Gerakan Revolusioner Komunitas Suporter: Bertahan dengan Sistem Struktur Non-Formal (Studi Kasus Ultras Culture Brigata Curva Sud di Era Liga Indonesia Baru)

ALFIAN AULIA, Dr. Agung Wicaksono, M.A.

2020 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

ABSTRAKSI Menjadikan forum besar sebagai representasi sistem skala besar bagi Brigata Curva Sud (BCS), skripsi ini menggambarkan bagaimana gerakan revolusioner komunitas suporter dapat berdampak bagi masyarakat luas, dan bagaimana mereka mengimplementasikan sistem anti struktur yang mereka buat berdasarkan pengalaman mereka sebelum membentuk komunitas baru. Diuji menggunakan konsep pseudo-hierarchy dan struktural fungsional, sistem bottom-up yang mereka gunakan diidentifikasi pada dua faktor; gerakan revolusioner (revolutionary movement) sebagai sikap ritual dan totemism atau hubungan ritual. Pada faktor sikap ritual, pseudo-hierarchy menggiatkan relasi antara orang (people) dengan komunitasnya pada tindakan keseharian mereka dengan menjadikan manifesto (nilai-nilai) sebagai patokan. Sikap ritual ini menjadi peran penting dalam merepresentasikan bagaimana karakter BCS sebagai komunitas suporter yang bisa disebut play acting, yang juga bertujuan menemukan bentuk hierarkis (sistem internal) yang sesuai dengan sikap ritual tersebut. Kemudian, faktor totem memanifestasikan BCS sebagai wadah yang dianggap suci (sacred) bagi masyarakat Sleman, di mana BCS sebagai institusi yang menjadi komponen dari sistem sosial menjalankan fungsinya, yaitu menjadikan PS Sleman sebagai ikon Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini, narasi pseudo-hierarchy dan struktural fungsional dalam tubuh BCS diceriterakan menggunakan metode penelitian etnografi yang dilakukan di beberapa tempat teman-teman BCS berkumpul. Pembentukan BCS dengan sistem anti struktur telah berkontribusi pada perawatan semangat juang primordial dan tindakan-tindakan anggotanya pada fungsi institusi sosial dan sepakbola. Gagasan ultras sebagai cara mereka dalam mendukung tim dan ciri identitasnya, secara langsung dan tidak langsung dinyatakan masyarakat Sleman melalui persepsi suporter (kehadiran, sense of belonging, kebebasan) dan aktivitas-aktivitas keseharian (style, membuat acara, nongkrong bersama) di dalam maupun luar stadion. Namun, dengan hal itu, studi mengenai gerakan dan sistem dari komunitas suporter ini ingin menjawab pertanyaan mengapa sistem bottom-up yang digunakan oleh Brigata Curva Sud dapat secara efektif mengorganisasikan anggota mereka yang jumlahnya besar.

ABSTRACT Making a large forum as a representation of a large-scale system for Brigata Curva Sud (BCS), this thesis wants to illustrates how the revolutionary movement of the supporter community can impact the wider community, and how they implement the anti-structural system that they created based on their experience before building a new community. Tested using the concepts of pseudo-hierarchy and functional structural, the bottom-up system they used was identified on two factors; revolutionary movement (revolutionary movement) as a ritual attitude and totemism or ritual relations. In the ritual attitude factor, pseudo-hierarchy promotes the relationship between people and their community in their daily actions by making the manifesto (values) as a benchmark. This ritual attitude becomes an important role in representing how the character of BCS as a supporter community that can be called play acting, which also aims to find a hierarchical form (internal system) that suits the ritual attitude. Then, the totem factor manifests BCS as a container that is considered sacred for the people of Sleman, where BCS as an institution that is a component of the social system carries out its function, which makes PS Sleman as an icon of Sleman Regency. In this study, the pseudo-hierarchy and functional structural narratives in the body of BCS are told using ethnographic research methods conducted in several places where BCS friends gather. The formation of BCS with an anti-structural system has contributed to the maintenance of primordial fighting spirit and the actions of its members in the functioning of social institutions and football. The idea of ultras as their way of supporting a team and its identity characteristics is directly and indirectly expressed by the Sleman community through the perception of supporters (presence, sense of belonging, freedom) and daily activities (style, making events, hanging out together) inside and outside stadium. However, with this, the study of the movements and systems of the supporter community wants to answer the question why the bottom-up system used by Brigata Curva Sud can effectively organize their large number of members.

Kata Kunci : Pseudo-hierarchy, Struktural Fungsional, ultras, pengelolaan komunitas suporter, gerakan revolusioner.