SEKURITISASI DALAM DOMINASI EUROSKEPTISME SAYAP KANAN DALAM DISKURSUS DUKUNGAN ATAS KELUARNYA INGGRIS DARI UNI EROPA (BRITISH EXIT) PADA REFERENDUM 2016

KYNAN REIHAN, Drs. Muhadi Sugiono, MA

2021 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Sejak terjadinya Krisis Migran Eropa pada 2016, perbincangan mengenai kritik terhadap Uni Eropa mulai menarik perhatin masyarakat Eropa oleh karena penanganan EU dalam krisis pengungsi tersebut. Meningkatnya traksi sikap kritis terhadap EU ini, yang disebut sebagai Euroskeptisme, dalam diskursus politik Eropa pun akhirnya memiliki pengaruh yang signfikan dimana Inggris dalam referendum pada tahun 2016 memilih untuk keluar dari keanggotaan EU oleh karena dorongan kuat dari kelompok-kelompok Euroskeptis yang semakin populer. Euroskeptisme merupakan sikap yang secara politis beragam. Namun, dalam kasus Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, kata "Euroskeptisme" menjadi lebih identik dengan Euroskeptisme yang datang dari basis ideologi nasionalis sayap kanan dibandingkan dengan yang datang dari basis ideologi sayap kiri. Dengan meneliti bagaimana kondisi masyarakat Inggris menjadi latar belakang dan bagaimana media Inggris meliput isu-isu tersebut, dapat dilihat bahwa hal ini disebabkan oleh kemampuan dari kelompok-kelompok Euroskeptis sayap kanan untuk membingkai situasi-situasi yang lebih dapat terlihat secara langsung, seperti krisis pengungsi dan ancaman terorisme dari ISIS, sebagai ancaman eksistensial bagi masyarakat Inggris. Sedangkan, kelompok Euroskeptis sayap kiri tidak memiliki kemampuan yang setara dengan Euroskeptis sayap kanan oleh karena isu yang diperhatikan oleh mereka cenderung tidak dapat terlihat dalam liputan media seperti sifat institusi Uni Eropa dan kemandirian kebijakan ekonomi negara anggotanya. Hal ini pun membuat kelompok Euroskeptis sayap kanan mendapatkan pengaruh yang signifikan untuk melakukan sekuritisasi dan mendorong langkah-langkah yang tidak biasa dalam politik Inggris, yaitu mengadakan referendum dan akhirnya mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa.

Since the European Migrant Crisis in 2016, discussions about criticism of the European Union have begun to attract the European community's attention because of the EU's handling of the refugee crisis. The increasing traction of this critical attitude towards the EU, which is known as Euroscepticism, in European political discourse finally had a significant effect where the UK in a referendum in 2016 chose to leave EU membership due to strong encouragement from increasingly popular Eurosceptic groups. Euroscepticism is a politically diverse attitude. However, in the case of Britain and other European countries, the word "Euroscepticism" became more synonymous with Euroscepticism which came from the basis of a right-wing nationalist ideology than that which came from a left-wing ideological basis. By examining how the conditions of British society form the background and how the British media cover these issues, it can be seen that this is due to the ability of right-wing Eurosceptic groups to frame more direct situations, such as the refugee crisis and the threat of terrorism from ISIS, as an existential threat to British society. Meanwhile, left-wing Eurosceptics do not have the same abilities as right-wing Eurosceptists because the issues they are concerned with tend not to be explicit in media coverage such as the nature of the EU institutions and the independence of the economic policies of its member countries. This also gave right-wing Eurosceptists a significant influence on securitizing and encouraging unusual steps in British politics, namely holding referendums and ultimately expelling the UK from the European Union.

Kata Kunci : brexit, referendum, 2016, Inggris, UK, euroscepticism, euroskeptisme, euroskeptisisme, diskursus, media, sekuritisasi, sayap kanan, sayap kiri, nasionalisme