Laporkan Masalah

Aktivisme Sosial Sebagai Manifestasi Politik Kewargaan Sehari-hari Etnis Tionghoa Surakarta

JUNIANTI HUTABARAT, Dr. Evi Lina Sutrisno

2021 | Tesis | MAGISTER AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Penelitian ini adalah studi tentang politik kewargaan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa di Kota Surakarta pasca Reformasi. Penelitian ini menggunakan teori Politik Kewargaan yang dikonsepkan oleh Kristian Stokke (2018) yang membingkai kewargaan sebagai proses politik dari warga negara yang mengalami eksklusi dan ketidakadilan yang masih dialami oleh etnis Tionghoa Indonesia. Penelitian ini bertujuan melihat aktivisme sosial yang dilakukan etnis Tionghoa melalui asosiasi dan organisasi seperti Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dan yang menjadi saluran gagasan mereka tentang kewargaan. Pengumpulan dan pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui observasi, wawancara, dan studi literatur dan dokumen yang relevan. Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta sebab penduduk etnis Tionghoa di Surakarta memiliki sejarah konflik dan kekerasan dalam relasi antar etnis dan dengan penguasa di masa lampau, namun pasca Reformasi etnis Tionghoa banyak tampil dan terlibat dalam kehidupan publik masyarakat Surakarta. Responden kunci pada penelitian ini, yaitu pengurus struktural organisasi PMS, Makin-Solo, Yayasan Klenteng Pasar Gede, Paprika, dan Pakin-Solo yang dianggap representatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasca Reformasi, telah membuka kesempatan bagi etnis Tionghoa untuk mengkonstruksi makna kewargaan bagi mereka dan kemudian membentuk identitas mereka sebagai Tionghoa. Jaringan kongsi (networking) yang telah terbentuk di antara etnis Tionghoa telah memudahkan mereka untuk melakukan gerakan aktivisme sosial di tengah masyarakat Surakarta. Sehingga, etnis Tionghoa dapat menggunakan aktivisme sosial melalui asosiasi dan organisasi mereka sebagai saluran politik kewargaan untuk mencapai kewargaan yang partisipatif dan inklusif.

This research aims to examine the politics of citizenship in Indonesia after the Reformation, particularly among the Indonesian Chinese. This study employs the theory of Stokke about the politics of citizenship, which frames citizenship as a political process of citizens experiencing exclusion and injustice that ethnic Chinese Indonesians still experience. Ethnic Chinese carry out social activism through associations and organizations such as the Surakarta Community Association (PMS) and channels their citizenship ideas. The collection and processing of research data were carried out using qualitative research methods through observation, interviews, and studies of relevant literature and documents. This research was conducted in Surakarta because the ethnic Chinese population in Surakarta has a history of conflict and violence in inter-ethnic relations and with rulers in the past, but after the Reformation, the Chinese ethnicity appeared and was involved in the public life of the people of Surakarta. The key respondents in this study, namely PMS organizational structural management, Makin-Solo, Pasar Gede Temple Foundation, Paprika, and Pakin-Solo, are considered representative. This study indicates that after the Reformation, it opened up opportunities for ethnic Chinese to construct the meaning of citizenship for themselves and then form their identity as Chinese. The networking that has been formed among ethnic Chinese has made it easier for them to carry out social activism movements in the Surakarta community. Thus, ethnic Chinese can use social activism through their associations and organizations as the politics of citizenship to achieve participatory and inclusive citizenship.

Kata Kunci : Aktivisme Sosial, etnis Tionghoa Indonesia, Kewargaan, Politik Kewargaan, Inklusif.

  1. S2-2021-435015-Abstract.pdf  
  2. S2-2021-435015-Tableofcontent.pdf  
  3. S2-2021-435015-Title.pdf  
  4. S2-2021-435105-bibliography.pdf