Laporkan Masalah

SISTEM KEPENJARAAN DAN PRAKTIKNYA DI SEMARANG TAHUN 1906 SAMPAI 1942

SHOFYA AMALIYAH H, Dr. Abdul Wahid, M.Phil.

2021 | Skripsi | S1 SEJARAH

Kota Semarang mengalami perkembangan ekonomi yang pesat sejak akhir abad ke-19. Semarang memiliki posisi yang penting dalam pemerintah kolonial. Pada tahun 1906, Semarang diresmikan sebagai gemeente (kotapraja). Penetapan kota Semarang sebagai kotapraja merupakan salah satu realisasi dari kebijakan desentralisasi yang telah dicanangkan sejak tahun 1903. Sejak saat itu, sebagian wewenang dari pemerintah pusat akan dijalankan sepenuhnya oleh dewan perwakilan daerah. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di kota Semarang diikuti dengan pembangunan sarana dan infrastruktur kota yang semakin memadai. Perkembangan kota Semarang yang semakin modern juga diikuti dengan kemunculan berbagai permasalahan sosial di lingkungan masyarakat kota. Permasalahan tersebut di antaranya adalah ledakan penduduk, pemukiman kumuh, penyebaran wabah penyakit, kriminalitas, dan pemogokan buruh. Berbagai permasalahan sosial yang terjadi telah mendorong upaya pemerintah agar mempertegas proses hukum yang berlaku. Salah satu di antaranya adalah penegakan hukuman pidana penjara. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan sistem kepenjaraan dan praktiknya di kota Semarang pada tahun 1906-1942. Dengan menggabungkan sumber-sumber primer dan sekunder, maka ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, aturan-aturan yang diterapkan pada lembaga kepenjaraan di Semarang merupakan ketentuan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat meskipun dalam pelaksanaannya setiap lembaga penjara akan menyesuaikan dengan aturan rumah tangga masing-masing. Kedua, pemberian hukuman pidana penjara masih sangat dipengaruhi oleh golongan bangsa (ras), sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi golongan non-Eropa. Ketiga, sistem kepenjaraan yang diterapkan di kota Semarang sangat menekankan disiplin yang tinggi, sehingga dapat dilihat pula bahwa upaya disipliner tersebut dilakukan dengan penuh kekejaman oleh para pegawai.

The city of Semarang has experienced rapid economic since the end of the 19th century. Semarang has an important position in the colonial government. In 1906, Semarang was inaugurated as gemeente (Kotapraja). The determination of Semarang City as Kotapraja is one of the realization of the decentralization policy that has been launched since 1903. Since then, part of the authority of the central government will be fully exercised by the regional legislative councils. The rapid economic growth in the city of Semarang is followed by the development of more adequate city facilities and infrastructure. The development of the city of Semarang which is increasingly modern is also followed by the emergence of various social problems in the city community. These problems include population exsplosions, slum settlements, the spread of disease outbreaks, crime, and labor strikes. The various social problems that have occurred have prompted the governments efforts to reinforce the applicable legal process. One of them is the enforcement of imprisonment. This thesis research aims to describe the prison system and practices in Semarang in 1906 until 1942. By combining primary and secondary sources, the following research result were found. First, the rules applied to the prison institution in Semarang are stipulations issued by the central government, although in practice each prison institution will adjust to its respective household rules. Secondly, imprisonment is still heavily influenced by national groups (race). Thirdly, the prison system applied in the city of Semarang is highly disciplined, so it can also be seen that the disciplinary efforts were carried out cruelly by prison officials.

Kata Kunci : Sistem Kepenjaraan, Praktik Penjara, Penjara Kolonial, Semarang

  1. S1-2021-399579-abstract.pdf  
  2. S1-2021-399579-bibliography.pdf  
  3. S1-2021-399579-tableofcontents.pdf  
  4. S1-2021-399579-title.pdf