Bukan Agama dan Kepercayaan: Status Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) dalam Pasang Surut Relasi Agama dan Negara di Indonesia
LAELAFITRIANISAHRONI, Dr. Samsul Maarif
2020 | Tesis | MAGISTER AGAMA DAN LINTAS BUDAYAINTISARI Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisa relasi antara Pangestu sebagai warga negara abjek dengan negara dalam proses governmentality. Ada dua pertanyaan utama yang diajukan: Pertama, bagaimanakah pemerintah Indonesia mengontrol (governing) warga negara melalui definisi agama dan kepercayaan? Kedua, bagaimanakah Pangestu sebagai warga negara abjek menunjukkan praktik ingenious citizenship sebagai respon terhadap governmentality? Analisa didasarkan pada penelitian lapangan yang dilakukan selama periode tertentu di Paguyuban Ngesti Tunggal Yogyakarta dan tanya jawab melalui media telepon selular dengan pengurus Pangestu Pusat, Jakarta. Dengan melakukan penelitian etnografis, data diperoleh melalui wawancara langsung dan keikutsertaan dalam setiap kegiatan organisasi Pangestu, serta melalui prasyarat dan ceramah yang dilalui oleh setiap calong anggota Pangestu. Sebagai temuan, tesis ini mendiskripsikan bahwasanya pendefinisian agama dan kepercayaan di Indonesia merupakan salah satu bentuk governmentality pemerintah untuk mengatur ekspresi keagamaan warga negaranya. Definisi yang kemudian diimplementasikan melalui undang-undang serta kebijakan tersebut pada akhirnya menciptakan the script, atau sebuah gambaran ideal dari warga negara. Dengan adanya script agama dan kepercayaan, kelompok spiritual Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) yang menyatakan diri bukan bagian dari agama maupun aliran kepercayaan harus tereksklusi dari pengakuan pemerintah. Pangestu kemudian memiliki status sebagai warga negara abjek, yaitu yang identitasnya berada di luar definisi di dalam the script. Meski menjadi abjek, Pangestu tidak berdiam diri atas nihilnya pengakuan dan minimnya kemampuan dalam mengakses hak kewarganegaraan Pangestu terus mengupayakan berbagai cara untuk mempertahankan eksistensinya sebagai kelompok spiritual sekaligus warga negara dengan cara-cara kreatif (ingenious). Sebagai penyeimbang organisasi, kelompok tersebut mendirikan Yayasan Andana Warih dengan legalitas hukum yang diakui oleh Kemenkumham. Yayasan tersebut bertugas melakukan tindak keperdataan yang tidak mampu dilakukan Pangestu, sekaligus menjadi organ pendukung aktivitas sosial-ekonomi. Dengan adanya Yayasan Andana Warih pula, Pangestu tidak perlu bernegosiasi dengan script pemerintah untuk mengubah identitas menjadi agama maupun aliran kepercayaan. Kata kunci: Governmentality, Pangestu, abjek, ingenious, the script.
ABSTRACT This paper aims to analyze the relationship between Pangestu as an abject citizen and the state in the process of governmentality. There are two main questions raised: First, how does the Indonesian government control (governing) citizens through the definition of religion (agama) and belief (kepercayaan)? Second, how does Pangestu as an abject citizen show the practice of ingenious citizenship in response to governmentality? The analysis is based on field research conducted during a certain period in Paguyuban Ngesti Tunggal of Yogyakarta and questions and answers via mobile phone with the Central Management of Pangestu, Jakarta. By conducting ethnographic research, data is obtained through direct interviews and participation in every Pangestu organizational activity, as well as through the prerequisites and lectures that each prospective member of Pangestu passes. As findings, this thesis describes that the definition of religion and belief in Indonesia is a form of governmentality to regulate the religious expression of its citizens. The definition which is then implemented through the law and the policy ultimately creates the script, or an ideal picture of what citizens should be. With the script of religion and belief, the spiritual group namely Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) which declares itself not to be part of religion or beliefs must be excluded from government recognition. Pangestu then has the status of an abject citizen, that is, whose identity is outside the definition in the script. Despite being an abject, Pangestu continued to strive for various ways to maintain its existence as a spiritual group as well as citizens in creative ways (ingenious). As a counterweight to the spiritual organization, Pangestu established the Andana Warih Foundation with legal recognition by The Ministry of Law and Human Rights. The foundation is tasked with carrying out civil acts that Pangestu is unable to do, as well as being a support organ for socio-economic activities. With the Andana Warih Foundation, Pangestu does not need to negotiate with government scripts to change the identity into religion or beliefs. Keywords: Governmentality, Pangestu, abject, ingenious, the script.
Kata Kunci : Governmentality, Pangestu, abjek, ingenious, the script.