Laporkan Masalah

Koordinasi dalam Horizontal Governance pada Tata Kelola Kesehatan di Kawasan Perbatasan. Studi Kasus: Perbatasan Entikong, Provinsi Kalimantan Barat.

IGNATIUS LANANG B D, Drs.Yuyun Purbokusumo M.Si., Ph.D.

2021 | Skripsi | S1 MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Perbatasan Entikong yang berseberangan dengan Malaysia memiliki banyak kegiatan lintas batas. Kesehatan menjadi faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan Entikong. Hal ini ditunjukkan melalui tantangan-tantangan seperti potensi menyebarnya virus dan penyakit melalui kegiatan lintas batas, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dan terbatasnya tenaga kesehatan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana koordinasi dalam horizontal governance pada tata kelola kesehatan di kawasan perbatasan Entikong, Kalimantan Barat. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori horizontal governance dan teori koordinasi. Teori horizontal governance digunakan untuk menganalisis wujud horizontal governance dalam pengelolaan tata kelola kesehatan di perbatasan Entikong pada periode pemerintahan Jokowi 2014-2019. Teori koordinasi digunakan untuk mengetahui hubungan antar aktor-aktor yang terlibat dalam horizontal governance dan menganalisis model pendekatan koordinasi apa yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa dokumentasi, studi literatur, dan wawancara mendalam dan terarah. Hasil penelitian menunjukkan munculnya horizontal governance pada periode pemerintahan Jokowi menyebabkan pengelolaan tata kelola kesehatan di kawasan perbatasan bersifat tidak sentralis, terdapat kerjasama antar aktor-aktor, dan munculnya koordinasi yang berkelanjutan membangun tata kelola kesehatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengelolaan tata kelola kesehatan di perbatasan Entikong diperankan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, PLBN Entikong serta KKP wilayah kerja Entikong. Diantara aktor-aktor tersebut terdapat hubungan koordinasi melalui kesamaan pandangan, adanya rantai perintah yang jelas, terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab, penyampaian informasi, dan hubungan kerja. Periode Jokowi dapat mengelola tata kelola kesehatan di perbatasan Entikong dengan lebih efektif daripada periode sebelumnya karena model pendekatan kolaborasi yang ditemukan dalam koordinasi. Model kolaborasi menekankan aktor-aktor untuk memiliki hubungan kebergantungan sehingga dapat menciptakan koordinasi yang berjalan secara kontinu dalam pengelolaan tata kelola kesehatan. Untuk itu, hal ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut dan dapat menjadi dasar penelitian horizontal governance dan koordinasi untuk kawasan perbatasan lainnya.

The Entikong border which borders Malaysia and Indonesia, has many cross-border activities. Health is an influential factor in improving the welfare of Entikong's border community. This is demonstrated through various challenges such as the potentiality for viruses and diseases to spread throughout the cross-border activities, inadequate health services, facilities, and infrastructures, and limited health personnel. For this reason, this study aims to examine how coordination within the horizontal governance of the health governance in Entikong's border area of West Kalimantan. The theories used in this research are the horizontal governance and the coordination theory. The horizontal governance theory will be used to analyze the shape of horizontal governance in managing the health governance in Entikong, from Jokowi's 2014-2019 government period, whereas the coordination theory will be used to determine the relationship among actors involved in horizontal governance and to analyze which coordination approach model is used. This is a qualitative research with a case study approach, while applying the techniques of documentation, literature study, as well as in-depth and directed interviews to collect the data. The results of this research showed that the emergence of horizontal governance in Jokowi's 2014-2019 government period indicated that the health sector's management within the border areas were more decentralized with evidence of cooperation among the actors, and the emergence of a sustainable coordination to develop the health sector. The results also exhibited that health sector's management within Entikong's border was played by the central government, several local governments, Entikong's cross country post, and Entikong's border quarantine office. Among these actors had coordination relationships through common views, a clear chain of command, division of tasks and responsibilities, information delivery, and a working relationship. It is revealed that this Jokowi's 2014-2019 government period could manage the health governance within Entikong's border more effectively due to the collaborative approach model found in their coordination. This collaboration model emphasized on the actors to gain dependent relationships to create coordination that would run continuously in managing the health governance. Therefore, this could require further research and may become the basis for studies regarding horizontal governance and coordination for other border areas.

Kata Kunci : Tata Kelola Kesehatan, Perbatasan, Entikong, Horizontal Governance, Koordinasi / Health, Health Governance, Border, Entikong, Horizontal Governance, Coordination.

  1. S1-2021-399222-abstract.pdf  
  2. S1-2021-399222-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-399222-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-399222-title.pdf