PERBANDINGAN MODEL INTERPOLASI IDW, KRIGING, DAN SPLINE UNTUK PEMETAAN KEDALAMAN MUKA AIRTANAH DI KOTA YOGYAKARTA

SRI REJEKI WULANDARI, Dr. Nur Mohammad Farda, S.Si., M.Cs.

2021 | Tugas Akhir | D3 PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Kota Yogyakarta merupakan Ibu Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Sleman-Yogyakarta. Perkembangan penduduk Kota Yogyakarta yang terus meningkat dari tahun ketahun dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1.168 ditahun 2016 hingga 2020 (bappeda.jogjaprov.go.id) dengan luas wilayah hanya 1,02% dari luas wilayah Provinsi Yogyakarta menjadikan Kota Yogyakarta sebagai daerah dengan kebutuhan akan ketersediaan air bersih yang tinggi. Kebutuhan akan ketersediaan air bersih tersebut belum sepenuhnya dipenuhi oleh PDAM. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat maupun industri menengah kebawah memilih untuk mendapatkan air bersih yang berasal dari airtanah melalui keberadaan sumur gali. Informasi kedalaman muka airtanah (water table) menjadi penting karena dapat membantu dalam pembuatan sumur gali yang mana masih menggunakan cara konvensional dalam memperkirakan kedalaman muka airtanah dan memakan waktu yang lama serta memerlukan banyak tenaga. Oleh karena itu, adanya pemodelan kedalaman muka airtanah menjadi alternatif dalam mendapatkan kedalaman muka airtanah secara cepat dan akurat. Model kedalaman muka airtanah didapatkan melaui pengolahan interpolasi menggunakan 79 titik sumur gali yang tersebar di Kota Yogyakarta dan sekitarnya menggunakan perangkat lunak ArcMap menggunakan beberapa tipe interpolasi seperti IDW, Kriging dan Spline. Perbandingan dilakukan dengan menghitung nilai RMSE dari hasil interpolasi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa IDW dengan nilai power tiga merupakan metode terbaik dalam memetakan kedalaman muka airtanah karena menghasilkan nilai RMSE yang sangat rendah. Selain IDW nilai power juga mempengaruhi dalam interpolasi metode spline model Regularized dan Tension.

Yogyakarta City is the capital city of the Yogyakarta Special Region which is located in the Sleman - Yogyakarta Groundwater Basin. The population development that continues to increase from 402 679 people in 2013 and increases to 431939 people in 2019 with an area of only 1.02% of the total area of Yogyakarta Province makes Yogyakarta City an area with a high need for clean water availability. The need for clean water availability has not been fully met by PDAM. Therefore, to meet the water needs of the community and some industries, they choose to get clean water from groundwater through the existence of dug wells. The depth of the groundwater level (water table) is the reference point in making dug wells, but the conventional method certainly takes a long time and requires a lot of energy. Therefore, the existence of groundwater level modeling is an alternative in obtaining groundwater level depth quickly and accurately. The groundwater level depth model was obtained through interpolation processing of 79 dug well points spread across Yogyakarta City and its surroundings using ArcMap software using several types of interpolation such as IDW, Kriging, and Spline. Different approaches to interpolation can produce different results. The purpose of this research is to model the groundwater level depth in the city of Yogyakarta. Comparisons are made by calculating the RMSE value from the interpolation results. The results obtained show that the IDW with a power value of three is the best method in mapping the depth of the groundwater level because it produces a very low RMSE value. In addition to IDW, the power value also affects the interpolation of the Regularized and Tension spline model methods.

Kata Kunci : Kata Kunci: Muka Airtanah, Interpolasi, Kota Yogyakarta, Inverse Distance Weighted (IDW, Kriging, Spline, RMSE.