Laporkan Masalah

Pilihan Peserta Bertahan Menjalani Program Pemberdayaan Beasiswa Asrama Rumah Kepemimpinan (Studi pada Penerima Manfaat Angkatan 9 di Regional 3 Yogyakarta)

TEJANINGRUM, Dr.Tri Winarni S.P, S.U

2020 | Skripsi | S1 PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN

Sekitar 4,5 juta anak Indonesia harus putus sekolah (ABC, 2019). Untuk merespon hal tersebut, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan pemberian beasiswa sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 Bab V Pasal 12 Nomor 1, sehingga dapat meningkatkan partisipasi sekolah. Berkaitan dengan hal itu, organisasi swasta pun menerapkan beasiswa yang menawarkan program pemberdayaan sebagai bentuk pendidikan non formal-nya guna meningkatkan keberdayaan masyarakat mengakses kesejahteraannya secara mandiri. Dalam hubungan ini, beasiswa yang diselenggarakan secara spesifik oleh Organisasi Non Pemerintah (Ornop) tidak sekedar memberi dukungan finansial melainkan juga program pemberdayaan yang mengembangkan keterampilan fungsional serta sikap profesional penerima beasiswa. Artinya, program pemberdayaan oleh Ornop bisa menjadi sarana pengkapasitasan diri yang bermanfaat membantu kelompok sasaran memiliki kecakapan sesuai kebutuhan mencapai target kesejahteraannya. Akan tetapi, terdapat kemungkinan situasi yang mana visi lembaga tidak selaras dengan tujuan pribadi. Oleh karena itu, penerima beasiswa sebagai kelompok sasaran memerlukan kapabilitas pengelolaan keterbatasan sumber daya serta pemaksaan atas penerapan regulasi dari Ornop. Pada prinsipnya, terdapat pengaruh tingkat keberdayaan seseorang dengan pilihannya bertahan di suatu kondisi atau lingkungan tertentu. Sehubungan dengan itu, penelitian ini berfokus mendeskripsikan penyebab Peserta Angkatan 9 Regional 3 Yogyakarta memilih bertahan menjalani program pemberdayaan Beasiswa Asrama Rumah Kepemimpinan. Untuk itu, metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, teknik pengumpulan data penelitian ini adalah kepustakaan dan dokumentasi serta wawancara. Dalam hubungan ini, wawancara hanya dilakukan ke sepuluh orang peserta aktif angkatan 9 di asrama regional 3 Yogyakarta dan lima orang alumni Beasiswa Rumah Kepemimpinan. Sebab, penelitian ini menerapkan teknik purposive sampling sebagai cara menentukan informan. Selain itu, proses wawancara dijalankan peneliti secara semi terstruktur karena memakai interview guide serta melalui media interaksi dengan langsung bertemu tatap muka maupun via telepon bergantung pada pertimbangan jarak, waktu, serta kesedian informan. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukan bahwa ternyata ekspektasi yang dibayangkan informan di awal masa pembinaan tak terpenuhi selama program pemberdayaan berlangsung. Walaupun begitu, kelima belas informan tetap memilih bertahan untuk menjalani program pemberdayaan Beasiswa Asrama Rumah Kepemimpinan. Berkaitan dengan hal itu, menurut hasil analisis data penelitian ini terdapat lima penyebab utama peserta memilih bertahan. Pertama, benefit dari fasilitas tinggal di asrama yang mampu meringankan beban orang tua dan menghindari lingkungan kos dengan gaya hidup individualisme. Kedua, mekanisme peraturan asrama yang fleksibel. Ketiga, peserta Beasiswa Rumah Kepemimpinan memiliki karakteristik yang memungkinkannya mengontrol sumber pemaksa tindakan rasionalnya. Keempat, adanya kekuatan jaringan sosial yang memberi peluang peserta melakukan kolaborasi dan memiliki informasi yang interdisipliner. Kelima, pola pelaksanaan program pemberdayaan peserta oleh Rumah Kepemimpinan.

Around 4.5 million Indonesian children must drop out of school (ABC, 2019). To respond this, the Indonesian government implemented a scholarship policy in accordance with Law Number 20 of 2003 Chapter V Article 12 Number 1, so as to increase school participation. In this regard, private organizations implement non-formal education through empowerment programs in the form of scholarships, in order to improve the ability of the community to access their welfare independently. In this connection, scholarships specifically organized by NGOs do not only provide financial support but also empowerment programs that develop functional skills and professional attitudes of scholarship recipients. That is, empowerment programs by NGOs can be a means of self-capacity building that is useful to help the target group have the skills according to the needs of achieving their welfare targets. However, there are likely situations where the vision of the institution is not aligned with personal goals. Therefore, scholarship recipients as a target group need the capability of managing limited resources and the imposition of regulations from NGOs. In principle, there is an influence on the level of empowerment of a person with his choice to survive in a certain condition or environment. In this regard, this study focuses on describing the causes of the participants batch 9th in the region of Yogyakarata choose to survive undergoing the Rumah Kepemimpinan Boarding Scholarship empowerment program. For this reason, qualitative research methods with descriptive approaches are used in this study. Furthermore, the data collection techniques of this study are the literature and documentation as well as interviews. In this connection, interviews were only carried out to ten active participants batch 9th in region of Yogyakarta and five alumni of the Rumah Kepemimpinan Scholarship. Therefore, this study applies a purposive sampling technique as a way to determine informants. In addition, the interview process was done by researchers in a semi-structured manner because they used interview guides and through media interaction by meeting face-to-face or via telephone based on consideration of distance, time, and availability of informants. The results of this study indicate that the expectations of the informants at the beginning of the training period were not met during the empowerment program. Even so, the fifteen informants still chose to stay to undergo the Rumah Kepemimpinan Boarding Scholarship empowerment program. In this regard, according to the results of the analysis of this research data, there are five main causes for participants to choose to survive. First, the benefits of living in a dormitory that can ease the burden on parents and avoid a boarding environment with a lifestyle of individualism. Second, flexible dormitory regulatory mechanisms. Third, participants in the Rumah Kepemimpinan Scholarship have characteristics that enable them to control the source of coercive rational actions. Fourth, there is the power of social networks that gives participants opportunities to collaborate and have interdisciplinary information. Fifth, the pattern of implementation of participant empowerment programs by Rumah Kepemimpinan.

Kata Kunci : bertahan, pilihan rasional, organisasi non pemerintah, beasiswa asrama, program pemberdayaan

  1. S1-2020-395817-abstract.pdf  
  2. S1-2020-395817-bibliography.pdf  
  3. S1-2020-395817-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2020-395817-title.pdf