Laporkan Masalah

"Merebut" Paus di Laut Sawu (Analisa Wacana Konservasi Paus Lamalera, Kab. Lembata, Provinsi NTT)

AGUSTINUS G R D, Prof. Dr. Heru Nugroho; Hakimul Ikhwan, Ph. D.

2021 | Disertasi | DOKTOR SOSIOLOGI

Studi ini berusaha menganalisa kontestasi diskursus konservasi laut global yang dibangun negara, World Wild Fund for Nature (WWF) dan The Nature Conservancy (TNC) dengan diskursus konservasi lokal masyarakat Lamalera. Dalam menganalisa kontestasi diskursus konservasi, peneliti menggunakan teori posstrukturalis yakni diskursus, governmentalitas, hegemoni dan antagonisme. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah analisa wacana Laclau-Mouffe. Hasil penelitian menunjukan tiga hal. Pertama, negara melakukan pendisiplinan terhadap sistem dan cara pengelolaan sumber daya laut sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh lembaga-lembaga pemerhati lingkungan seperti WWF dan TNC. Kedua, antagonisme dan resistensi masyarakat Lamalera muncul ketika negara mengganggu wilayah hidup masyarakat Lamalera dengan melakukan tradisi berburu paus (lefa nuang). Ketiga, dengan hadirnya antagonisme masyarakat Lamalera, negara mencari cara baru yakni dengan membangun wacana pariwisata dan peningkatan ekonomi lokal. Tiga hasil penelitian ini akhirnya merujuk pada tiga argumen peneliti. Pertama, formasi subjek dalam sebuah diskursus bersifat cair dan selalu ditentukan oleh relasi subjek dengan subjek yang lain. Dengan demikian, selalu tersedia ruang negosiasi antar subjek. Kedua, Diskursus konservasi global dan lokal tidak bersifat dikotomis. Global dan lokal selalu bersifat diskursif dan relasional. Ketiga, Diskursus konservasi laut Indonesia, lebih mengedepankan konsensus dan minus agonisme. Diskursus konservasi laut tidak boleh hanya berada pada level ontis tetapi juga ontologis. Studi ini pada akhirnya berupaya memberi ruang bagi hadirnya partikulasi-partikulasi dalam membentuk sebuah diskursus konservasi laut yang lebih adil.

This study attempts to analyze the discourse contestation of the global marine conservation developed by the state, World Wild Fund for Nature (WWF) and The Nature Conservancy (TNC), with the local conservation of the Lamalera community. In analyzing the discourse contestation of conservation, the researcher uses poststructuralist theories, namely discourse, governmentality, hegemony and antagonism. The method used in this study is discourse analysis developed by Laclau-Mouffe. The results of the study show three things. First, the state disciplines the systems and methods of managing marine resources according to what has been determined by environmental organizations such as WWF and TNC. Second, the antagonism and resistance of the Lamalera people emerged when the state "seized" the living area of the Lamalera people by carrying out the tradition of hunting whales (lefa nuang). Third, with the Lamalera community's antagonism, the state is looking for a "new way", by building a discourse on developing tourism and increasing the local economy. The three results of this study ultimately refer to the researchers' three arguments. First, subjects' formation in a discourse is fluid and is always determined by the relationship between the subject and other subjects. Thus, there is always room for negotiation between subjects. Second, the discourse of global and local conservation is not dichotomous. Global and local are always discursive and relational. Third, the Indonesian marine conservation discourse puts forward consensus and minus agonism. Marine conservation discourse should not only be at the ontic level but also the ontological level. This study ultimately seeks to provide space for the presence of particularities in forming a fairer marine conservation discourse.

Kata Kunci : Diskursus, konservasi, global, lokal,governmentalitas, agonisme.

  1. S3-2021-405374-abstract.pdf.pdf  
  2. S3-2021-405374-bibliography.pdf.pdf  
  3. S3-2021-405374-tableofcontent.pdf.pdf  
  4. S3-2021-405374-title.pdf.pdf