Laporkan Masalah

Sejarah Pendidikan Penerbang Indonesia 1945-1960

ANDI MUHAMMAD, Julianto Ibrahim, M.Hum

2021 | Skripsi | S1 SEJARAH

Penelitian ini membahas dimulainya pendidikan penerbang yang dijalani oleh penerbang-penerbang pertama Indonesia sesaat setelah proklamasi kemerdekaan. Indonesia termasuk negara yang sejak awal kelahirannya tidak memiliki industri penerbangan yang perkembangannya pesat. Pada masa Hindia Belanda, pemerintah Hindia Belanda baru mengizinkan calon penerbang pribumi untuk mengikuti pendidikan penerbang menjelang tahun 1940. Tidak lama kemudian, Jepang sudah menduduki Hindia Belanda pada 1942. Sehingga, salah satu dampaknya adalah penerbang-penerbang pribumi yang tercetak juga tidak banyak. Ketika Jepang menduduki wilayah kekuasaan Hindia Belanda, Jepang tidak membiarkan adanya pribumi yang dapat menjadi penerbang. Keadaan ini berlangsung hingga akhirnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Penelitian ini menguraikan proses pendidikan penerbang sejak sekolah penerbang pertama yang dibangun Angkatan Udara Republik Indonesia hingga tercetaknya penerbang Indonesia “Kelas Satu” yang dimiliki oleh Garuda Indonesian Airways. Setelah menentukan tema, penelitian dilanjutkan dengan mengumpulkan sumber primer dan sekunder. Dua sumber primer yang utama dipakai dalam penelitian ini adalah majalah Angkasa terbitan AURI dan Berita Penerbangan (Radjawali) terbitan GIA. Dari sumber-sumber tersebut secara kronologis dapat dirangkai perkembangan pendidikan penerbang di Indonesia serta proses yang menyertainya. Sumber sekunder mengandalkan buku-buku terbitan AURI, buku-buku terkait yang membahas perkembangan AURI, dan buku-buku terkait yang membahas penerbangan sipil. Sumber yang telah didapatkan kemudian diverifikasi dan diinterpretasi. Tahap paling akhir yaitu penulisan dan rekonstruksi sesuai dengan rumusan masalah. Sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, para pribumi yang telah menjalani pendidikan penerbang dan pendidikan yang terkait dengan penerbangan dipersatukan oleh panggilan Suryadi Suryadarma atas perintah Urip Sumoharjo. Dimulailah babak awal penerbangan Indonesia melalui angkatan udara yang berdiri sendiri tidak digabungkan dengan angkatan militer lainnya. Melalui angkatan udara pula, Indonesia berusaha memulai penerbangan sipil. Penelitian ini memfokuskan pada kronologi pencetakan penerbang sipil dan militer. Pemerintah Indonesia mencetak penerbang melalui Angkatan Udara Republik Indonesia, Garuda Indonesian Airways, dan Akademi Penerbangan Indonesia. Dibutuhkan 15 tahun sejak kemerdekaan untuk mencetak penerbang pertama yang memiliki kualifikasi Penerbang Kelas Satu.

This study discusses the commencement of flight training in Indonesia sometime after the proclamation of independence. Indonesia is one of the countries which since their declaration of independence did not have an aviation industry that is developing rapidly. During the period of the Dutch East Indies, the Dutch East Indies government only allowed prospective native aviators to attend flight training before 1940. Not long after, Japan occupied the Dutch East Indies in 1942. One of the effects was that there were not many qualified native aviators. When Japan occupied the territory of the Dutch East Indies, Japan did not allow any natives to become aviators. This situation lasted until Indonesia proclaimed its independence. This study describes the flight training process from the first aviator school built by the Indonesian air force (Angkatan Udara Republik Indonesia) to the first qualified “First Class” Indonesian aviator of Garuda Indonesian Airways. After determining the theme, the research was conducted by collecting primary and secondary sources. The two main primary sources used in this research are the Angkasa magazine published by AURI and Berita Penerbangan (Radjawali) published by GIA. From these sources, we can chronologically summarize the development of flight training in Indonesia and the processes that accompany it. Meanwhile, secondary sources rely on books published by AURI, related books that discuss the development of AURI, and related books that discuss civil aviation. The sources that have been obtained are then verified and interpreted. The last stage is the writing and the reconstruction in accordance following the formulation of the problem. Shortly after the proclamation of independence, the natives who had undergone flight training and aviation-related education were called to report by Suryadi Suryadarma's summons on the orders of Urip Sumoharjo. The initial phase of Indonesian aviation was born within the air force. This research focuses on the chronology of the training of civilian and military aviators. The Indonesian government trained its aviators through Angkatan Udara Republik Indonesia, Garuda Indonesian Airways, and Akademi Penerbangan Indonesia. It took 15 years since Indonesia's independence to produce the first aviator to be qualified as a "First Class" Aviator.

Kata Kunci : Angkatan Udara Republik Indonesia, Garuda Indonesian Airways, penerbang, aviasi, pilot, pendidikan penerbang, Akademi Penerbangan Indonesia

  1. S1_2021_365978_abstract.pdf  
  2. S1_2021_365978_bibliography.pdf  
  3. S1_2021_365978_tableofcontent.pdf  
  4. S1_2021_365978_title.pdf