Laporkan Masalah

STRATEGI ADAPTASI KLENTENG KWAN SING BIO TUBAN PADA MASA ORDE BARU (1966-1998)

MASFIATUL CHOIRIYAH, Dr. Abdul Wahid, M. Hum., M.Phil.

2022 | Tesis | MAGISTER SEJARAH

Kebijakan asimilasi rezim Orde Baru terkenal diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Kebijakan tersebut membatasi segala aktifitas yang berkaitan dengan kepercayaan, kebudayaan dan adat istiadat Tionghoa. Agama Konghucu pun tidak diakui sebagai agama resmi di Indonesia, dan Klenteng harus berganti nama menjadi Wihara atau Tempat Ibadah Tri Dharma. Selain itu, aktivitas peribadatan dan eksistensi klenteng bagi etnis Tionghoa juga dibatasi. Kekangan tersebut juga di rasakan oleh warga Tionghoa Tuban dan tempat ibadah mereka Klenteng Kwan Sing Bio. Atas dasar itu, tesis ini berupaya untuk memahami dampak yang dialami oleh Klenteng Kwan Sing Bio serta bagaimana mereka menghadapi kebijakan asimilasi Orde Baru tersebut. Fokus utama dari tesis ini adalah strategi adaptasi yang dikembangkan oleh Klenteng kwan Sing Bio Tuban dalam menghadapi kebijakan asmilasi Orde Baru. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sosial dengan menggunakan bantuan dari teori dramaturgi front stage dan back stage untuk menganalisis siasat apa yang dikembangkan pihak klenteng agar dapat survive menghadapi kebijakan asimilasi tersebut. Dengan menggabungkan berbagai sumber sejarah dan sejarah lisan, penelitian ini menemukan bahwa pengurus dan umat Klenteng Kwan Sing Bio mengembangkan 4 (empat) strategi adaptasi untuk menghadapi kebijakan asimilasi di masa Orde Baru, yang sangat mengekang kebebasannya sebagai tempat ibadah bagi etnis Tionghoa Tuban. Strategi adaptasi tersebut adalah bergabung dalam naungan Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma, memperkuat organisasi kepengurusan dan anggota umat, menjalin hubungan dengan elit lokal dan masyarakat sekitar, dan memperkenalkan kesakralan Dewa Kwan Sing Tee Koen. Hasilnya Klenteng Kwan Sing Bio berhasil mempertahankan eksistensinya dan bahkan bisa berkembang dengan baik selama masa Orde Baru.

The New Order's assimilation policies were notoriously discriminative against Chinese. The policy had restricted activities related to Chinese beliefs, culture, and customs. Confucianism was not recognized as official religion in Indonesia, and forced the klenteng to change its name to a Wihara or Tri Dharma Place of Worship. Moreover, all ritual activities and existence of the klenteng were restricted. The Chinese residents of Tuban and their Kwan Sing Bio Klenteng suffered similar restriction during the New Order. For that reason, this thesis seeks to understand the situation of Klenteng Kwan Sing Bio and the way they dealt with the assimilation policy. The thesis's main focus is the adaptation strategy of Kwan Sing Bio Klenteng of Tuban in dealing with The New Order's assimilation policies. To do so, this thesis adopts social history approach and using the dramaturgy theory of front-stage and backstage to analyze the klenteng's tactics to survive the assimilation policies of the new order. By combining various historical sources and oral history, this study finds out that management and attendants of the Kwan Sing Bio Klenteng developed 4 (four) strategies of adaptation in dealing with the New Order's assimilation policies, which severely restricted its freedom as a place of worship for the Chinese of Tuban. The strategies of adaptation are by joining the Tri Dharma Association of Places of Worship, strengthening the management of klenteng and its community members, establishing relationships with local elites and the surrounding local community, and introducing the sacredness of Dewa Kwan Sing Tee Koen. As a result, it is evident that the Kwan Sing Bio Klenteng is quite successful in preserving and even in developing its existence under the New Order regime.

Kata Kunci : strategi, adaptasi, klenteng, Orde Baru

  1. S2-2022-437493-Abstract.pdf  
  2. S2-2022-437493-Bibliography.pdf  
  3. S2-2022-437493-Tableofcontent.pdf  
  4. S2-2022-437493-Title.pdf