Adhering The Beauty Culture: Niqabi Brides and The Wedding Ceremony

KHALILAH NUR 'AZMY, Prof. Dr. Wening Udasmoro, SS, M.Hum., DEA

2021 | Tesis | MAGISTER AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Niqab masih jarang digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara pernikahan, di mana seorang pengantin wanita, harus menunjukkan wajah cantik menurut standar tertentu. Tuntutan kecantikan ini menjadi isu esensial bagi wanita berniqab karena mereka harus menegosiasikan identitas mereka sebagai wanita berniqab dengan wacana agama dan budaya yang secara inheren ada di masyarakat. Penelitian ini mencoba menjelaskan permasalahan tersebut dengan melihat secara khusus pada studi kasus pengantin berniqab dalam upacara pernikahan Banjar di Kalimantan Selatan. Penelitian ini menekankan pernikahan sebagai tempat negosiasi, yang menjadi ruang bagi wanita berniqab untuk menegosiasikan tampilan tubuh yang berbeda dari tampilan tubuh sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan wanita berniqab yang seakan taat pada budaya kecantikan sebenarnya sadar sepenuhnya akan tubuh yang ia representasikan. Kesadaran ini yang berguna untuk merekonstruksi suatu modalitas diri ditengah struktur kekuasaan yang beropreasi pada tubuh wanita. Negosiasi mengenai tampilan tubuh memungkinkan mereka untuk mengklaim posisi diri dalam wacana gender dan agama, terutama ketika memposisikan diri dalam struktur budaya kecantikan.

The niqab is still rarely used on specific occasions like the wedding ceremony, where women particularly the bride, have to show their face as beautiful according to specific standards. This beauty demand becomes an essential issue to the niqabi women because they must negotiate their identity with religious and cultural discourse that inherently exists in society. This study tries to explain that problem by seeing specifically at the case of Niqabi brides in the Banjarese wedding ceremony in South Kalimantan. It aims to examine the intersection of cultural and religious identity in the wedding ceremony. This research emphasizes the wedding as the negotiation site, which becomes a space for niqabi women to negotiate the bodily display different from the everyday bodily display. The results shows that the position of the niqabi brides who seems to adhere the beauty culture is actually fully aware of the body they represent. This awareness is useful for reconstructing the self-modality in the midst of the power structures that operate on a woman's body. Then, the negotiations regarding the bodily display allow them to claim their position in gender and religious discourse, especially when positioning themselves in the structure of beauty culture.

Kata Kunci : Niqabi, Gender, Agama, Kecantikan, Negosiasi