Laporkan Masalah

Analisis Kondisi Pencahayaan Alami Dalam Ruangan pada Kawasan Perkampungan Kota Melalui Penilaian Spatial Daylight Autonomy dan Continuous Daylight Autonomy; Studi Kasus: Kampung Notoprajan

FATMA ASASI CITA M, Dr. Eng. M. Kholid Ridwan, S.T., M.Sc.; Laksana Gema Perdamaian, S.T., MS.

2021 | Skripsi | S1 TEKNIK FISIKA

Salah satu ciri perkampungan kota yang banyak dijumpai di Indonesia ialah tingginya angka kerapatan permukiman. Pada kawasan seperti ini, sinar matahari yang memenetrasi bangunan berpotensi untuk terkurangi jumlahnya akibat jarak yang terlalu rapat. Komposisi bangunan yang rapat serta memiliki tinggi serupa seperti yang terjadi pada Kampung Notoprajan menjadikan kawasan ini diduga memperoleh akses cahaya matahari yang minim. Menggunakan peranti lunak berbasis Rhinoceros, Urban Modelling Interface (UMI), sebuah simulasi pencahayaan alami dilaksanakan dan menghasilkan nilai 6% untuk sDA300,50% dan cDA300,50% 18%. Angka ini jauh berada di bawah standar yang ditetapkan oleh IES-DMC dan skoring Likert sebagai kawasan berpencahayaan alami yang "secara nominal dapat diterima", atau senilai sDA300,50% lebih dari atau sama dengan 55%. Sejumlah rekomendasi diusulkan agar kawasan perkampungan kota baru atau pugaran dapat memiliki akses cahaya matahari yang memasuki bangunan dengan lebih baik. Adapun rekomendasi berikut terdiri dari penerapan cat dinding bernilai LRV 83%, meningkatkan luas jendela menjadi 30% untuk setiap sisi yang tidak berhimpitan, dan mengintalasi satu lembar kaca bening setebal 3 mm dengan karakter LSG=1,03 dan EA=0,27. Simulasi pasca penerapan rekomendasi berikut menunjukkan hasil sDA300,50% senilai 28% dan cDA300,50% sebesar 47% dengan rincian 78 bangunan memenuhi ketentuan IES-DMC dan skoring Likert untuk sDA300,50% lebih dari atau sama dengan 55%.

To achieve a healthy environment, one of the most essential need considered in building constructions is access to daylight. Studies have mentioned that variation in daylight (due to alternation of day and night) contain an effect to strengthen circadian rhythm, as well to keep vitamin D level in the body. In a scale of urban, daylight level received by each building is dependent to one another. A building might be an obstruction which lead to lack solar radiation either directly transmitted or reflected. Kampong Notoprajan is one of remarkable kampong kota in Yogyakarta regency. It is an area of disarray dense buildings, hypothetically get a small access to daylight. Using a Rhinoceros based urban modelling design platform, Urban Modelling Interface (UMI), a daylight simulation in modelled Kampong Notoprajan was conducted, resulting a score of sDA300,50% 6% and cDA300,50% 18%. This number did not meet the standard defined by IES-DMC and Likert which categorized an area is "nominally acceptable" by sDA300,50% more than or equal to 55%. Numbers of recommendation are suggested in order to increase the quality of daylight penetrating buildings in newly built or renovated kampong kota. They are applying wall paint with light reflectance value (LRV) of 83%, enhancing the window to wall ratio (WWR) to 30% for every non-huddled vertical surface, and installing a layer of 3 mm clear glass with characteristic of LSG=1,03 and EA=0,27. Simulation employing those recommendations shows a result of sDA300,50% 28% and cDA300,50% 47% with 78 modelled buildings passed the minimum score for "nominally acceptable" daylit or sDA300,50% more than or equal to 55%.

Kata Kunci : pencahayaan alami urban, spatial daylight autonomy, continuous daylight autonomy, Urban Modelling Interface, Kampung Notoprajan.

  1. S1-2021-394981-abstract.pdf  
  2. S1-2021-394981-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-394981-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2021-394981-title.pdf