Laporkan Masalah

EVALUASI DAN REKONSTRUKSI KEBERLANJUTAN MODEL IMBAL JASA LINGKUNGAN DI SUB DAS CEBONG, KABUPATEN WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH

Anang Widicahyono, Prof. Dr. Ir. San Afri Awang M. Sc. ; Prof. Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut. ; Dr. rer. nat. M. Anggri Setiawan, M.Si.

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEHUTANAN

DAS merupakan ruang sumberdaya alam berada dan tersimpan sehingga dapat dimanfaatkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Eksploitasi sumberdaya alam berupa penambangan dan penebangan hutan memperburuk kondisi DAS. Kompleksitas hubungan berbagai komponen dalam penggunaan jasa lingkungan dapat ditemukan di Sub DAS Cebong. Penelitian ini bermaksud mengkaji mekanisme imbal jasa lingkungan dalam pemanfaatan lahan secara detail. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kompleksitas pemanfaatan jasa lingkungan di Sub DAS Cebong, 2) Mengidentifikasi dan menganalisis nilai jasa lingkungan yang disediakan oleh Sub DAS Cebong, dan 3) Merekonstruksi perkembangan dan mengevaluasi keberlanjutan model Imbasan di Sub DAS Cebong. Untuk menjawab tujuan pertama, kedua dan ketiga pada penelitian ini maka digunakan kerangka konseptual yang menggambarkan kondisi aktual permasalahan di Sub DAS Cebong dengan pendekatan model. Kondisi aktual kompleksitas permasalahan di Sub DAS Cebong dimodelkan dengan System Thingking. Keberadaan imbal jasa lingkungan dimodelkan dengan model Imbasan, Replacement Cost dan Nilai Ekonomi. Tingkat Keberlanjutan DAS dimodelkan dengan Panarchy dan Evaluasi model Imbasan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pemanfaatan lahan di Sub DAS Cebong dapat dibagi ke dalam tiga fase. Fase pertama adalah periode ketika kawasan hutan lindung di Sub DAS Cebong masih dikelola dengan baik karena fokus pemanfaatan hanya untuk lahan pertanian. Belum ada bentuk kompensasi yang diberikan masyarakat kepada alam untuk setiap lahan yang diolah. Perubahan pada keterlibatan pemangku kebijakan dalam pengelolaan hutan mengawali fase kedua. Di fase ini, masyarakat mulai terlibat untuk mengelola lahan hutan bersama Perum Perhutani. Lemahnya penegakan hukum merupakan awal dari munculnya masalah penjarahan lahan. Fase akhir masih berlangsung hingga masa kini dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan non pertanian. Ciri fase ini yaitu pembukaan kawasan wisata di Bukit Sikunir dan Telaga Warna. Kelembagaan yang lebih tertata dengan baik dapat menjembatani para pemangku kebijakan yang terlibat. Kesejahteraan masyarakat semakin baik dengan adanya pembagian tugas yang jelas dan penyerapan tenaga kerja untuk kegiatan wisata. Terdapat lima kategori jenis jasa lingkungan di Sub DAS Cebong, meliputi jasa penyedia, jasa sosial budaya, layanan ekosistem penyediaan, Perlindungan kawasan dan keanekaragaman hayati. Jasa lingkungan yang paling dominan di Sub DAS Cebong adalah jasa penyedia untuk makanan dengan persentase 47,84%. Kesinambungan dari bentuk Imbal Jasa Lingkunga di Sub DAS Cebong dimodelkan dalam bentuk model Imbasan dan Panarchy. Implementasi Imbasan di Sub DAS Cebong mulai dirasakan pada fase akhir dengan adanya kompensasi dalam bentuk pemasukan dari kegiatan ekowisata dan pemberian insentif kepada para stakeholder yang berperan sebagai penyedia jasa lingkungan. Adanya pemberian insentif dan kompensasi di DAS Mikro Cebong menjadikan model Imbasan yang berkelanjutan.

A watershed is a place where natural resources are stored, so that humans can use them to meet their needs. Exploitation of natural resources in the form of mining and deforestation worses watershed conditions. The case of the complex relationships between components of forest ecosystem services use can be found in Cebong sub-watershed. Thus, this research intends to study the mechanism of PES in utilizing protection forest at a detailed scale. The main objective can be divided into three parts, such as: 1) to analyze the complexity of the use of environmental services in Cebong sub-watershed, 2) to identify and analyze the value of environmental services provided by the Cebong sub-watershed, and 3) Reconstructing developments and evaluating the sustainability of the Imbasan model in Cebong sub-watershed. To answer the first, second and third objectives of this study, a conceptual framework is used that illustrates the actual conditions of problems in the Cebong Sub-Watershed with a model approach. The actual condition of the complexity of the problems in the Cebong Sub-Watershed is modeled by the System Thingking. The existence of payment environmental service is modeled by the model of Imbasan, Replacement Cost and Economic Value. The level of watershed sustainability is modeled by the Panarchy and Evaluation Imbasan model. This research discovers the history of land use in Cebong sub-watershed can be divided into three main parts. The first phase refers to the period when the protection forest was well-managed since the focus was only to use the forest for agricultural activities. However there was no compensation from the local community to nature to replace the cultivated land. An alteration to the involvement of stakeholders in forest management initiate the beginning of second phase. Within this phase, local community has started to involve in forest land management along with Perum Perhutani. Poor law enforcement forces the arising problems of land plundering at that period. The last phase has been going on until today. It is initiated by opening the land for non-agricultural activities, such as ecotourism in Sikunir hill and Warna Lake. Better institutional aspects encourage better communication between involving stakeholders. Community welfare is also increased following a proper task divisions and employment for developing the ecotourism. There are five main categories of ecosystem services in Cebong sub-watershed, including service providers, social-cultural service, ecosystem provision services, area protection and biodiversity. The most dominant environmental services in the Cebong sub-watershed are provision service for food with a percentage of 47,84%. The sustainability of PES in Cebong sub-watershed is modeled in form of framework diagram. The implementation of PES in Cebong sub-watershed is fully applied within this last phase, indicated by the compensation in form of incomes from the ecotourism activities and incentives for the stakeholder as service providers. The existance od incentive and compansation in the Cebong sub-watershed creates a sustainable Imbasan model.

Kata Kunci : Hubungan manusia dan alam, Imbal jasa lingkungan, Sub DAS Cebong

  1. S3-2020-376511-abstract.pdf  
  2. S3-2020-376511-bibliography.pdf  
  3. S3-2020-376511-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2020-376511-title.pdf