NEGOSIASI IDENTITAS MUSLIMAH DI AMERIKA DALAM KARYA SASTRA DIASPORA ABAD 21: SEBUAH KAJIAN POSKOLONIAL
NUR ASIYAH, S.S., MA, Muh. Arif Rokhman, M.Hum, Ph.D; Prof. Drs. Ratno Lukito, M.A., DCL.
2021 | Disertasi | DOKTOR PENGKAJIAN AMERIKANegosiasi Identitas menjadi satu permasalahan bagi masyarakat. Terutama bagi umat islam yang menjadi minoritas. Muslimah yang berdiaspora ke Amerika juga mengalami hal tersebut. Masalah identitas yang dihadapi oleh muslimah yang berdiaspora adalah pakaian, mendapatkan makanan halal, mendapatkan pekerjaan, dan penegakan hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan permasalahan apa saja yang dihadapi muslimah di Amerika dan bagaimana cara muslimah di Amerika menegosiasikan identitasnya. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan apa sajakah hasil negosiasi identitas tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer berupa kata, frase, dan kalimat dari tiga karya sastra diaspora pada abad dua puluh satu. Pertama, karya Mohja Kahf berjudul The Girl in Tangerine Scarf yang diterbitkan pada tahun 2006. Karya kedua adalah Saffron Dreams yang ditulis oleh Shaila Abdullah yang diterbitkan pada tahun 2009, dan yang terakhir Neither This Nor That yang ditulis oleh Aliya Husain dan diterbitkan tahun 2010. Sementara itu, data sekunder adalah informasi tentang negosiasi identitas dari sumber seperti buku, web, artikel, dan jurnal. Penelitian di bawah payung Pengkajian Amerika yaitu posnasionalisme yang berfokus pada teori poskolonialisme. Konsep-konsep Poskolonial yang digunakan adalah mimikri, ambivalensi, hibriditas, dan unhomely Bhabha. Fiqh alaqalliyyat juga digunakan untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi Muslimah di Amerika sebagai minoritas. Teori negosiasi identitas Ting Tomey juga digunakan untuk menganalisis motivasi dan cara bernegosiasi para tokoh muslimah dalam Novel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa muslimah dalam menegosiasikan identitasnya menghadapi permasalahan dalam menjalankan agama, keluarga dan bersosialisasi, pakaian dan budaya, serta karir. Permasalahan para tokoh muslimah yang ada dalam novel tersebut selaras dengan permasalahan yang ada di dalam kajian fiqh al-aqalliyyat. Permasalahan tersebut menjadi pemicu atau alasan terjadinya negosiasi identitas yang terdiri atas mindful identity domain, mindful identity needs, dan ethnocentric tendencies. Para tokoh muslimah tersebut menegosiasikan identitasnya dengan mindful dan mindless. Negosiasi mindful terjadi apabila muslimah memanfaatkan salah satu faktor dari knowledge dan skill, sedangkan negosiasi mindless apabila muslimah dalam negosiasinya terdapat indikator unhomely yaitu awkward (janggal), uncanny (asing), incoherence (tidak cocok), dan unstable (tidak stabil). Adapun hasil dari identitas yang terbentuk dari proses negosiasi yang digambarkan dalam novel adalah mimikri, ambivalensi, dan hibrid. Mimikri mereka dapat ditemukan di permasalahan bahasa, pakaian, budaya serta permasalahan keluarga dan bersosialisasi; ambivalensi dapat ditemukan dalam permasalah yang dihadapi Khadra Shamy, Fatima Husain, dan Arrisa Illahi; hibrid ditemukan dalam permasalahan pakaian dan aksesoris, hibrid Musik Hiphop akapela, konstruksi bangunan, karir, mencari jodoh, perayaan pesta pernikahan, dan sponsorship acara. Refleksi teoretis dari penelitian ini adalah penggunaan konsep dalam teori poskolonialisme yang disandingkan dengan fiqh al-aqalliyah dan memindahkan motivation factors dari komponen mindful negotiation menjadi motivasi negosiasi identitas, menyetarakan indikator unhomely ke dalam komunikasi mindless, adanya mindful mimicry dan mindful ambivalence yang secara otomatis merupakan kebalikan dari mindless mimicry dan mindless ambivalence
Identity Negotiation is one of the world's problems. Identity negotiation is even more complex for people with a diaspora or Muslim woman. Muslim women in America also experience this. Apart from the headscarf, the problems of identity faced by Muslim women with a diaspora are finding halal food, getting a job, and enforcing Islamic law. This research aims to explain those problems, the reason, and how they negotiate their identity. In addition, this study also reveals the results of the identity negotiation. This research is descriptive qualitative research. There are two kinds of data in this research primary and secondary data. The primary data are the words, phrases, and sentences from three diaspora literature in the twenty-first century. The first diasporic literature entitled The Girl In Tangerine Scarf by Mohja Kahf, published in 2006. The second is Saffron Dreams by Shaila Abdullah, published in 2009. And, the last one is Neither This nor That by Aliya Husain in 2010. While, the secondary data is the information about identity negotiation from books, webs, articles, and journals. This study used an interdisciplinary approach of American studies that is post-nationalism focusing on postcolonialism theory. The postcolonial concepts used are Bhabha's mimicry, ambivalence, hybridity, and unhomely. Ting Tomey's identity negotiation concept is used to analyze the ways Muslim women negotiate their identity. Besides, to make a deeper understanding of the Muslim women as the minority, presented by fiqh al-aqalliyyah. The data were classified and analyzed based on the theories used. Based on the data found, this research reveals that the problems faced by Muslim women in negotiating their identity are practicing religion, family, and social issues, adjusting with fashion and culture, and pursuing careers. Muslimah's problems based on fiqh al aqalliyyah similar cases found in the novels studied. These problems were the motivation of identity negotiations. This motivation based on the Ting-Toomey concept consists of mindful identity domain, mindful identity needs, and ethnocentric tendencies. Muslimah negotiated their identity by being mindful and mindless. Mindful negotiation occurs when Muslimah takes advantage of one of the factors of knowledge and skills, while mindless negotiation occurs when Muslimah has unhomely indicators, namely awkward, uncanny, incoherent, and unstable. The results of the identity negotiation process described in the novel are mimicry, ambivalence, and hybrids. Their mimicry happened in language, fashion, culture and family, and social issues; ambivalence found in the problems faced by Khadra Shamy, Fatima Husain, and Arrisa Illahi; hybrids found in fashion and accessories, music in hip-hop and acapella, building construction, careers, matchmaking, wedding celebrations, and event sponsorship. The theoretical reflection of this research is the use of concepts in postcolonialism theory juxtaposed with fiqh al-aqalliyyat and shifting motivation factors from mindful negotiation components to identity negotiation motivations, equating unhomely indicators into mindless communication, finding mindful mimicry, and mindful ambivalence which is opposite of mindless mimicry and mindless ambivalence.
Kata Kunci : Mindful, Negosiasi Identitas, Mimikri, Ambivalensi, Hibrid