LITIGASI PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA: QUO VADIS LITIGASI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS HAK DI INDONESIA?

ANDIKA PUTRA, Dr. Wahyu Yun Santoso, S.H., M.Hum., LL.M.

2020 | Tesis | MAGISTER ILMU HUKUM

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter dan nature dari litagasi perubahan iklim berbasis hak di Indonesia dan melakukan perbandingan kasus litigasi perubahan iklim di negara lain untuk mengetahui argumen apa saja yang dapat dipelajari oleh Indonesia. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi dasar hukum, perkembangan litigasi perubahan iklim di Indonesia dan melihat karakter dan nature dari kasus litigasi perubahan iklim berbasis hak di Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini berupaya mengidentifikasi beberapa kasus litigasi perubahan iklim seperti Urgenda, Leghary, dan Future Generations dan berupaya melihat prospek pengembangan litigasi perubahan iklim berbasis hak ke depan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan meneliti data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa temuan, pertama, kasus litigasi perubahan iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu direct dan indirect rights-based climate litigation. Khusus untuk direct rights-based climate litigation terdapat dua kasus yang memiliki karakater yang berbeda, yaitu kasus PLTU Celukan Bawang yang berupaya melindung hak prosedural dan kasus Samarinda Menggugat yang berupaya melindungi hak untuk hidup dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Kedua, litigasi perubahan iklim berbasis hak sudah sangat berkembang di dunia, diantaranya kasus Urgenda, Legahry, Future Generations, dimana ketiga kasus tersebut memeliki persamaan dan perbedaan diantaranya terkait dengan jenis hak asasi manusia, sumber hukum, strategi, perlindungan terhadap voiceless, dan pertimbangan ekstrateritorialitas. Pada konteks ini tiga hal yang menarik untuk dipelajari dari ketiga kasus, yaitu perlindungan hak yang non-mainstream, perluasan sumber hukum, dan perlindungan terhadap the voiceless.

This research aims to identify the character and nature of rights-based climate change litigation in Indonesia and identify lessons learned from other countries' climate litigation cases to strengthen future climate change claims. This research begins by identifying the legal basis, developments in climate change litigation in Indonesia, and looking at the character and nature of rights-based climate change litigation cases in Indonesia. Furthermore, this study seeks to identify several climate change litigation cases such as Urgenda, Leghary, and Future Generations and seek to see the prospects for developing rights-based climate change litigation in Indonesia in the future. This research is normative legal research conducted by examining secondary data. Secondary data consists of primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through library research. There are several findings from this research. First, the case of climate change litigation in Indonesia can be divided into direct and indirect rights-based climate litigation. In terms of direct rights-based climate litigation, there are two cases with different characteristics, namely PLTU Celukan Bawang case, which seeks to protect procedural environmental rights, and the Samarinda Menggugat case seeks to protect the right to life and the right to a safe and healthy environment. Second, rights-based climate litigation has developed rapidly in other countries, for instance, Urgenda, Leghary, and Future Generations cases, in which the three cases have similarities and differences, which related to types of human rights, legal sources, strategies, protection against the voiceless, and extraterritorial considerations. In this context, there are three lessons learned from the cases mentioned earlier: the protection of non-mainstream rights, the use of various legal sources, and the voiceless protection.

Kata Kunci : Litigasi, Perubahan Iklim, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Indonesia