EKOLOGI DAN KONSERVASI KUCING HUTAN (Prionailurus javanensis Desmarest, 1816) PADA HUTAN TROPIS DATARAN RENDAH YANG TERSISA DI PULAU JAWA

NANANG IRAWAN, Prof . Dr . Satyawan Pudyatmoko;Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono;Dr. rer. silv. M. Ali Imron

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEHUTANAN

INTISARI Kucing hutan (Prionailurus javanensis, Desmarest 1816) merupakan salah satu satwa karnivora yang dilindungi di Indonesia. Meskipun telah cukup lama menyandang status sebagai satwa yang dilindungi, namun ancaman terhadap spesies ini masih terus terjadi akibat perubahan habitat, perburuan dan perdagangan illegal. Sayangnya, hingga saat ini belum ada penelitian yang menginvestigasi secara khusus aspek ekologi dan sosial untuk mendukung konservasi kucing hutan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, sebagai langkah awal dalam penelitian ini dilakukan pemetaan terhadap kucing hutan untuk mengetahui sebaran dan potensi habitatnya di berbagai fungsi kawasan hutan di Jawa. Selanjutnya dengan mengambil lokasi spesifik di Hutan Kemuning dilakukan kajian yang bertujuan untuk mengetahui aspek ekologis yang mencakup kepadatan populasi, penggunaan habitat & mangsa kucing hutan, serta aspek sosial yang meliputi sikap masyarakat terhadap konservasi kucing hutan. Maximum Entropy (Maxent) model digunakan untuk memodelkan secara spasial distribusi kucing hutan dan habitatnya di Pulau Jawa. Mengingat kucing hutan merupakan satwa nokturnal dan elusif, kamera trap digunakan untuk mengkaji aspek ekologis dengan Random Encounter Model (REM) dipilih sebagai metode untuk mengetahui kepadatan populasi. Sementara itu, kajian orientasi nilai satwa liar dilakukan untuk menilai sikap masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Kemuning terhadap margasatwa khususnya kucing hutan dengan metode kuisioner dan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kucing hutan tidak tersebar secara merata, cenderung mengelompok di bagian tengah Pulau Jawa. Kawasan non konservasi di Jawa, berperan penting bagi kucing hutan karena 66,8% wilayahnya cocok sebagai habitat kucing hutan. Kepadatan populasi kucing hutan di Hutan Kemuning adalah 2,29 individu km-2 sehingga diperkirakan terdapat 9 individu kucing hutan. Hutan rimba alam dan ladang digunakan sebagai habitat kucing hutan di Hutan Kemuning, dengan tikus belukar Rattius tiomanicus sebagai mangsa utama di kawasan tersebut. Masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Kemuning memiliki orientasi nilai satwa liar mutualisme yang ditunjukkan dengan memilih sikap hidup berdampingan bersama kucing hutan melalui agroforestry grown shaded coffee. Mengingat keanekaragaman hayati yang tinggi di Hutan Kemuning, kami merekomendasikan agar kawasan Hutan Kemuning diubah menjadi Kawasan Ekosistem Esensial serta membuat jalur koridor satwa untuk mendukung konservasi spesies yang mendiami kawasan tersebut.

The leopard cat (Prionailurus javanensis, Desmarest 1816) is one of the protected carnivores in Indonesia. Although it has maintained its status as a protected animal for a long time, the threat to this species rises due to habitat changes, hunting, and illegal trade. Unfortunately, there is no research particularly investigated the ecological and social aspects to support the conservation of leopard cats in Java. Therefore, as a first step in this study, a mapping of leopard cats was accomplished to distinguish the distribution and potential of their habitat in various functions of forest areas in Java. Furthermore, by taking a specific site in the Kemuning Forest, a study was achieved to observe the ecological aspects of the density population, habitat use & prey, as well as the community attitudes towards leopard cat conservation. The Maximum Entropy (Maxent) model was applied to spatially model the distribution of leopard cats and their habitats in Java. Considering that leopard cats are nocturnal and elusive animals, we operated camera traps to assess ecological aspects with the Random Encounter Model (REM) chosen as a method to determine population density. Meanwhile, we utilized the wildlife value orientation framework to evaluate the attitudes of the people living around the Kemuning Forest towards wildlife, especially leopard cats, using a questionnaire method and semi-structured interviews. The results of this study indicated that the leopard cat was not evenly distributed, it tended to cluster in the central part of Java Island. Non-conservation areas in Java played an important role for leopard cats because 66.8% of the area was suitable for leopard cat habitat. The population density of leopard cats in the Kemuning Forest was 2.29 individuals km-2 so it was estimated there were 9 individual leopard cats. Natural forest and agricultural fields were chosen by leopard cats as habitat in the Kemuning Forest, with the Malaysian field rat Rattius tiomanicus as the main prey in the area. Communities living around the Kemuning Forest have a mutualism wildlife value orientation shown by choosing coexistence with leopard cats through agroforestry grown shaded coffee. Given the high biodiversity in the Kemuning Forest, we recommend that the Kemuning Forest area be converted into an Essential Ecosystem Area and create wildlife corridors to support the conservation of the species inhabited the area.

Kata Kunci : leopard cat, maxent, random encounter model, non conservation area, agroforestry