Laporkan Masalah

Being Friend with "Lati": Engaging Non-Human Persons in the Dayango Islam of Gorontalo

TARMIZI ABBAS, Samsul Maarif, Ph.D; Achmad Munjid, Ph.D

2021 | Tesis | MAGISTER AGAMA DAN LINTAS BUDAYA

Tesis ini berusaha untuk mengkaji bagaimana peran entitas non-manusia di dalam ritual Dayango Islam Gorontalo yang berdaras pada penelitian etnografi selama enam bulan, sejak Oktober 2020 hingga Maret 2021, yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal di Desa Molalahu. Masyarakat Muslim Gorontalo pada umumnya menganggap bahwa Dayango adalah ritual setan sejak melibatkan "lati" yang berarti "setan" di dalam bahasa Gorontalo, namun dipercayai sebagai teman oleh masyarakat lokal Desa Molalahu. Ritual Dayango bahkan dipercaya religius dan Islami. Dibangun berdasarkan konstruksi akademik agama lokal, penelitian ini akan memberikan pemahaman alternatif untuk menjelaskan Dayango sebagai ritual yang religius dilihat dari bagaimana masyarakat Muslim di Desa Molalahu memaknai agama sebagai cara untuk berelasi dengan entitas non-manusia. Berdaras pada perspektif Asadian tentang Islam sebagai tradisi diskursif, tesis ini juga akan mengkaji formasi Islam di kalangan Muslim Desa Molalahu karena keterikatan antara interpretasi atas Islam dan praktik-praktik lokal sebelum, selama, bahkan setelah melakukan ritual yang, pada diskursus lebih luas, menandai ritual tersebut sebagai bagian daripada adat dan Islam Gorontalo. Hasil tesis ini menunjukkan bahwa praktik Dayango Islam dilakukan untuk merekontekstualisasi hubungan intersubjektif antara manusia dan lati yang berdaras pada tiga prinsip keterlibatan, yakni etika, tanggungjawab, dan hubungan timbal-balik. Hubungan ini terinstitusionalisasi ke dalam praktik masyarakat sehari-hari karena bagi mereka, lati berkontribusi terhadap kehidupan manusia. Ritual Dayango Islam di Desa Molalahu dipraktikkan dua kali dalam setahun dan terbagi atas tiga fase yang bertaut dengan rangkaian doa-doa berikut ritual Islami: 1) inisiatif ritual dilaksankan sebagai cara untuk menujukkan komitmen manusia dalam mempertegas keterlibatan intersubjektif dengan lati; 2) ritual proses menandakan bahwa masyarakat sedang berusaha melibatkan diri mereka pada hubungan intersubjektif dengan lati, dan; 3) akhir dari ritual menandakan kembalinya pertautan antara manusia dan lati dalam dunia. Alhasil, tesis ini m membuktikan bahwa keterlibatan entitas non-manusia itu penting di dalam ritual dan kehidupan sehari-hari untuk menjaga kesejahteraan manusia.

This study seeks to examine the role of non-human persons in the Dayango Islam ritual of Gorontalo based on my ethnographic fieldwork from October 2020 to March 2021, practiced by Indigenous People of Molalahu. Majority of Muslims of Gorontalo argue the ritual as demons since it involves lati, a literal translated word for demon but the practitioners who are also Muslim perceive lati as persons who engaged and contribute to the well beings of the community. Built on the scholarship of indigenous religion, this study would give an alternative understanding to explain Dayango as religious looking to how Muslim community in Molalahu Village views that religion matters as a way of relating to the fellow non-human persons. Based on Asadian perspective of Islam as discursive tradition, this study also seeks to examine the formation of Islamic understanding among the community of Molalahu Village due to the interwoven of Islamic and the indigenous traditions before, during, even after performing the ritual that eventually marks the ritual as part of adat and Islam. This thesis shows indigenous people of Molalahu practiced Dayango in order to recontextualize the intersubjective-relationship with lati based by three principles of engagement: ethics, relationship and reciprocity. This relationship is institutionalized both in ritual and everyday concerns because the community of Molalahu believe that lati have contributed to the well-being of humans. The Dayango Islam is practiced two times in a year and distinguished in three phases and including Islamic prayers and rituals: 1) initiating the ritual as an account for the indigenous people of Molalahu to prepare for an intersubjective engagement; 2) the ritual processes as a way of re-engaging with intersubjective-relationship, and; 3) the end of the ritual that marks the re-engagement with the cosmos. In the end, this study argues that enganging non-human persons both in the ritual and everyday concerns of humans is vital to the well-being of both parties.

Kata Kunci : ritual, intersubjective relationships, religious practice, Islamic, non-human persons

  1. S2-2021-449898-abstract.pdf  
  2. S2-2021-449898-bibliography.pdf  
  3. S2-2021-449898-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2021-449898-title.pdf