Laporkan Masalah

DISHARMONISASI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (Studi Kasus Putusan PK Mahkamah Agung RI No. 97 B/Pdt.Sus-Arbt/2016 tanggal 18 April 2016)

NOVI PRAMITA R, Dr. Sutanto, S.H., M.S.

2020 | Tesis | MAGISTER ILMU HUKUM (KAMPUS JAKARTA)

Prinsip putusan arbitrase adalah final dan mengikat (final and binding) bagi para pihak yang bersengketa. Pengajuan pembatalan putusan arbitrase di Pengadilan Negeri (peradilan umum) adalah suatu upaya hukum bagi pihak yang dikalahkan, karena pada dasarnya pelaksanaan putusan arbitrase dijalankan secara sukarela. Tujuan penelitian ini adalah, pertama untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum putusan arbitrase nasional apabila diajukan permohonan pembatalan berdasarkan alasan-alasan di luar dari yang ditentukan oleh Pasal 70 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; kedua untuk mengetahui kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam menemukan suatu putusan arbitrase dapat atau tidaknya untuk dieksekusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengumpulkan bahan pustaka atau data sekunder. Spesifikasi penelitian ini bersifat analitis tentang kekuatan hukum suatu putusan arbitrase nasional yang diajukan pembatalan di Indonesia. Teknik pengumpulan data di dalam penelitian adalah dengan mengumpulkan data sekunder yang diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data-data yang terkumpul dianalisis dan ditarik kesimpulan dari temuan dalam pembahasan penelitian secara kualitatif. Pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan yang sesuai dengan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis. Pertama adalah dasar pembatalan putusan arbitrase pada Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak serta-merta digunakan oleh Hakim Pengadilan Negeri, namun alasan di luar pasal tersebut juga digunakan menurut prinsip keadilan yang diyakini oleh hakim dengan menggunakan asas ex aequo et bono. Kedua adalah kompetensi Mahkamah Agung dalam pertimbangannya untuk mengadili sendiri pembatalan putusan arbitrase dipandang melampaui wewenangnya dengan menyatakan suatu putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan atau dieksekusi, sehingga seolah melangkahi wewenang Ketua Pengadilan Negeri dalam memutus dapat atau tidak dapatnya pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase tersebut.

The principle of an arbitration award is final and binding to the disputing parties. Filing an annulment of arbitral award to District Court (general court) is a legal action for the defeated party, because basically the implementation of an arbitral award is carried out voluntarily. The objectives of this research are, firstly, to find out and analyze the legal strength of a national arbitral award if an annulment request is submitted based on reasons other than those determined by Article 70 Republic of Indonesia Law Number 30 of 1999 about Arbitration and Alternative Dispute Resolution; secondly, to find out the authority of the Supreme Court of Republic of Indonesia in finding that arbitral award could be or could not be executed. The method used in this research is normative juridical by collecting library materials or secondary data. The specification of this research is analytical about the legal strength of a national arbitral award that filed for annulment in Indonesia. The technique of collecting data in this research is to collect secondary data taken from primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The collected data were analyzed and conclusions were drawn from the findings in the qualitative research study. The study that carried out in this research resulted in two conclusions in accordance to the problem formulations from the author. First, the basis for the annulment of an arbitral award in Article 70 of Law Number 30 of 1999 about Arbitration and Alternative Dispute Resolution is not always used by District Court Judges, but reasons outside of this article are also used according to the principle of justice that is believed by the judge and using the principle of ex aequo et bono. Second, the competence of the Supreme Court in its consideration to adjudicate the annulment of an arbitral award itself is seen as exceeding its authority by stating that an arbitral award cannot be implemented or executed, so that it seems to have overstepped the authority of the District Court in deciding whether or not to implement the execution of the arbitral award.

Kata Kunci : BANI, Arbitrase, Pembatalan Putusan Arbitrase, Mahkamah Agung; BANI, Arbitration, Annulment of Arbitral Award, Supreme Court

  1. S2-2020-417938-abstract.pdf  
  2. S2-2020-417938-bibliography.pdf  
  3. S2-2020-417938-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2020-417938-title.pdf