PRAKTIK SOSIAL GIFOOD: KONSUMSI MAKANAN BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI YOGYAKARTA

DINA AULIA, Dr. agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih

2021 | Tesis | MAGISTER PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Indonesia menempati urutan ke dua sebagai negara pembuang makanan terbanyak di dunia. Konsekuensi dari modernisme melahirkan peradaban konsumsi yang tidak lagi berdasarkan hukum kebutuhan, namun bertransformasi menjadi hukum dominasi. Logika baru ekonomi telah membuang jauh cara konsumsi makanan yang mempertimbangkan aspek sosial-kesehatan, ekonomi, lingkungan dan tanggungjawab dalam jangka panjang. Implementasi kebijakan yang masih sengkarut direspon oleh komunitas akar rumput bernama "Gifood" yang digerakkan oleh mahasiswa di Yogyakarta. Studi ini merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menelaah apa, mengapa, dan bagaimana Gifood hadir untuk menumbuhkan habitus konsumsi makanan berkelanjutan di Yogyakarta melalui lensa praktik sosial Bourdieu melalui persamaan (Habitus x Modal) + Arena, dan menjelaskan hambatan yang dialami oleh komunita. Metode penelitian yang digunakan berupa kualitatif eksploratif dengan tradisi etnografi virtual. Data hasil observasi virtual ditriangulasikan dengan wawancara mendalam kepada beberapa informan yang dipilih secara purposif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Gifood telah berkontribusi pada keadilan konsumsi makanan yang meliputi keadilan dalam akses makanan yang layak bagi masyarakat rentan yang diupayakan secara berkelanjutan. Kinerja redistribusi dan edukasi foodwaste menyadarkan masyarakat dengan kebiasaan alternatif. Edukasi Gifood mengetuk kesadaran sosial sebagian kecil masyarakat bahwa makanan akan lebih bermanfaat bagi orang lain dan tidak masalah untuk mengurangi budaya konsumsi. Hal tersebut menandakan habitus konsumsi makanan berkelanjutan belum terbentuk sempurna. Program-program kreatif telah dilancarkan dengan modalitas sosial dan simbolik sebagai modal yang sering dikontestasikan, namun belum mampu menumbangkan kemapanan budaya dominan. Budaya konsumsi ini mengikat masyarakat karena menganggap konsumsi yg berlebihan meningkatkan kelas penyelenggara masih kuat di dalam ranah, yang ditandai dengan masih dijumpai masyrakat yang membuang makanan layak meski di tengah situasi pandemi. Selama kurun waktu 2017-2020, masih memunculkan stereotipe mengenai kelayakan makanan dari kalangan kelas yang belum terakses oleh Komunitas Gifood.

Indonesia is in second place as the country with the most food waster in the world. The consequences of modernism have given birth to the consumption of civilization that is no longer based on the law of necessity but is transformed into the law of domination. The new economic logic has discarded the way of consuming food that considers socio-health, economic, environmental, and long-term responsibility aspects. The implementation of policies is still in chaos responded by a grassroots community called "Gifood" which is led by students in Yogyakarta. This study is an attempt to examine what, why, and how Gifood exists to foster a habitus of sustainable food consumption in Yogyakarta through the lens of Bourdieu's social practice through the equation (Habitus x Modal) + Arena and to explain the obstacles experienced by the community. The research method used is qualitative exploratory with virtual ethnographic tradition. Data from virtual observations were triangulated by in-depth interviews with several informants who were selected purposively. The results showed that Gifood has contributed to the fairness in food consumption which includes equal access to adequate food for vulnerable communities that is pursued sustainably. The performance of food waste redistribution and its education has made people aware of alternative habits. Gifood education taps the social awareness of a small part of society that food will be more beneficial for others and it is not a problem to reduce the culture of consumption. This indicates that the habit of sustainable food consumption is not yet fully formed. Creative programs have been launched with social and symbolic modalities that are often contested but have not been able to overthrow the establishment of the dominant culture. This culture of consumption binds the community because they consider excessive consumption to increase the class of administrators is still strong in the realm, which is marked by people who throw away proper food even amid a pandemic situation. During the 2017-2020 period, stereotypes are still generated about the appropriateness of food among classes that have not been accessed by the Gifood Community.

Kata Kunci : Habitus, konsumsi makanan berkelanjutan, foodwaste, praktik sosial, Gifood