Respon Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa), Bayam (Amaranthus tricolor L.), dan Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Terhadap Perbedaan Electrical Conductivity (EC) Pada Sistem Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT)
NISAUL KHOIRIYAH M, Dr.Ir. Nursigit Bintoro M.Sc.;Yudha Dwi Prasetyatama S.T., M.Eng.
2022 | Skripsi | S1 TEKNIK PERTANIANBPS pada tahun 2018 merilis data luas lahan pertanian dimana lahan baku sawah di Indonesia menurun menjadi 7,1 juta hektar dari yang sebelumnya 7,75 hektar pada 2013. Salah satu sistem pertanian yang dapat digunakan untuk mengatasi penyempitan lahan adalah hidroponik. Parameter paling penting dalam sistem hidroponik adalah kadar larutan nutrisi. Pengukuran kadar larutan nutrisi dapat dilakukan dengan mengukur nilai electrical conductivity (EC) larutan nutrisi tersebut. Besar kecilnya nilai EC pada larutan nutrisi yang diberikan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati respon pertumbuhan bayam, kangkung dan selada pada larutan nutrisi dengan nilai EC 0,5 mS/cm, 2,0 mS/cm, dan 3,5 mS/cm. Penanaman menggunakan hidroponik NFT (nutrient film technique), yaitu sistem hidroponik dimana nutrisi diberikan kepada tanaman dengan mengalirkan larutan secara terus menerus dengan ketebalan aliran yang sangat tipis. Electrical conductivity larutan adalah kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik yang merepresentasikan jumlah hara terlarut dalam suatu larutan. Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur kemudian dilakukan uji ANOVA satu arah dan DMRT untuk melihat apakah ada perbedaan atar perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan EC 2,0 mS/cm adalah yang terbaik untuk bayam dan selada berdasarkan nilai tertinggi dari parameter-parameter yang diukur dan untuk kangkung, pada nilai EC 3,5 mS/cm. Pada perlakuan EC 0,5 mS/cm untuk ketiga tanaman mengalami pertumbuhan yang tidak normal seperti daun menguning, lunak dan gugur, dan pada tanaman kangkung ujung batangnya mengering.
BPS the Indonesian statistics institution in 2018 released data on the area of agricultural land where raw rice fields in Indonesia decreased to 7.1 million hectares from the previous 7.75 hectares in 2013. One of the agricultural systems that can be used to overcome the narrowing of land is hydroponics. The most important parameter in a hydroponic system is the concentration of nutrient solution. The measurement of nutrient solution concentration can be done by measuring the value of the electrical conductivity (EC) of the nutrient solution. The size of the EC value in the given nutrient solution will affect the growth of plants. This study was conducted by observing the growth response of spinach, kangkong and lettuce in nutrient solution with EC values of 0.5 mS/cm, 2.0 mS/cm, and 3.5 mS/cm. The experiment used NFT hydroponics (nutrient film tEChnique), which is a hydroponic system where nutrients are given to plants by flowing the solution continuously with a very thin flow. The electrical conductivity of a solution is the ability of a solution to conduct electricity which represents the amount of dissolved nutrients in a solution. The measured plant growth parameters were then tested for one-way ANOVA and DMRT to see if there were differences between treatments on plant growth. Based on the results of the study, the EC treatment of 2.0 mS/cm was the best for spinach and lettuce based on the highest values of the measured parameters and for kangkong, at an EC 3.5 mS/cm. In the 0.5 mS/cm EC treatment, the three plants experienced abnormal growth such as yellowing, soft and fallen leaves, and in kale the stem tips dried up.
Kata Kunci : hidroponik, electrical conducivity, nutrient film technique, bayam,kangkung, selada