Pemodal Media Dalam Mediasi Politik, Analisis Wacana Pemilihan Bupati Bantul

MUKHIJAB, Prof. Dr. Sunyoto Usman, Dr. M. Najib Azca

2021 | Disertasi | DOKTOR SOSIOLOGI

Pemodal media di Indonesia melakukan ekspansi ke arena politik praktis sejak 1999. Mereka menggunakan beberapa strategi, seperti mendirikan partai politik baru, menjadi fungsionaris partai lama, mengikuti kontestasi politik, dan menjadi pejabat publik. Partisipasi politik mereka menjadi problematik karena mereka mendinamisasi sekaligus mereduksi arena demokrasi ketika komunikasi politiknya memanipulasi konten informasi yang diproduksi oleh institusi demokrasi itu. Riset ini berusaha untuk memahami dan menganalisis problem tersebut, menggunakan pendekatan analisis wacana kualitatif media, dengan metode Analisis Wacana Kognisi Sosial dari Van Dijk. Metode ini menjadikan teks media sebagai sumber wacana. Korpus dari penelitian ini adalah teks berita media cetak tentang pemilihan calon Bupati Bantul dari harian Kedaulatan Rakyat (KR) dan Radar Jogja (RJ). Pemilihan teks berita KR berkaitan dengan afiliasi kepemilikan media ini dengan pemodal yang berekspansi ke arena politik, sedangkan RJ dilihat oleh pemodal menjadi arena aktualisasi politik lawan pemodal. Pemodal yang dimaksud adalah M. Idham Samawi (Idham), Komisaris PT Kedaulatan Rakyat Group, calon Bupati Bantul tahun 1999 dan 2005, dan Bupati Bantul (1999-2004, 2005-2010). Hasil analisis wacana didiskusikan dengan teori newspeak pemodal (bagaimana elit dominan mengakses media dan bagaimana media melayani elit dominan), yang dikembangkan dari teori propaganda model Herman dan Chomsky. Kemudian, orientasi ideologi teks dan struktur relasi kekuasaan antara pemodal dan media dibaca dengan teori bahasa dan kekuasaan simbolik dalam perspektif Bourdieu. Riset ini penting untuk memahami model-model komunikasi politik pengusaha media dalam kontestasi politik karena terdapat strategi berpolitiknya yang cenderung bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Studi ini tidak hanya menambah perbendaharaan baru kajian relasi politik dan media, riset ini juga menghadirkan kritik terhadap pendekatan politik pemodal media. Hasil dari penelitian adalah: pertama, KR mereproduksi narasi politik model konvensional dan moderat, atau orientasi ideologi teksnya ortodoks, yang bertendensi melegitimasi dan mempromosikan pemodal dalam kontestasi politik. Orientasi konten itu berkaitan dengan tekanan kepemilikan media dan intervensi ekonomi (belanja iklan), serta monopoli informasi oleh pemodal. Karena dominasi kekuasaan pemodal sangat kuat, maka struktur relasi pemodal dan media ini cenderung homolog dan investor hegemonik. Kedua, RJ mereproduksi narasi politik kritis, konvensional, dan moderat atau perpaduan ideologi teks heterodoks dan ortodoks. Awalnya media ini kritis terhadap pemodal dalam pendekatan politik yang destruktif. Newspeak itu berubah menjadi narasi dukungan politik sebagai efek tekanan belanja iklan oleh pemodal. Struktur relasi kekuasaannya heteronom atau mengayun antara otonom dan hemolog, yang didasarkan pada kepentingan bisnis. Hasil studi ini menawarkan teori defisit ruang publik. Studi perbandingan model strategi pemodal media dalam kontestasi politik, terdapat ekuivalen strategi komunikasi komunikasi politik Idham, Berlusconi, dan Thaksin. Mereka menyeleksi konten politik di media, mengintervensi media dengan kekuasaan kepemilikan dan intervensi ekonomi, yang mana sebagai kontestan politik, mereka seharusnya diawasi oleh media. Karena pemilik ruang publik komersial menyeleksi sendiri konten demokrasi dan mengontrol proses kerja media, maka terjadi distorsi nilai dan makna demokrasi yang dimediasi ke ruang publik, serta menciptakan defisit ruang publik. Kesimpulan, pemodal media dalam arena politik dan pemerintahan mendorong media dan stakeholder lain menciptakan rekayasa kesepakatan demokrasi yang elitis, yang dilegitimasi dengan teknokrasi wacana politik, dan pemodal merepresentasikan diri sebagai diktator modern, yang merebut dan memertahankan kekuasaan menggunakan pendekatan propaganda dalam media untuk meyakinkan publik bahwa dia kompeten dalam mengelola kekuasaan.

Media investors in Indonesia have expanded into the arena of the practical politics since 1999. They adopted several strategies, including establishing new political parties or becoming functionaries of the old parties, participating in political contestation, and becoming public officials. Their political participation is problematic because they made it dynamic at the same time reduced the arena of democracy when their political communication manipulates the information content product by these democracy�s institutions. This research seeks to understand and analyze these problems, using a qualitative media discourse analysis approach, trough Van Dijk's Social Cognition Discourse Analysis method. This method makes the text of the media as a source of the discourse. The corpus of this research is the texts of news about the election of the candidate of Bantul Regent from the daily newspaper of Kedaulatan Rakyat (KR) and Radar Jogja (RJ). The selection of the texts in KR related to the affiliation of this media ownership to the investor who expanded into the political arena. Meanwhile, while RJ is seen by the investor as an arena as arena that developed the political opinions against media investor. The intended investor is M. Idham Samawi (Idham), the commissioner of PT Kedaulatan Rakyat Group, the candidate of Head of Bantul in 1999 and 2005, and Head of District of Bantul (1999-2004, 2005-2010). The results of discourse analysis are discussed with the newspeak of investor theory (how the dominant elite accesses the media, and how the media serves the dominant elite). This Theory developed from the theory of propaganda by Herman and Chomsky. Furthermore, the ideological orientation of the text and the structure of power relations between investors and the media are read using the theory of language and symbolic of power in Bourdieu's perspective. This research is important to understand the political communication models of media entrepreneurs in political contestation because their political strategies tends to go against the democratic values. Thus, this study not only adds a new repertoire of studies on political and media relations, but also presents a criticism of the political approach of media investors. The results of the research are: first, KR reproduces the political narrative of conventional and moderate models, or the ideological orientation of the orthodox text, which tends to legitimize and promote investors in political contestation. The orientation of the content related to the pressure on media ownership and economic intervention (advertising cost), as well as monopoly of the information by the investors. Since the domination of the power of investors is very strong, the structure relation of this investor and media tends to be homologous and hegemonic. Second, RJ reproduces critical, conventional and moderate political narratives or a blended heterodox and orthodox text ideologies. Initially, this media was criticize to the investors in a destructive political approach. The newspeak turned into a narrative of political support as a result of the pressure on advertising cost by investors. The structure of the power relation is heteronomous or swing between autonomous and hemologic based on the business interests. The results of this study offer a theory of deficit in public space. Based on a comparative study of the models of strategy by media investors in the political contestation, there is an equivalent of the political communication strategy by Idham, Silvio Berlusconi, and Thaksin. They select political content in the media, intervene in the media with ownership power and economic intervention, which as political contestants, they should be watched by the media. Since the owner of the commercial public space selects content of democratic that is going to be published by himself and controls the process of the media, there is a distortion of values and meaning in the democratic content that mediated into the public space. Such an approach creates a deficit in public space. In conclusion, media investors in the political and governmental arena encourage the media and other stakeholders to create an elitist democratic agreement engineering, legitimized by the technocracy of political discourse, and investors represent themselves as modern dictators, who seize and maintain power using a propaganda approach in the media to convince the public that he is competent in managing power.

Kata Kunci : pemodal media, newspeak, defisit ruang publik (media investor, newspeak, deficit of public space)