Laporkan Masalah

Bahasa Queer Yogyakarta dan Québec (Kajian Sosiolinguistik)

NABILA IRDHA C, Drs. Subiyantoro, M.Hum.

2021 | Skripsi | S1 SASTRA PRANCIS

Penelitian ini membahas tentang bahasa queer yang dipakai di Yogyakarta dan di Québec. Bahasa queer memiliki karakteristik yang berbeda dari bahasa umum yang dipakai oleh masyarakat luas, yaitu pola pembentukan kata dan fenomena kebahasaan yang ada dalam komunitas queer di masing-masing wilayah. Dari kedua wilayah tersebut, ditemukan persamaan dan perbedaan yang dapat dipetakan secara linguistis. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data penelitian Larno (2015) dan Saputri (2017) serta tuturan dari konten kreator berbahasa Prancis yang diunggah di YouTube. Jumlah data yang dianalisis berjumlah 104 buah. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teori neologisme dari Jean Dubois dan teori pergeseran makna dari Abdul Chaer untuk mengetahui pola pembentukan kosakata yang dipakai. Setelah itu, pola pembentukan kata tersebut dibandingkan menurut fenomena kebahasaan yang terjadi di kedua wilayah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh komunitas queer termasuk dalam bahasa slang. Pada kosakata queer di Yogyakarta, terdapat banyak kosakata dari bahasa Indonesia maupun bahasa asing lainnya yang diubah bentuk atau maknanya untuk menyamarkan makna awal yang tabu. Sedangkan pada kosakata queer di Québec, terdapat banyak kosakata yang dipinjam dari bahasa Inggris, karena fungsi utama penggunaan kosakata tersebut adalah untuk mengidentifikasi diri dan preferensi seksual. Bahasa queer di kedua wilayah pada awalnya memiliki fungsi yang serupa. Namun karena adanya evolusi sosial di Québec, fungsi tersebut berubah dan menjadi berbeda dari fungsi bahasa queer di Yogyakarta yang mengalami perundungan dari masyarakat mayoritas.

This research discusses the queer language spoken in Yogyakarta and Québec. Queer language has different characteristics from the common language used by the wider community, namely word formation patterns and linguistic phenomena that exist in queer communities in each region. From the two regions, similarities and differences were found that could be mapped linguistically. The data used in this study are research data from Larno (2015) and Saputri (2017) as well as speeches from French-language content creators uploaded on YouTube. The amount of data analyzed was 104. The data obtained were analyzed using the theory of neologism from Jean Dubois and the theory of shifting meaning from Abdul Chaer to determine the pattern of vocabulary formation used. After that, the word formation patterns were compared according to the linguistic phenomena that occurred in the two regions. The results showed that the language used by the queer community was slang. In the queer vocabulary in Yogyakarta, there are many vocabulary words from Indonesian and other foreign languages that have been changed form or meaning to disguise the initial taboo meaning. Whereas in Québec's queer vocabulary, there are many words borrowed from English, because the main function of using this vocabulary is to identify self and sexual preferences. The queer language in the two regions initially served a similar function. However, due to social evolution in Québec, this function changed and became different from the function of the queer language in Yogyakarta which experienced intimidation from the majority of society.

Kata Kunci : Queer, slang, neologisme, pergeseran makna, bahasa & identitas.

  1. S1-2021-399778-abstract.pdf  
  2. S1-2021-399778-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-399778-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-399778-title.pdf