, the development of a variety of government agendas is a reference to related policies. One of them is the infrastructure development strategy, which is being accelerated in order to foster an investment climate conducive to the success of Indonesia's economic reforms. The glorification of infrastructure development plans began during the Susilo Bambang Yudhoyono administration and has continued under President Joko Widodo's administration. Iron sand mining off the coast of Kulon Progo is one of the initiatives aimed at advancing the agenda for infrastructure development. However, the iron sand mining project encountered a number of difficulties during its implementation, including difficulties with land acquisition for mining. This is because the land to be developed is a residential area for the Kulon Progo coastal community. Not only is the land a place to live, but it is also a source of livelihood. At this point, a conflict of interest exists between the government and its citizens. Both are putting in considerable effort to protect their respective interests. In response to this situation, the coastal community of Kulon Progo formed the Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), a grassroots organization that serves as a forum for the struggle to defend their livelihood rights. There are millions of dynamics at work throughout the lengthy process of this conflict. This reality then leads to the study's central question: What is the resistance strategy of the Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) as a grass-roots organization in dealing with the problems associated with the iron sand mining project in Kulon Progo's coastal area? This study discovered several things using descriptive qualitative methods, including the following: 1) A map of the actors driving the iron sand mining agenda in Kulon Progo; 2) The triggers of conflicts between the mining operator and the local community; and 3) A narrative of the struggle of the Kulon Progo coastal farmers who are members of the PPLP-KP, divided into three time periods: before (before being institutionalized), now (after being institutionalized), and tomorrow (in a situation of uncertainty surrounding). This study was conducted during the era of the Joko Widodo administration, precisely when the implementation of the iron sand mining project was on hiatus. Context reading while on hiatus then affects data acquisition. So then, this becomes a reference for further research to do at a different time.

Kata Kunci : proyek tambang pasir besi, organisasi akar rumput, strategi resistensi

  1. S1-2022-413243-abstract.pdf  
  2. S1-2022-413243-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-413243-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-413243-title.pdf