Ayo Nandur Nambah Sedulur: Mengonsumsi Gaya Hidup sebagai Petani (Studi Kasus Komunitas Pertanian Kota di Yogyakarta)
Yunita Amelia Zulva, Dr. Agung Wicaksono, M.A.
2020 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAPada awal tahun 2011, terbentuk Gerakan Indonesia Berkebun yang bergerak melalui media sosial yang kemudian menyebar ke beberapa kota di Indonesia. Dengan membawa prinsip 3E (ekonomi, ekologi, edukasi), gerakan tersebut bertujuan untuk menyebarkan semangat positif kepada masyarakat agar lebih peduli kepada lingkungan perkotaan melalui program pertanian kota. Program yang diusung membidik lahan tidur di wilayah perkotaan untuk digarap menjadi lahan yang produktif. Jogja Berkebun merupakan salah satu komunitas jejaring dari gerakan tersebut yang dihuni oleh penduduk usia muda. Absennya kepemilikan lahan membuat praktik pertanian kota Komunitas Jogja Berkebun dilakukan dengan sistem ladang berpindah. Praktik pertanian kota Komunitas Jogja Berkebun juga rupanya belum mampu memenuhi prinsip 3E yag diusung oleh komunitas induk. Tulisan ini akan membahas mengapa para penggiat kebun tetap kukuh berkebun tidak ada. Pertanyaan tersebut membawa saya untuk bergabung dengan Komunitas Jogja Berkebun guna melakukan observasi partisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan komunitas. Untuk mendapatkan data yang lebih detail, saya melakukan wawancara mendalam terhadap lima orang penggiat kebun yang menjadi informan kunci. Mereka rata-rata telah begabung dengan komunitas selama 2 tahun. Penelitian berlangsung selama lima enam bulan, yaitu pada bulan Juli hingga November 2019. Studi literatur dari berbagai sumber juga telah dilakukan untuk melengkapi tulisan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas Jogja Berkebun memiliki orientasi lain dalam melakukan praktik pertanian kota. Kompisisi para penggiat yang didominasi oleh pemuda kalangan menengah terdidik perkotaan sangat mempengaruhi orientasi tersebut. Para penggiat menjadikan berkebun sebagai kegiatan alternatif untuk mengisi waktu luang. Mereka membelokkan prinsip pertanian kota idealis yang diusung oleh ko munitas induk menjadi praktik pertanian rekreasional. Para penggiat mengubah kegiatan berkebun menjadi sebuah subkultur dimana mereka bermain peran sebagai petani.
In early 2011, the Indonesian Gardening Movement was formed which moved through social media and then spread to several cities in Indonesia. By bringing the principles of 3E (economics, ecology, education), the movement aims to spread positive enthusiasm to the community so that they are more concerned about the urban environment through urban agriculture programs.The program that is carried out targets unused land in urban areas to be tilled into productive land. The program that is carried out targets unused land in urban areas to be tilled into productive land. Jogja Berkebun is one of the networking communities of the movement that is inhabited by young people. The absence of land ownership makes the agricultural practice of Jogja City Gardening carried out with a shifting cultivation system. The urban farming practices of the Jogja Gardening Community also apparently have not been able to fulfill the 3E principles that the parent community carries. This paper will discuss why gardeners remain steadfast in gardening even though the community does not have official land and the results are almost nonexistent. That question led me to join Jogja Berkebun to observe and participate in activities carried out by the community.To get more detailed data, I conducted in- depth interviews with five gardeners who have joined the community for 2 years. The research lasted for six months, namely from July to November 2019. Literature studies from various sources have also been carried out to complete this paper. The results showed that Jogja Berkebun has another orientation in conducting urban farming practices. The composition of activists dominated by urban-educated middle class youth greatly influenced this orientation. The gardeners make gardening as an alternative activity to fill leisure time. They diverted the concept of idealistic city agriculture carried by the parent community into recreational agricultural practices. Gardeners change gardening activities into a subculture where they play the role of farmers.
Kata Kunci : Kelas menengah, pemuda, pertanian kota, subkultur