Aksi Nirkekerasan di Korea Selatan: Analisis Candlelight Revolution 2016-17
FANY KHAIRANI, Dr. Diah Kusumaningrum, MA
2021 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALDi Korea Selatan, protes merupakan suatu praktik yang ternormalisasi dan kerap menjadi elemen yang mewarnai kehidupan perpolitikan di negara yang dijuluki dengan titel Negeri Ginseng tersebut. Korea Selatan sendiri diyakini telah melalui koridor sejarah yang panjang sampai akhirnya menemukan protes yang bersifat nirkekerasan sebagai conflict reservoir. Jika aksi protes terdahulu yang sering dilakukan masyarakat sarat akan dengan kekerasan dan kerap mengalami kegagalan, Candlelight Revolution 2016-17 justru hadir sebagai aksi protes nirkekerasan satu-satunya di negeri tersebut yang efektif dalam mencapai tujuannya, yakni guna memakzulkan Presiden Park Geunhye. Saat ini, aksi protes terbesar di Negeri Ginseng yang terkenal dengan penggunaan metode lilinnya ini tercatat sebagai salah satu momentum paling penting dalam sepanjang catatan historis Korea Selatan karena menyimbolkan titik keberhasilan perjuangan masyarakat sipil Korea Selatan secara kolektif dalam menjatuhkan rezim pemerintahan yang berkuasa. Skripsi ini kemudian berusaha untuk mengeksplor lebih lanjut terkait faktor-faktor yang membuat Candlelight Revolution 2016-17 berhasil sebagai sebuah aksi protes nirkekerasan dibanding aksi kekerasan terdahulu dengan menggunakan konsep consent theory of power, pillars of support, dan moral/political jiujitsu.
In South Korea, protest is a normalized practice and is often seen as an element that characterizes the political life in the country. South Korea itself is believed to have gone through a long historical corridor until they finally find non-violent protests as their conflict reservoir. If the previous protests that were often carried out by the people were full of violence and often failed in their goal, Candlelight Revolution 2016-17 was present as the only nonviolent protest in the country that was effective in achieving its goal, namely to impeach President Park Geunhye. Currently, Candlelight Revolution 2016-17 is recorded as one of the most important momentums in South Korea's historical record because it symbolizes the success point of the struggle of South Korean civil society collectively in overthrowing the ruling government regime. This thesis then attempts to further explore the factors that made Candlelight Revolution 2016-17 successful as a non-violent protest action compared to previous violent acts by using the concepts of consent theory of power, pillars of support, and moral/political jiujitsu.
Kata Kunci : aksi nirkekerasan, non-violent action, Candlelight Revolution 2016-17, consent theory of power, pillars of support, moral/political jiujitsu
