EFEKTIVITAS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) DALAM MENGATASI DEFORESTASI PADA UNIT KPH PRODUKSI SIVIA PATUJU PROVINSI SULAWESI TENGAH

HERAWATI NUGRAHENI, Deva Fosterharoldas Swasto, S.T., M.Sc., Ph.D.

2020 | Tesis | MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Salah satu upaya mengatasi deforestasi adalah membentuk Kesatun Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai institusi pengelola kawasan hutan di tingkat tapak. KPH Sivia Patuju merupakan KPH Model yang dibangun di Sulawesi Tengah pada tahun 2014 dan pada tahun 2017 hingga 2019 memiliki tingat deforestasi paling tinggi di antara 7 KPH Model lainnya yaitu 1.689,44 Ha. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi deforestasi sebelum dan sesudah KPH dibentuk serta mengkaji faktor faktor yang mempengaruhi implementasi KPH dalam mengatasi deforestasi. Metode yang digunakan adalah metode kombinasi, kuantitatif untuk tujuan pertama, kualitatif untuk tujuan ke-dua dan ke-tiga, dengan analisis deskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di KPH Sivia Patuju, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, serta pengumpulan data sekunder. Populasi dalam penelitian ini adalah personil KPH Sivia Patuju dan masyarakat yang tinggal berbatasan dengan wilayah KPH Sivia Patuju serta memiliki lahan disekitar kawasan hutan, memiliki mata pencaharian sebagai petani kebun, petani ladang, atau yang memiliki kegiatan yang berkaitan dengan kehutanan. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Analisis data hasil wawancara dari key informan dan masyarakat kemudian dilanjutkan dengan keabsahan data kualitatif yaitu dengan cara triangulasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPH Sivia Patuju dalam kurun waktu 10 tahun telah kehilahangn hutan seluas 5.187,80 ha dan sebagian besar menjadi belukar. Tahun 2011-2013 perubahan dari hutan lahan kering sekunder ke pertanian lahan kering campur mencapai �± 1.600 ha dan pada tahun 2017-2019 turun menjadi �± 300 ha. Hal tersebut menjadi nilai positif bagi KPH Sivia Patuju karena dari tahun 2015 sejak KPH dibentuk, mampu menekan jumlah perubahan penutupan lahan ke pertanian lahan kering campur. Selain itu pada tahun 2015-2019 sebagian besar deforestasi terjadi pada lokasi dengan akses rendah. Artinya ekspansi kawasan hutan yang dilakukakan masyarakat untuk membuka lahan pertanian sudah mulai berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran efektivitas dari 10 (sepuluh) indikator masukan, 2 (dua) indikator tidak efektif, 3 (tiga) indikator cukup efektif, hal ini karena kurangnya anggaran, sarana prasarana serta adanya perubahan peraturan dan 5 (lima) indikator lain menunjukkan hasil yang efektif. Faktor-faktor yang mendukung efektifitas KPH Sivia Patuju dalam mengatasi deforestasi antara lain adalah komunikasi, disposisi, struktur birokrasi, partisipasi masyarakat, dan kebijakan. KPH sudah banyak berperan dalam upaya mengatasi deforestasi, di mana jika tidak ada KPH diindidkasikan angka deforestasi akan lebih besar dari saat ini.

One of the efforts to overcome deforestation is to form a Forest Management Unit (FMU) as an institution managing forest at the site level. The Sivia Patuju FMU is a FMUâ��s model that was developed in Central Sulawesi in 2014 and from 2017 to 2019 has the highest level of deforestation among the 7 other FMUâ��s model in Central Sulawesi, which is 1,689.44 Ha. This study aims to determine the condition of deforestation before and after the FMU was formed and examine the factors that influence the implementation of the FMU in dealing with deforestation. The method used is a combination method, quantitative for the first purpose, qualitative for the second and third purposes, with descriptive analysis. This study took place in the Sivia Patuju FMU, Tojo Una-Una Regency, Central Sulawesi. Data collection is done through interviews, observations, and secondary data collection. The population in this study is the Sivia Patuju FMUâ��s personnel and the people who live adjacent to the Sivia Patuju FMU area and own land around the forest area, have a livelihood as farmers, or who have activities related to forestry. The sampling technique was done by purposive sampling and snowball sampling. Data analysis of the results of interviews with key informants and the community, then followed by the validity of qualitative data by triangulation method The results showed that the Sivia Patuju FMU within 10 years had lost 5,187.80 Ha of forest and most of it became scrub. In 2011-2013 the change from secondary forest to mixed land agriculture reached �± 1,600 ha and in 2017-2019 down to �± 300 ha. This has become a positive value for Sivia Patuju FMU because from 2015 since the FMU was formed, it was able to reduce the amount of land cover change to mixed land agriculture. In addition, in 2015-2019 most deforestation occurred in locations with low access. This means that the expansion of forest areas that people have done to open agricultural land has begun to decrease. Based on the results of the measurement of effectiveness of 10 (ten) input indicators, 2 (two) indicators are not effective, 3 (three) indicators are quite effective, this is due to lack of budget, infrastructure and changes in regulations and 5 (five) other indicators show results that are effective. Factors that support the effectiveness of Sivia Patuju FMU in addressing deforestation include communication, disposition, bureaucratic structure, community participation, and policy. FMUs have played a large role in efforts to tackle deforestation, where if there were no FMU it was indicated that the deforestation rate would be greater than at present.

Kata Kunci : Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Sivia Patuju Sulawesi Tengah, Deforestasi, Efektifitas, Implementasi