ADAPTASI MATA PENCAHARIAN WARGA TERDAMPAK PEMBANGUNAN BANDARA (Studi Mengenai Warga Yang Pernah Bekerja Sebagai Petani di Permukiman Relokasi Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo)
MUHAMMAD MAKRO M S, Dr. Suharko, M.Si.
2020 | Tesis | MAGISTER SOSIOLOGIPembangunan bandara baru di Kulonprogo telah menghilangkan lahan pertanian sebagai sumber penghidupan bagi warga petani dan mengharuskan adanya pemukiman kembali atau relokasi bagi warga petani. Masalah kemudian muncul pada perubahan mata pencaharian atau pekerjaan yang dihadapi oleh warga petani, dimana sebelumnya warga petani menggantungkan hidup dari bercocok tanam sebagai pekerjaan utama, kini warga petani tidak bisa lagi bercocok tanam karena lahan pertanian berubah menjadi area pembangunan bandara baru. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola mata pencaharian warga petani sebelum pemukiman kembali dan adaptasi mata pencaharian oleh petani pasca relokasi. Penelitian ini mengambil setting atau lokasi di permukiman relokasi di Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sembilan orang informan dimana informan utama merupakan warga yang pernah bekerja sebagai petani. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, catatan lapangan, dan pengumpulan data sekunder. Teknik analisis data menggunakan gagasan dari Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, atau yang disebut sebagai analisis data interaktif. Perspektif yang digunakan berkenaan mengenai Mata Pencaharian Berkelanjutan (Scoones, 1998), Lima Dimensi dalam Pembentukan Mata Pencaharian (Hall, 2007), dan Adaptasi Mata Pencaharian (Chen et al, 2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pembangunan bandara dan relokasi mengharuskan warga petani melakukan adaptasi terhadap perubahan atau alih mata pencaharian, dimana warga yang pernah bekerja sebagai petani memanfaatkan keterampilannya yang ditopang oleh pendayagunaan dana kompensasi untuk membuka ruang-ruang usaha di permukiman relokasi seperti warung, konter, pertanian rumahan, persewaan properti tenda, dan rumah kontrak. Keterampilan tersebut diperoleh warga dari pengembangan atau inspirasi dari keterampilan lain selain bertani sebelum relokasi, dan warga yang hanya memiliki pekerjaan sebagai petani sebelum relokasi memanfaatkan munculnya ruang-ruang usaha untuk ikut pula membuka ruang-ruang usaha maupun dari pengetahuannya dalam melihat peluang baru di permukiman relokasi. Tidak hanya pada pembukaan ruang usaha baru, warga ada yang bekerja di bandara sebagai petugas keamanan dan buruh harian lepas, dan tentu tidak semua warga dapat bekerja di lingkungan bandara selama masa transisi konstruksi pembangunan bandara baru. Warga yang pernah bekerja sebagai petani memanfaatkan relasi sosial dengan sesama warga terdampak maupun dengan pekerja proyek bandara untuk membuka keran informasi mengenai lowongan pekerjaan maupun dalam pengembangan usaha mandiri, dan ada warga yang memanfaatkan relasi sosial untuk tetap bekerja sebagai petani. Adaptasi mata pencaharian yang dilakukan oleh warga tersebut sebagai penyangga resiliensi dapat berubah seiring perkembangan operasionalisasi bandara baru. Dibalik upaya warga dalam beradaptasi terhadap mata pencaharian, warga mampu membeli aset-aset kekayaan seperti kendaraan, perabot rumah, dan barang-barang elektronik, yang diperoleh dari pemanfaatan dana kompensasi, dan melahirkan status sosial baru dalam hal kepemilikan aset kekayaan tersebut. Dapat dikatakan, warga hidup sejahtera secara materi, akan tetapi memiliki kerentanan dalam keberlangsungan hidup di tengah-tengah upaya adaptasi mata pencaharian.
The construction of a new airport in Kulonprogo had eliminated agricultural land as a source of livelihood for farmers and required resettlement or relocation for farmers. Problems arise in changes in livelihoods or jobs faced by farmers, where previously farmers depended on farming as their main occupation, now farmers are no longer able to farm because farming lands has turned into a new airport development area. Therefore, this study aims to find out how the patterns of livelihoods of farmers before resettlement and livelihoods adaptation by farmers after relocation. This study takes place in a relocation settlement in Palihan Village, Temon District, Kulonprogo. This study uses a qualitative method use nine informants where the main informants are local residents who had worked as farmers. Data collection techniques uses interviews, observation, documentation, field notes, and secondary data collection. Data analysis techniques uses the ideas of Miles and Huberman consisting of data reduction, data presentation and drawing conclusions, or what is referred to as interactive data analysis. Perspectives used pertain to Sustainable Livelihoods (Scoones, 1998), Five Dimensions of Livelihoods Formation (Hall, 2007), and Livelihoods Adaptation (Chen et al, 2018). The results showed that the construction of the airport and relocation requires farmers to adapt to changes or transfer of livelihoods, where local residents who had worked as farmers utilizes their skills which supported by the use of compensation funds to open business spaces in relocation settlements such as stalls, counters, home farming, tent property rental and contract homes. These skills are acquired by local residents from the development or inspiration of other skills besides farming before relocation, and local residents who only have jobs as farmers before relocation utilizes the emergence of business spaces to participate in opening up business spaces as well as from their knowledge in seeing new opportunities in relocation settlements. Not only at opening new business spaces, there are local residents who work at the airport as security officers and casual daily laborers, and certainly not all local residents can work in the airport during the transition period of construction of the new airport. Local residents who had worked as farmers utilizes social relations with fellow residents affected or with airport project workers to open information taps on job vacancies or in the development of independent businesses, and there are local residents who use social relations to continue working as farmers. The livelihoods adaptation undertaken by these local residents as resilience buffer may change with the development of the operation of the new airport. Behind local residents�s efforts to adapt to livelihoods, local residents are able to buy assets such as vehicles, home furnitures, and electronic goods, obtained from the use of compensation funds, and give birth to new social status in terms of ownership of these assets. It can be said, local residents live prosperously materially, but have vulnerability in survival in the midst of livelihoods adaptation efforts.
Kata Kunci : Pembangunan Bandara, Relokasi, Petani, Adaptasi, Mata Pencaharian