Laporkan Masalah

Estimasi Pergeseran Coseismic Gempabumi Menggunakan Data Pengamatan GNSS High Rate

AGAN AUL RIZKI, Cecep Pratama, S.Si., M.Si., D.Sc.

2021 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESI

Indonesia terletak pada kawasan Cincin Api Pasifik dan merupakan tempat pertemuan empat lempeng tektonik dunia. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki aktivitas tektonik yang tinggi dan menyebabkan rawan terjadi gempabumi. Deteksi dini gempabumi yang saat ini berkembang di Indonesia adalah deteksi dini menggunakan seismometer. Namun, sinyal seismometer tersaturasi yang mengakibatkan estimasi besar magnitudo beberapa saat setelah gempabumi menjadi kurang akurat. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa Global Navigation Sattelite System (GNSS) merupakan instrumen yang baik untuk dapat mengukur pergeseran tanah di sekitar area gempabumi, tapi studi sebelumnya masih dominan menggunakan data solusi harian. Untuk melakukan deteksi dini tidak memungkinkan menggunakan solusi harian. Sehingga diperlukan data dengan frekuensi lebih tinggi dibandingkan data solusi harian, yaitu menggunakan data GNSS high rate. Estimasi pergeseran coseismic GNSS high rate digunakan untuk deteksi dini gempabumi. Pada penelitian ini, digunakan data GNSS high rate dengan interval 30 detik dari stasiun GNSS yang berada di sekitar lokasi gempabumi. Data ini digunakan untuk mengestimasi pergeseran tanah yang terjadi akibat kasus gempabumi yang digunakan. Kasus gempabumi yang digunakan yaitu gempabumi Indian Ocean magnitudo (M) 8,6 & 8,2, gempabumi Lombok M 6,9, gempabumi Kampungbaru M 6,5, dan gempabumi Simpang M 4,9. Setelah itu, estimasi pergeseran coseismic dari data GNSS high rate dibandingkan dengan pergeseran data solusi harian. Uji statistik digunakan untuk menilai perbedaan dua solusi tersebut. Pergeseran coseismic dapat diestimasi dari GNSS high rate. Solusi high rate dapat menangkap pergeseran coseismic yang hilang pada solusi harian. Pada kasus gempa pertama yaitu Indian Ocean, nilai pergeseran dua dari tiga stasiun memiliki perbedaan yang signifikan antara solusi high rate dengan solusi harian. Solusi high rate pada gempa ini memiliki nilai pergeseran yang lebih besar, contohnya pada stasiun LEWK memiliki perbedaan pergeseran sebesar tujuh belas cm dengan simpangan baku perbedaan pergeseran 6,1 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kasus ini data high rate dapat merekam aktivitas coseismic yang sebelumnya tidak dapat terekam oleh data solusi harian, sedangkan kasus gempa yang lain yaitu gempa Lombok, Kampungbaru dan Simpang nilai pergeseran antara solusi high rate dan solusi harian tidak memiliki perbedaan signifikan secara statistik. Sebagai contoh gempa Lombok stasiun CMAT memiliki perbedaan pergeseran sebesar 4,8 cm, sedangkan simpangan baku perbedaan pergeserannya sebesar 6,3 cm, sehingga secara statistik tidak berbeda signifikan. Pada ada gempa Kampungbaru pada stasiun CMIS pada solusi high rate memiliki pergeseran coseismic sebesar 4,8 cm, sedangkan pada solusi harian hanya berkisar 0,6 cm dan tidak berbeda signifikan secara statistik. Hal ini dimungkinkan karena deformasi permukaan yang dihasilkan kecil sehingga nilai pergeserannya kecil dibandingkan nilai simpangan bakunya yang relatif besar. Durasi robekan yang pendek pada gempa Kampungbaru dan Simpang yang jauh di bawah 30 detik mengindikasikan bahwa data high rate 30 detik tidak dapat merekam dengan baik aktivitas coseismic yang disebabkan oleh kedua gempa tersebut.

Indonesia is located on the Pacific Ring of Fire and the meeting place for the world's four tectonic plates. This is what makes Indonesia has a high tectonic activity which prone to earthquakes. Currently, early detection of earthquakes developing in Indonesia based on seismometers network. However, seismometer instrument observe seismic waveform with saturated signals which may lead to incorrect earthquake magnitude at an early stage. Previous research has stated that the Global Navigation Satellite System (GNSS) is a good instrument to measure surface displacement due to an earthquake. However, previous studies still predominantly used daily solution data. To carry out early detection it is not possible to use daily solutions. So that we need to use data with a higher frequency than the daily solution known as high rate GNSS. The estimated value of this coseismic displacement can be used for earthquake early detection. In this study, high rate GNSS data with 30 seconds intervals from GNSS stations around the earthquake location was used. This data is used to estimate surface displacement that occurs due to the earthquake cases. The earthquake cases were used the Indian Ocean earthquake with magnitudes (M) 8.6 & 8.2, the Lombok M 6.9, the Kampungbaru M 6.5, and the Simpang M 4.9 earthquakes. Estimated coseismic displacement of high rate GNSS data compared to daily solution displacement data. Statistikal tests were used to assess the differences between the two solutions. The coseismic displacement can be estimated from high rate GNSS. The high rate solution can capture the lost coseismic displacement in the daily solution. In the case of the Indian Ocean earthquake, the displacement values of two from three stations have a significant difference between the high rate solution and the daily solution. The high rate solution in this earthquake has a larger shift value, for example at the LEWK station it has a displacement difference of 17 cm with a standard deviation of a displacement difference of 6.1 cm. This indicates that high rate data can record coseismic activity which previously was not recorded by the daily solution, while the other earthquake cases, namely the Lombok earthquake, Kampungbaru ,and Simpang earthquake cases, the value of the coseismic displacement between the high rate solution and the daily solution does not have a statistically significant difference. For example, the Lombok earthquake recorded CMAT station has a displacement difference of 4.8 cm, while the standard deviation of the displacement difference is 6.3 cm, so it is not statistikally significant. In the Kampungbaru earthquake at the CMIS station, the high rate solution had a displacement of 4.8 cm, while the daily solution only ranged from 0.6 cm, and it was not statistically significant different. This is possible because the resulting surface deformation is small so that the displacement value is small compared to the relatively large standard deformation value. The short rupture duration of the Kampungbaru and Simpang earthquakes, which were well below 30 seconds, indicated that the high rate 30 seconds data did not properly record the coseismic activity caused by the two earthquakes.

Kata Kunci : pergeseran, coseismic, GNSS high rate, gempabumi / displacement, coseismic, high rate GNSS, earthquake

  1. S1-2021-413580-abstract.pdf  
  2. S1-2021-413580-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-413580-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-413580-title.pdf